Jumat, 19 Juli 2013

Marching Band in Love #2





TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa, Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music

Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you like this :)


***

25 September 2012,

“Terima kasih karena kalian sudah hadir dalam pertemuan perdana hari ini. Kakak harap kalian bisa menjadi generasi yang baik untuk selanjutnya. Sekarang dari masing-masing senior harap perkenalkan nama kalian!” ujar senior berpostur tubuh tinggi. “Nama saya sendiri adalah Mario Stevano. Kalian bisa panggil kak Rio, kak Mario atau kak Stevano.”


Para calon anggota marching band mulai terkagum-kagum dengan perkenalan-perkenalan yang dilakukan oleh kakak senior mereka. Mulai mereka memperkenalkan sejarah marching band, video-video penampilan yang sebelumnya sampai foto-foto angkatan 1-18.

Seorang cewek berwajah tirus dan bertubuh kurus berdiri di hadapan para calon anggota baru angkatan ke 19. Ia mulai memperkenalkan diri. “Selamat pagi calon anggota baru angkatan ke-19, perkenalkan nama saya Ify Alyssa. Kalian bisa panggil saya dengan sebutan kak Ify atau kak Alyssa. Saya angkatan ke-18 divisi colour guard. Saya dari Fakultas Ekonomi.”


Ify kembali duduk lalu dilanjutkan perkenalan oleh seorang cowok disebelahnya. “Perkenalkan nama saya Alvin Sindhunata. Saya angkatan ke-17 divisi brass-terompet.”

Sivia terdiam tak bergeming. Matanya berbinar-binar ketika Alvin mulai memperkenalkan diri. Dari awal sejak ketidaksengajaan tabrakan Alvin dan Sivia, Sivia mulai merasakan kembali perasaan jatuh cinta pada pandangan pertama. Semuanya terasa indah.

Alvin bergidik ngeri melihat Sivia yang dari jauh memancarkan cahaya cermin yang dipantulkan matahari kearahnya. Segitu bersinarnya dia sehingga calon anggota baru bersikap seperti itu?
Entahlah.. Alvin memilih tidak peduli dan kembali duduk disebelah Ify yang notabenenya adalah kekasih Alvin saat ini.

“Perkenalkan nama saya Debo Andryos. Kalian bisa panggil dengan sebutan Debo atau Andryos. Saya angkatan ke-18 divisi percussion-snare drum.”

Perkenalan seniorpun masih berlanjut. “Perkenalkan nama saya Gabriel Stevent. Kalian bisa panggil kak Gabriel atau kak Stev. Saya angkatan ke-17 divisi percussion-multi tom.”

“Perkenalkan nama saya Angel. Saya angkatan ke-18 divisi colour guard.”

Perkenalan itu terus berlanjut hingga ke perkenalan calon anggota baru angkatan ke-19. Pengetahuan tentang marching band dan hingga sampai pada technical meeting latihan perdana mereka. Jumlah anggota baru awal sebanyak 52 orang termasuk Shilla dan Sivia di dalamnya.

***

“Sekarang kalian bisa mencoba alat-alat yang ingin kalian coba. Di bagian sana ada percussion, di bagian lapangan ada colour guard dan di dalam sekretariat ada brass. Silahkan kalian pilih alat-alat mana yang akan kalian coba dan akan diseleksi kalian cocok atau tidak di dalam divisi tersebut.” ujar pelatih yang berdiri di hadapan para calon anggota baru angkatan ke-19. “Perkenalkan nama kakak adalah Kak Dayat. Kakak yang akan melatih divisi percussion, divisi brass akan dilatih oleh kak Zahra dan di divisi colour guard akan dilatih oleh kak Ify.”

Sivia memperlihatkan wajah tidak sukanya terhadap Ify. Ia baru mengetahui bahwa Ify adalah kekasih dari orang yang dikaguminya saat ini. Bukan Sivia namanya apabila ia tidak bisa menghancurkan hubungan Alvin dan Ify. Sivia berjanji! Cepat atau lambat Alvin pasti akan jatuh ke pelukannya.

Shilla dan Sivia pun menyebar. Shilla mulai mendekati divisi percussion. Ia memukul snare-drum secara random karena ia memang tidak memiliki bakat untuk memainkan snare.

“Bukan gitu caranya!” cowok berpostur tinggi dan berwajah manis itu menghampiri Shilla. “Kalo kamu mau megang snare, kamu harus bisa dulu megang stik snarenya baru kamu bisa mukul.”

Shilla terdiam tak bergeming lalu menatap senior yang berada dihadapannya. “Maaf kak Debo, aku cuma pengen nyoba cara mainin alat ini tapi ternyata aku nggak bakat disini.”

Tak..tak..taktak..

Suara gebukan emosi dilakukan Debo ketika memukul snare dihadapannya. “Lo kalo pengen bisa jangan lemah! Cuma cewek yang mentalnya kuat yang bisa ngambil divisi perkusi. Kalo mental lo nggak kuat, lo bisa ke pit instrument atau brass apalagi colourguard! Jangan disini.”

“Kak… maaf.” Shilla menunduk. “Maaf buat kekacauan. Aku emang nggak cocok di divisi ini. Makasih kak.”

Shilla beranjak pergi meninggalkan Debo. “Lemah!”

Shilla menahan emosinya. Ia mendengar dengan jelas ucapan yang dilontarkan oleh Debo. Bukannya Shilla lemah! Tapi, memang pada kenyataannya ia tidak berbakat dalam divisi percussion. Mungkin di divisi yang lain ia masih bisa diberikan toleransi. Shilla ingin mengikuti marching band tanpa ada hinaan kepada dirinya. Sebegitu tidak pantaskah dirinya untuk memasuki divisi perkusi? Kenapa Debo tiba-tiba berubah terhadapnya? Entahlah… sikap orang memang bisa berubah-ubah seiring seleksi alam.

Shilla mencoba memukul pelan alat pit di depannya. Dentingan lembut nada do re mi fa sol terdengar dengan nyaring dan indah. Banyak senior bahkan calon anggota merasa iri terhadap kemampuan Shilla. Padahal, Oik baru saja mengajarinya teknik-teknik cara memukul dan memegang alat pit instrument. Tapi, Shilla sudah ahli bagaikan sedang memainkan piano dengan jemari-jemari lentiknya.

“Siapa nama kamu?” tanya seorang cowok berwajah tampan dan berpostur tubuh tinggi.

“Shilla kak.” jawab Shilla sambil menunduk. “Shilla di tolak di snare, makanya Shilla coba pit instruments. Maaf kalo akhirnya Shilla juga nggak dipilih disini.”

Shilla beranjak pergi dari daerah divisi percussion, namun langkahnya ditahan oleh Cakka, salah satu pemain bass drum dari divisi percussion. Ia baru saja datang dan melihat begitu hebohnya teman-temannya melihat salah satu calon anggota yang ternyata Shilla sedang memainkan alat pit.

“Lo hebat! Siapa yang nolak bakat lo di snare?” tanya Cakka. “Gue Cakka, senior yang satu tingkat diatas lo, gue pemain bass drum. Kalo lo mau megang snare, gue bisa ajarin lo.”

Debo yang tidak terima dengan pernyataan Cakka yang membela calon anggota baru tidak sesuai prosedur. Ia mendekati Cakka dan melepas genggaman tangan Cakka yang terlihat erat. “Cakka! Lo udah telat pake acars belain calon anggota! Jangan mentang-mentang karena wajah cakep lo bisa berprilaku seenaknya. Lo itu ketua unit yang harusnya memberikan contoh yang baik untuk calon anggota ke depannya.”

Cakka tersenyum sinis. “Masalah lo apa?! Lo mau ngatur hidup gue? Nyari mati! Udah pernah liat macan jantan ngamuk belum lo?”

Pertengkaran sengit diantara Cakka dan Debo pun terjadi. Cakka memanglah orang yang sangat keras kepala. Ia tidak suka apabila ada yang melawan apa yang ia telah lakukan. Tidak ada seorangpun yang boleh mengatur hidupnya! Sekalipun pacar atau teman baiknya, Cakka tetap tak peduli.

“Gue nggak terima ya cewek lemah kayak dia masuk di battery apalagi snare! Kalo bakatnya dia di percussion cuma di pit instruments, biarin dia ngambil pit. Lo nggak usah sok ngajarin. Main bass drum aja belum bener udah mau ngajarin snare. Gabriel sebagai staff lapangan belum tentu setuju dengan ucapan lo mau masukin Shilla jadi pemain snare. Think smart, boy!”

Debo mendorong Cakka dengan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun. Bisa-bisanya Shilla dengan seenaknya masuk main snare. Padahal, perjuangan Debo untuk mendapatkan snare sangat susah. Bahkan dulu ia sempat diusir dari marching band hanya karena tidak bisa memainkan salah satu pukulan yang ia harus wajib bisa. Tapi, Shilla sebegitu gampangnya?

“Sebelum pertengkaran ini berkepanjangan, saya disini sebagai staff lapangan perkusi tidak terima hanya karena cewek seperti Shilla, kalian membuat unitas ini hancur! Dimana otak kalian? Apa kalian pikir Shilla terima diperlakukan seperti ini?” Gabriel yang sedari tadi bungkam mulai membuka mulutnya. “Jelasin ke gue anggota brengsek dan ketua unit yang sok cakep!”

“STOOOOPPPPPP! Hormati saya sebagai pelatih disini!” Dayat mulai melerai pertengkaran sengit yang terjadi. “Siapa sumber dari pertengkaran ini?”

“Calon anggota baru yang bernama Shilla, Kak!” jawab Debo penuh emosi.

Shilla yang tidak tahu apa-apa hanya terdiam dan tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Ia memang tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat Debo sangat emosi. Shilla mengira bahwa Debo akan bersikap manis padanya, namun dugaannya ternyata salah besar! Debo sok baik cuma kalau Shilla sendiri tanpa ada orang lain di sekitarnya.

“Bukan Shilla yang salah!” jawab Cakka. “Saya yang salah atas keributan ini, jika jabatan saya dicabut, saya siap. Karena mungkin saya memang pantas untuk mendapatkan itu semua.”

“Jangan!” Shilla berontak. Ia tidak mau jabatan Cakka dicabut hanya karena dirinya membuat onar. “Sebelum saya diusir pergi darisini, saya yang akan mengundurkan diri. Tapi, tolong jangan cabut jabatan Kak Cakka! Kak Cakka sama sekali nggak salah. Saya yang salah. Tapi, saya memang ingin mencoba snare cuma bakat saya ternyata di pit instruments. Apa saya salah melakukan itu semua?”

“Jadi cuma masalah seperti itu dibesar-besarkan sehingga menjadi pertengkaran?” tanya Dayat lagi. “Bodoh! Seharusnya kalian bangga bisa mendapatkan pemain pit instruments seperti Shilla. Kalian tahu kan bahwa pemain pit sangat kekurangan pemain? Kenapa kalian malah mempermasalahkan dia untuk masuk di snare? Kalo memang Shilla tidak berbakat di snare, biarkan dia di pit instrument! Kalian juga bisa mendengar dentingan nyaring dari permainan Shilla.”

“T...tta...tapi, kaakk! Aku keberatan.” protes Cakka dengan keberaniannya yang perlahan-lahan menciut dihadapan Dayat.

“Gausah ngelawan Kak Dayat, Kka! Dia pelatih kita loh.” sindir Debo dengan nada agak sinis. “Kembali ke divisi masing-masing. Latihan perdana bisa kita mulai hari ini.”

“Apa?!” Gabriel merasa didahului. Ia sebagai staff lapangan seperti tidak dihargai oleh manusia seperti Debo. “Kok lo gampang banget buat latihan perdana hari ini? Lo mendahului Cakka sebagai ketua unit dan gue, Rio dan Ify sebagai staff lapangan. Lo cuma anggota!”

“Gue setuju sama Gabriel! Gue sebagai staff lapangan nggak terima sama keputusan yang lo buat.” Rio keluar dari dalam sekretariat karena telinganya mulai panas mendengar pertengkaran yang terjadi di luar. “Lo anggota divisi percussion pemegang alat snare! Lo nggak ada hak membuat latihan perdana yang di jadwalkan besok diubah hari ini. Lo mau mendahului kita?”

“Fine! Terseraaaahhhhh! Gue turutin perintah kalian semua!” Debo murka, ia merasa kesal karena apa yang telah disarankannya semua di tolak. Seharusnya dia yang merasa tidak dianggap! Memangnya kalo satu pemain hilang, unit bisa berjalan dengan lancar?

“SEMUANYA BERKUMPUL!” Cakka berteriak menggunakan toa yang telah disediakan oleh panitia.

***

“Kak Debo segitu sensinya sama gue ya, Vi?” tanya Shilla pada Sivia. Perkumpulan perdana dan perkenalan itu berakhir sudah. Besok akan dilanjutkan kembali dengan latihan perdana dari masing-masing divisi.

Sivia tertawa lalu menghentikan langkahnya. “Lo tanya gue? Lo mikir sama diri lo sendiri! Carsen kok dipelihara.”

PLAKK~
Tamparan keras itu mendarat mulus di pipi Sivia. Shilla tidak terima dengan apa yang telah dilontarkan oleh Sivia. Shilla cari sensasi? Untuk apa? Hanya untuk mendapat perhatian dari Debo? Bagaikan menanti matahari terbit di sebelah barat kalau seperti itu!

“Lo!” Sivia geram. Ia menahan kepalan tangannya lalu menunjuk tepat di depan wajah Shilla. “Lo itu tukang cari sensasi. Nempel sana sini! Kegatelan sama cowok. Lo nggak malu sama diri lo sendiri, Shill?”

Shilla tersenyum sinis. Lalu menatap Sivia tajam. “Gue? Mesti malu? Untuk apa? Haha! Gue bukan tukang cari sensasi tapi emang orang-orang suka berteman dengan gue dibanding sama elo.”

“Shut up your mouth!” Sivia menarik kasar bibir Shilla. “Mulut lo kurang dikasi pelajaran biar bisa berkata-kata lebih sopan! Mulut sampah nggak berpendidikan.”

Shilla mencakar tangan Sivia agar melepaskan bibirnya. Shilla mengerang kesakitan karena darah segar perlahan-lahan menetes dari bibirnya.

“HAHAHA! PUAS GUE, ASHILLA TIARA!”

Gabriel menghentikan langkahnya. Ia mendengar erangan Shilla yang cukup keras. Perlahan ia berlari sebelum Sivia membabi buta dan mencelakakan Shilla lebih jauh lagi.

“STOP! Sivia, jangan sakitin Shilla!” Gabriel mencengkram tangan Sivia yang hendak mengeluarkan peniti dari dalam tasnya. “Lo buat masalah semakin runyam! Salah Shilla sama lo apaan? Buang penitinya!”

“Lepasin gue! Lo nggak usah ikut campur brengsek!” Sivia berontak dan berusaha melepaskan cengkraman Gabriel. Namun, usaha Sivia kurang berhasil karena cengkraman Gabriel sangat kuat.

“Kak Gabriel, lepasin Sivia. Jangan sakitin dia,” pinta Shilla. Ia masih mengerang menahan sakit dan perihnya darah yang keluar dari bibirnya. Perlahan-lahan air matanya mulai menetes. “Gue minta maaf kalo memang ada salah, tolong jangan kayak gini, Via!”

“HAHA! Stupid! You’re my enemy now and forever, Shilla.”

Gabriel melepaskan cengkramannya karena Sivia semakin berontak. Sivia membalikan badannya lalu menggoreskan dengan kasar wajah Gabriel menggunakan peniti. Setelah itu, Sivia meninggalkan tempat kejadian dan tidak memperdulikan apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Sivia gila! Sivia gila karena IFY!

“AAAARRRGGGHHHHHH!” Gabriel berteriak. Begitu dalam goresan yang dibuat oleh Sivia diwajahnya. Darah segar mengalir deras membasahi wajah Gabriel.

“Siapa yang melakukan semua ini?” seseorang menghampiri Gabriel dan SHilla karena merasa iba. “Apa kalian memiliki masalah dengan orang tersebut sehingga dia melakukan semua ini?”

Nihil. Tidak ada yang menjawab. Yang terdengar saat ini hanyalah erangan kesakitan dari Shilla dan juga Gabriel.

“Ayo kita ke sekretariat! Kalian harus segera diobati. Sebelum semuanya semakin parah.”

Shilla kaget melihat sosok yang hendak menyelamatkan dirinya dari bahaya yang baru saja mengancamnya.

‘Kak Debo?!’ batin Shilla tak percaya.

BERSAMBUNG….

Ini part 2nya.. maaf kalo pendek ^^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar