TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa, Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music
Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you like this :)
***
25 September 2012,
“Terima kasih karena kalian sudah
hadir dalam pertemuan perdana hari ini. Kakak harap kalian bisa menjadi
generasi yang baik untuk selanjutnya. Sekarang dari masing-masing senior harap
perkenalkan nama kalian!” ujar senior berpostur tubuh tinggi. “Nama saya
sendiri adalah Mario Stevano. Kalian bisa panggil kak Rio, kak Mario atau kak
Stevano.”
Para calon anggota marching band
mulai terkagum-kagum dengan perkenalan-perkenalan yang dilakukan oleh kakak
senior mereka. Mulai mereka memperkenalkan sejarah marching band, video-video
penampilan yang sebelumnya sampai foto-foto angkatan 1-18.
Seorang cewek berwajah tirus dan
bertubuh kurus berdiri di hadapan para calon anggota baru angkatan ke 19. Ia
mulai memperkenalkan diri. “Selamat pagi calon anggota baru angkatan ke-19,
perkenalkan nama saya Ify Alyssa. Kalian bisa panggil saya dengan sebutan kak
Ify atau kak Alyssa. Saya angkatan ke-18 divisi colour guard. Saya dari
Fakultas Ekonomi.”
Ify kembali duduk lalu dilanjutkan
perkenalan oleh seorang cowok disebelahnya. “Perkenalkan nama saya Alvin
Sindhunata. Saya angkatan ke-17 divisi brass-terompet.”
Sivia terdiam tak bergeming.
Matanya berbinar-binar ketika Alvin mulai memperkenalkan diri. Dari awal sejak
ketidaksengajaan tabrakan Alvin dan Sivia, Sivia mulai merasakan kembali
perasaan jatuh cinta pada pandangan pertama. Semuanya terasa indah.
Alvin bergidik ngeri melihat
Sivia yang dari jauh memancarkan cahaya cermin yang dipantulkan matahari
kearahnya. Segitu bersinarnya dia sehingga calon anggota baru bersikap seperti
itu?
Entahlah.. Alvin memilih tidak
peduli dan kembali duduk disebelah Ify yang notabenenya adalah kekasih Alvin
saat ini.
“Perkenalkan nama saya Debo
Andryos. Kalian bisa panggil dengan sebutan Debo atau Andryos. Saya angkatan
ke-18 divisi percussion-snare drum.”
Perkenalan seniorpun masih
berlanjut. “Perkenalkan nama saya Gabriel Stevent. Kalian bisa panggil kak
Gabriel atau kak Stev. Saya angkatan ke-17 divisi percussion-multi tom.”
“Perkenalkan nama saya Angel.
Saya angkatan ke-18 divisi colour guard.”
Perkenalan itu terus berlanjut
hingga ke perkenalan calon anggota baru angkatan ke-19. Pengetahuan tentang
marching band dan hingga sampai pada technical meeting latihan perdana mereka.
Jumlah anggota baru awal sebanyak 52 orang termasuk Shilla dan Sivia di
dalamnya.
***
“Sekarang kalian bisa mencoba
alat-alat yang ingin kalian coba. Di bagian sana ada percussion, di bagian
lapangan ada colour guard dan di dalam sekretariat ada brass. Silahkan kalian
pilih alat-alat mana yang akan kalian coba dan akan diseleksi kalian cocok atau
tidak di dalam divisi tersebut.” ujar pelatih yang berdiri di hadapan para
calon anggota baru angkatan ke-19. “Perkenalkan nama kakak adalah Kak Dayat.
Kakak yang akan melatih divisi percussion, divisi brass akan dilatih oleh kak
Zahra dan di divisi colour guard akan dilatih oleh kak Ify.”
Sivia memperlihatkan wajah tidak
sukanya terhadap Ify. Ia baru mengetahui bahwa Ify adalah kekasih dari orang
yang dikaguminya saat ini. Bukan Sivia namanya apabila ia tidak bisa
menghancurkan hubungan Alvin dan Ify. Sivia berjanji! Cepat atau lambat Alvin
pasti akan jatuh ke pelukannya.
Shilla dan Sivia pun menyebar.
Shilla mulai mendekati divisi percussion. Ia memukul snare-drum secara random
karena ia memang tidak memiliki bakat untuk memainkan snare.
“Bukan gitu caranya!” cowok
berpostur tinggi dan berwajah manis itu menghampiri Shilla. “Kalo kamu mau
megang snare, kamu harus bisa dulu megang stik snarenya baru kamu bisa mukul.”
Shilla terdiam tak bergeming lalu
menatap senior yang berada dihadapannya. “Maaf kak Debo, aku cuma pengen nyoba
cara mainin alat ini tapi ternyata aku nggak bakat disini.”
Tak..tak..taktak..
Suara gebukan emosi dilakukan
Debo ketika memukul snare dihadapannya. “Lo kalo pengen bisa jangan lemah! Cuma
cewek yang mentalnya kuat yang bisa ngambil divisi perkusi. Kalo mental lo
nggak kuat, lo bisa ke pit instrument atau brass apalagi colourguard! Jangan
disini.”
“Kak… maaf.” Shilla menunduk.
“Maaf buat kekacauan. Aku emang nggak cocok di divisi ini. Makasih kak.”
Shilla beranjak pergi
meninggalkan Debo. “Lemah!”
Shilla menahan emosinya. Ia
mendengar dengan jelas ucapan yang dilontarkan oleh Debo. Bukannya Shilla
lemah! Tapi, memang pada kenyataannya ia tidak berbakat dalam divisi
percussion. Mungkin di divisi yang lain ia masih bisa diberikan toleransi.
Shilla ingin mengikuti marching band tanpa ada hinaan kepada dirinya. Sebegitu tidak
pantaskah dirinya untuk memasuki divisi perkusi? Kenapa Debo tiba-tiba berubah
terhadapnya? Entahlah… sikap orang memang bisa berubah-ubah seiring seleksi
alam.
Shilla mencoba memukul pelan alat
pit di depannya. Dentingan lembut nada do re mi fa sol terdengar dengan nyaring
dan indah. Banyak senior bahkan calon anggota merasa iri terhadap kemampuan
Shilla. Padahal, Oik baru saja mengajarinya teknik-teknik cara memukul dan
memegang alat pit instrument. Tapi, Shilla sudah ahli bagaikan sedang memainkan
piano dengan jemari-jemari lentiknya.
“Siapa nama kamu?” tanya seorang
cowok berwajah tampan dan berpostur tubuh tinggi.
“Shilla kak.” jawab Shilla sambil
menunduk. “Shilla di tolak di snare, makanya Shilla coba pit instruments. Maaf kalo
akhirnya Shilla juga nggak dipilih disini.”
Shilla beranjak pergi dari daerah
divisi percussion, namun langkahnya ditahan oleh Cakka, salah satu pemain bass
drum dari divisi percussion. Ia baru saja datang dan melihat begitu hebohnya
teman-temannya melihat salah satu calon anggota yang ternyata Shilla sedang
memainkan alat pit.
“Lo hebat! Siapa yang nolak bakat
lo di snare?” tanya Cakka. “Gue Cakka, senior yang satu tingkat diatas lo, gue
pemain bass drum. Kalo lo mau megang snare, gue bisa ajarin lo.”
Debo yang tidak terima dengan pernyataan
Cakka yang membela calon anggota baru tidak sesuai prosedur. Ia mendekati Cakka
dan melepas genggaman tangan Cakka yang terlihat erat. “Cakka! Lo udah telat
pake acars belain calon anggota! Jangan mentang-mentang karena wajah cakep lo
bisa berprilaku seenaknya. Lo itu ketua unit yang harusnya memberikan contoh
yang baik untuk calon anggota ke depannya.”
Cakka tersenyum sinis. “Masalah
lo apa?! Lo mau ngatur hidup gue? Nyari mati! Udah pernah liat macan jantan
ngamuk belum lo?”
Pertengkaran sengit diantara
Cakka dan Debo pun terjadi. Cakka memanglah orang yang sangat keras kepala. Ia tidak
suka apabila ada yang melawan apa yang ia telah lakukan. Tidak ada seorangpun
yang boleh mengatur hidupnya! Sekalipun pacar atau teman baiknya, Cakka tetap
tak peduli.
“Gue nggak terima ya cewek lemah
kayak dia masuk di battery apalagi snare! Kalo bakatnya dia di percussion cuma
di pit instruments, biarin dia ngambil pit. Lo nggak usah sok ngajarin. Main
bass drum aja belum bener udah mau ngajarin snare. Gabriel sebagai staff
lapangan belum tentu setuju dengan ucapan lo mau masukin Shilla jadi pemain
snare. Think smart, boy!”
Debo mendorong Cakka dengan emosi
yang sudah mencapai ubun-ubun. Bisa-bisanya Shilla dengan seenaknya masuk main
snare. Padahal, perjuangan Debo untuk mendapatkan snare sangat susah. Bahkan dulu
ia sempat diusir dari marching band hanya karena tidak bisa memainkan salah
satu pukulan yang ia harus wajib bisa. Tapi, Shilla sebegitu gampangnya?
“Sebelum pertengkaran ini
berkepanjangan, saya disini sebagai staff lapangan perkusi tidak terima hanya
karena cewek seperti Shilla, kalian membuat unitas ini hancur! Dimana otak
kalian? Apa kalian pikir Shilla terima diperlakukan seperti ini?” Gabriel yang
sedari tadi bungkam mulai membuka mulutnya. “Jelasin ke gue anggota brengsek
dan ketua unit yang sok cakep!”
“STOOOOPPPPPP! Hormati saya
sebagai pelatih disini!” Dayat mulai melerai pertengkaran sengit yang terjadi. “Siapa
sumber dari pertengkaran ini?”
“Calon anggota baru yang bernama
Shilla, Kak!” jawab Debo penuh emosi.
Shilla yang tidak tahu apa-apa
hanya terdiam dan tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Ia memang tidak
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat Debo sangat emosi. Shilla
mengira bahwa Debo akan bersikap manis padanya, namun dugaannya ternyata salah
besar! Debo sok baik cuma kalau Shilla sendiri tanpa ada orang lain di
sekitarnya.
“Bukan Shilla yang salah!” jawab
Cakka. “Saya yang salah atas keributan ini, jika jabatan saya dicabut, saya
siap. Karena mungkin saya memang pantas untuk mendapatkan itu semua.”
“Jangan!” Shilla berontak. Ia tidak
mau jabatan Cakka dicabut hanya karena dirinya membuat onar. “Sebelum saya
diusir pergi darisini, saya yang akan mengundurkan diri. Tapi, tolong jangan
cabut jabatan Kak Cakka! Kak Cakka sama sekali nggak salah. Saya yang salah. Tapi,
saya memang ingin mencoba snare cuma bakat saya ternyata di pit instruments. Apa
saya salah melakukan itu semua?”
“Jadi cuma masalah seperti itu
dibesar-besarkan sehingga menjadi pertengkaran?” tanya Dayat lagi. “Bodoh! Seharusnya
kalian bangga bisa mendapatkan pemain pit instruments seperti Shilla. Kalian tahu
kan bahwa pemain pit sangat kekurangan pemain? Kenapa kalian malah
mempermasalahkan dia untuk masuk di snare? Kalo memang Shilla tidak berbakat di
snare, biarkan dia di pit instrument! Kalian juga bisa mendengar dentingan
nyaring dari permainan Shilla.”
“T...tta...tapi, kaakk! Aku keberatan.”
protes Cakka dengan keberaniannya yang perlahan-lahan menciut dihadapan Dayat.
“Gausah ngelawan Kak Dayat, Kka! Dia
pelatih kita loh.” sindir Debo dengan nada agak sinis. “Kembali ke divisi
masing-masing. Latihan perdana bisa kita mulai hari ini.”
“Apa?!” Gabriel merasa didahului.
Ia sebagai staff lapangan seperti tidak dihargai oleh manusia seperti Debo. “Kok
lo gampang banget buat latihan perdana hari ini? Lo mendahului Cakka sebagai
ketua unit dan gue, Rio dan Ify sebagai staff lapangan. Lo cuma anggota!”
“Gue setuju sama Gabriel! Gue sebagai
staff lapangan nggak terima sama keputusan yang lo buat.” Rio keluar dari dalam
sekretariat karena telinganya mulai panas mendengar pertengkaran yang terjadi
di luar. “Lo anggota divisi percussion pemegang alat snare! Lo nggak ada hak
membuat latihan perdana yang di jadwalkan besok diubah hari ini. Lo mau
mendahului kita?”
“Fine! Terseraaaahhhhh! Gue turutin
perintah kalian semua!” Debo murka, ia merasa kesal karena apa yang telah
disarankannya semua di tolak. Seharusnya dia yang merasa tidak dianggap! Memangnya
kalo satu pemain hilang, unit bisa berjalan dengan lancar?
“SEMUANYA BERKUMPUL!” Cakka
berteriak menggunakan toa yang telah disediakan oleh panitia.
***
“Kak Debo segitu sensinya sama
gue ya, Vi?” tanya Shilla pada Sivia. Perkumpulan perdana dan perkenalan itu
berakhir sudah. Besok akan dilanjutkan kembali dengan latihan perdana dari
masing-masing divisi.
Sivia tertawa lalu menghentikan
langkahnya. “Lo tanya gue? Lo mikir sama diri lo sendiri! Carsen kok
dipelihara.”
PLAKK~
Tamparan keras itu mendarat mulus
di pipi Sivia. Shilla tidak terima dengan apa yang telah dilontarkan oleh
Sivia. Shilla cari sensasi? Untuk apa? Hanya untuk mendapat perhatian dari
Debo? Bagaikan menanti matahari terbit di sebelah barat kalau seperti itu!
“Lo!” Sivia geram. Ia menahan
kepalan tangannya lalu menunjuk tepat di depan wajah Shilla. “Lo itu tukang
cari sensasi. Nempel sana sini! Kegatelan sama cowok. Lo nggak malu sama diri
lo sendiri, Shill?”
Shilla tersenyum sinis. Lalu menatap
Sivia tajam. “Gue? Mesti malu? Untuk apa? Haha! Gue bukan tukang cari sensasi
tapi emang orang-orang suka berteman dengan gue dibanding sama elo.”
“Shut up your mouth!” Sivia
menarik kasar bibir Shilla. “Mulut lo kurang dikasi pelajaran biar bisa
berkata-kata lebih sopan! Mulut sampah nggak berpendidikan.”
Shilla mencakar tangan Sivia agar
melepaskan bibirnya. Shilla mengerang kesakitan karena darah segar
perlahan-lahan menetes dari bibirnya.
“HAHAHA! PUAS GUE, ASHILLA TIARA!”
Gabriel menghentikan langkahnya. Ia
mendengar erangan Shilla yang cukup keras. Perlahan ia berlari sebelum Sivia
membabi buta dan mencelakakan Shilla lebih jauh lagi.
“STOP! Sivia, jangan sakitin
Shilla!” Gabriel mencengkram tangan Sivia yang hendak mengeluarkan peniti dari
dalam tasnya. “Lo buat masalah semakin runyam! Salah Shilla sama lo apaan? Buang
penitinya!”
“Lepasin gue! Lo nggak usah ikut
campur brengsek!” Sivia berontak dan berusaha melepaskan cengkraman Gabriel. Namun,
usaha Sivia kurang berhasil karena cengkraman Gabriel sangat kuat.
“Kak Gabriel, lepasin Sivia. Jangan
sakitin dia,” pinta Shilla. Ia masih mengerang menahan sakit dan perihnya darah
yang keluar dari bibirnya. Perlahan-lahan air matanya mulai menetes. “Gue minta
maaf kalo memang ada salah, tolong jangan kayak gini, Via!”
“HAHA! Stupid! You’re my enemy
now and forever, Shilla.”
Gabriel melepaskan cengkramannya
karena Sivia semakin berontak. Sivia membalikan badannya lalu menggoreskan
dengan kasar wajah Gabriel menggunakan peniti. Setelah itu, Sivia meninggalkan
tempat kejadian dan tidak memperdulikan apa yang akan terjadi terhadap dirinya.
Sivia gila! Sivia gila karena IFY!
“AAAARRRGGGHHHHHH!” Gabriel
berteriak. Begitu dalam goresan yang dibuat oleh Sivia diwajahnya. Darah segar
mengalir deras membasahi wajah Gabriel.
“Siapa yang melakukan semua ini?”
seseorang menghampiri Gabriel dan SHilla karena merasa iba. “Apa kalian
memiliki masalah dengan orang tersebut sehingga dia melakukan semua ini?”
Nihil. Tidak ada yang menjawab. Yang
terdengar saat ini hanyalah erangan kesakitan dari Shilla dan juga Gabriel.
“Ayo kita ke sekretariat! Kalian harus
segera diobati. Sebelum semuanya semakin parah.”
Shilla kaget melihat sosok yang
hendak menyelamatkan dirinya dari bahaya yang baru saja mengancamnya.
‘Kak Debo?!’ batin Shilla tak percaya.
BERSAMBUNG….
Ini part 2nya.. maaf kalo pendek
^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar