TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa, Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music
Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you like this :)
I apologize if there are similarities places, names, etc. This just a fictional story and doesn’t correspond to reality. :)
***
“Aww…
sakit, kak!” Shilla mengerang kesakitan ketika Debo mengompres pelan bibirnya
menggunakan air hangat. “Pelan-pelan, kak. Sakit banget ini.”
“Iya
bawel!” ujar Debo pelan. “Kenapa Sivia bisa sesadis itu sama kamu?”
“Dia
bilang aku tukang cari sensasi terus bilang cari perhatian seniorlah. Aku
dibilang buat kekacauan di marching band ini. Aku minta maaf ya, Kak!”
Debo
merasa iba. Bibir Shilla sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya, begitu
parahnya luka yang dibuat Sivia kepada Shilla. Sebenarnya apa maksud Sivia
mengatakan bahwa Shilla tukang cari sensasi? Memangnya dia membuat sensasi apa
sehingga Sivia begitu kasarnya terhadap Shilla?
“Tadi
gue liat Sivia udah main celakain Shilla aja, Deb. Segitu kasarnya dia sama
temennya sendiri.” Gabriel yang baru saja mengobati luka diwajahnya menghampiri
Shilla dan Debo. “Untung gue segera bertindak, kalo nggak, Shilla bisa lebih
parah daripada ini dicelakainnya. Sivia nggak pantes masuk anggota marching
band kalo dia hanya membuat onar disini.”
Shilla
menoleh kearah Gabriel. “Kok kakak ngelarang dia ikut? Seharusnya kan kakak
bangga karena anggota disini jadi bertambah. Dan jumlah colour guard jadi
banyak karena ditambahnya Sivia, Chelsea, Ocha dan Acha.”
“Shilla
bener, Yel. Lo harusnya bangga punya Sivia.” ucap Debo. “Mungkin dia khilaf
karena banyak yang respect sama Shilla dibanding sama dia. Dari awal mereka
daftar, gue udah liat kesirikan Sivia terhadap Shilla.”
“Lo
bener!” Gabriel menyetujui ucapan Shilla dan Debo. Seharusnya memang ia
menyetujui kehadiran Sivia. Karena sebelum Sivia dan calon anggota baru datang,
jumlah anggota marching band yang aktif bisa dihitung dengan jari. “Sivia nggak
akan gue ijinin keluar. Dan gue juga nggak akan ngebiarin Sivia nyakitin Shilla
lagi!”
Debo
melirik tajam Gabriel. “Jangan kibarin bendera perang sama gue!”
“Kak,
Shilla pamit pulang ya! Thank’s bantuannya.” Shilla beranjak pergi namun
langkahnya ditahan oleh Gabriel.
“Shill,
kakak anter ya!” pinta Gabriel.
Shilla
tersenyum tipis lalu melepaskan pegangan tangan Gabriel. “No thank’s! Aku bisa
pulang sendiri kok kak. Aku duluan ya.”
***
“AAAARRGGHHH!”
Sivia mengacak-acak rambutnya ketika ia telah sampai dirumah. “Sivia bego!
Shilla itu anak yang baik. Kenapa penyakit nggak waras lo ini nggak bisa ilang?
Maafin gue, Shill.”
2
tahun yang lalu, Sivia adalah seorang psikopat. Banyak orang yang menjauhi
Sivia karena telah mengetahui sisi buruk Sivia bahwa dirinya adalah seorang
psikopat. Banyak korban yang jiwanya tersakiti oleh Sivia. Bahkan, sahabatnya
yang bernama Nadya, dibunuh dengan tangannya sendiri hanya karena tidak mau
mendengarkan apa yang dilontarkan oleh Sivia.
Sivia
tidak suka apabila ucapannya dilawan! Sivia tidak suka apabila apa yang dia
inginkan tidak tercapai. Dan dia tidak suka apabila orang lain ikut campur
dalam hidup Sivia!
“Psikopaaaatttt!
Lo keluar dari kamar!” suara teriakan seorang pemuda terdengar menggelegar
ditelinga Sivia. Siapa lagi yang berprilaku seperti itu kalo bukan Riko, kakak
kandung Sivia.
“APAAN?
MASUK AJA!” Sivia berteriak tak kalah keras dari dalam kamarnya. Lagu gloomy Sunday
terputar nyaring di dalam kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya sejenak sambil
menangkap perlahan-lahan maksud dari lagu yang diputarnya itu.
Kriiieetttt…
Riko
membuka pintu kamar adiknya perlahan. “Dek, gue pinjem lo bentar boleh nggak? Pacar
gue hilang. Gue nggak kuat.”
“Hah?”
Sivia membuka matanya dan seketika terkejut melihat Riko yang hanya menggunakan
handuk masuk ke kamarnya. “M..mm..maksud lo?”
Sivia
menjaga jaraknya terhadap Riko. Ia mulai takut karena sebelumnya Riko tidak
pernah mengatakan pacar-gue-ilang. Tapi, bukan berarti Riko mengorbankan
adiknya sendiri kan?
“Jangan
paksa gue berbuat kasar, Dek. Ayolah bantu kakak! Lagian lo juga udah pernah
kan.” pinta Riko dengan tampang memelasnya mulai merayu Sivia.
“Kak,
lo mendekat gue bunuh!” ancam Sivia sambil mengeluarkan pisau lipat yang ia
simpan dibawah bantalnya. “Jangan macem-macem sama seorang psikopat!”
Riko
tertawa keras. Ia melepaskan handuk yang melekat di badannya. “Lo ngancem gue? Bisa
apa lo, Dek? Gue minta secara halus lo nggak usah kasar!”
Pisau
yang tadinya tergenggam rapat di tangan Sivia pun terlepas. Ia menutup matanya
seketika menggunakan bantal yang ada di dekatnya. “Kakak brengsek! Lo keluar
dari kamar gue. Gue nggak sudi punya kakak yang otaknya mesum kayak lo!”
“Hahaha!”
Riko semakin mendekat. “Sebagus apa sih tubuh seorang psikopat!”
“KAK
RIKO!” Sivia semakin berontak dan berusaha menjauhkan kakak kandungnya sendiri
dari hadapannya. “Lo bener-bener brengsek! Nggak gue juga korbannya!”
“MUNAFIK!”
“Gue
nggak munafik!” balas Sivia sambil melemparkan bantalnya kearah wajah Riko. “Lo
itu kakak kandung gue! Kalo lo mau, cari tante-tante girang sana di diskotik. Gue
nggak minat!”
Sivia
beranjak pergi dari hadapan Riko. Namun, usahanya tidak berhasil. Riko
mencengkram dengan keras pergelangan tangan Sivia. Tamat sudah riwayat Sivia
hari ini. Bagaimana mungkin kakaknya sendiri berusaha memiliki dirinya? Semua ini gila.
“GUE
UDAH BILANG!” bentak Riko di depan wajah Sivia. “Lo berontak, lo yang hancur! Lo
milik gue hari ini.”
Riko
memeluk Sivia yang ada tepat dihadapannya. “You’re beautiful today.”
Setelah
ucapan Riko terlontar. Semuanya hancur. Harapan dan semua impian Sivia tidak
akan pernah terwujud lagi. Alvin? Mungkin ia merasa tidak sudi untuk berhadapan
dengan gadis yang tidak bisa menjaga dirinya seperti Sivia.
“BRENGSEEEKKKKK!”
***
“Lo
suka sama dia?” suara seorang pemuda mengagetkan Gabriel yang sedang menepi di
kolam apartement miliknya sendiri. “Lo harusnya berani secara langsung ungkapin!
Jangan mendam perasaan lo terlalu lama, Yel.”
Gabriel
termenung mendengar ucapan sahabatnya. Sebegitu cepatkah ia harus mengungkapkan
perasaannya terhadap seorang gadis yang baru ia kenal hari ini? Sebegitu pantaskah
ia bersama dengan gadis itu. Entahlah.. Gabriel merasa gundah. Hatinya yang
dulu sekeras batu kini telah mulai terbuka untuk gadis seperti Shilla. Marching
band in love?
“Yel,
perjuangkan cinta lo! Lo pasti bisa mendapatkan Shilla. Keliatannya dia hatinya
mudah luluh kok.” Pemuda di sebelah Gabriel tersenyum sambil merangkul Gabriel.
“You can do it!”
“Tapi
Vin…”
“Lo
bisa! Dia yang terbaik daripada Zahra yang lo kejar-kejar. Inget! Zahra milik
Kak Dayat. Lo nggak boleh nyerah dong.” Potong Alvin pada ucapan yang akan
dilontarkan oleh Gabriel. Ya, walaupun Alvin 1 tahun lebih tua diatas Gabriel,
Alvin adalah sahabat terbaik Gabriel.
“Vin…”
panggil Gabriel pelan.
“Ya?
Ada yang salah sama ucapan gue?” tanya Alvin sambil tersenyum tipis.
“Thank’s”
jawab Gabriel sambil merangkul Alvin. “You’re my best friend. Cepat atau
lambat, gue akan berusaha ungkapin semuanya ke Shilla. Dan gue mau peringatin
satu hal ke…”
“Apaan”
potong Alvin dengan tampang yang mulai serius ingin tahu. “Is this about Rio? Your
enemy?”
“That’s
right!” jawab Gabriel mantap sambil menepuk pundak Alvin perlahan. “Lo harus
pintar! Jagain Ify dan jangan pernah lo nggak peduliin dia. Feeling gue
mengatakan kalo dia bakal jadi saingan berat lo buat mendapatkan Ify. Kalo lo
memang sayang sama Ify, lo jaga dia dengan baik.”
“Hah?”
“Good
luck, bro.” ucap Gabriel lalu pergi meninggalkan Alvin di kolam renang
apartemennya.
Jaga-dia-dengan-baik.
Apa maksud ucapan Gabriel menyuruh menjaga Ify dengan baik? Rio akan merebut
kekasihnya? Tidak mungkin! Alvin berpikir bahwa Rio menyukai Oik. Tapi… apa maksud
ucapan Gabriel? Alvin berpikir bahwa Gabriel yang akan merebut Ify dari
pelukannya. Tidak akan! Siapapun tidak boleh merebut Ify dari
pelukan Alvin.
“Ify…
kamu yang terindah yang paling aku sayang.”
***
“Bagaimana
kalo memang Kak Gabriel sama kak Debo suka sama aku?” pikir Shilla disepanjang
jalan yang ia lalui.
“Itu
sangat tidak mungkin, Shilla.” ucapnya lagi. “Kak Debo dan kak Gabriel baik cuma
karena kasian kan sama aku? Haha. Mustahil!”
Shilla
tersenyum tipis lalu melanjutkan perjalanannya lebih cepat dari sebelumnya. “Semoga…
apapun yang terjadi, aku bisa menemukan sosok pangeran pengganti masa lalu ku
yang kelabu. Riko, cowok brengsek!”
***
“Eh,
Debo.” suara gadis itu mengagetkan lamunan Debo di dalam sekretariat marching
band. “Kamu masih disini dari tadi?”
Debo
menoleh sesaat lalu mengalihkan kembali pandangannya ke arah televise. “Iya
nih, Fy. Tadi ada kecelakaan kecil diluar makanya aku masih disini. Kamu kenapa
kesini? Alvin mana?”
“Mati.”
Jawab Ify seadanya. “Kamu ada lihat Rio kesini?”
Debo
mematikan televisinya lalu mengernyit perlahan. Rio? Mengapa Ify bisa mencari
Rio? Untuk keperluan staff lapangan atau dalam hal lain? Bukannya Ify masih
berstatus sebagai pacar dari seorang Alvin Sindhunata?
“Kamu
kenapa?” tanya Ify yang kaget karena Debo sampai mematikan televisinya. “Am I
wrong?”
“Sekali
lagi aku tanya, Alvin mana?” tanya Debo lagi.
“Mati!”
Debo
berdiri dihadapan Ify. “Lo yang sopan! Gue udah baik ngomong lo jawab kayak
gini. Lo selingkuh?”
“Hah?”
“Lo
selingkuh?!” tanya Debo sekali lagi.
“Mm…mmm..maksud
lo?” Ify gelagapan. Sepertinya apa yang selama ini berusaha disembunyikan
sebentar lagi akan terbongkar.
Brakkk..
“Sayang,
maaf Rio tel…” Rio menutup mulutnya seketika.
“LO
BERDUA BODOH!”
***
“Thank’s,
Dek. Lo sempurna banget buat gue.” Riko mencium kening Sivia. “Tiap hari kayak
gini gue puas loh, Dek. Lo nggak munafik kayak mantan gue, Shilla.”
Sivia
tersentak ketika mendengar nama Shilla terlontar dari mulut kakaknya. Shilla? Ashilla
Tiara?
“Kenapa
Dek?” tanya Riko sambil mengelus pelan rambut Sivia.
Sivia
menjauh perlahan dari kakaknya. “A..ashilla Tiara?
“Yups!”
jawab Riko sambil menyunggingkan senyumannya. “Kenapa? Lo kenal mantan gue itu?”
Sivia
menggeleng perlahan. Tidak! Kakaknya tidak boleh berbuat jahat lagi terhadap
gadis sebaik Shilla. Bagaimanapun, Shilla tidak pernah jahat terhadap Sivia. Hanya
saja, Sivia yang terlalu jahat terhadap gadis itu. Entahlah… apa ia pantas
untuk dimaafkan atau tidak. Hanya Shilla yang pantas memutuskan untuk memaafkan
Sivia atau tidak.
“Kok
lo bisa tau nama mantan gue?” selidik Riko. Ia mencengkram kembali lengan
Sivia. “Gue tau semua tentang lo! Lo sembunyiin sesuatu dari gue, Dek?”
Sivia
menggeleng kembali. “Gue nggak kenal. Gue cuma pernah denger. Dia temen satu
ospek sama gue.”
“Oh…
dia kuliah di unwar.” Riko tertawa renyah. “Thank’s, Dek.”
Riko
mencium bibir Sivia dengan cepat lalu pergi meninggalkan Sivia.
“Gue
harus selamatin Shilla!” ucap Sivia sambil berusaha menghubungi Shilla.
***
“IFY
BRENGSEK!” Alvin membanting handphonenya seketika ke dalam kolam apartement
Gabriel. Hatinya terasa sakit. Bagaimana tidak? Ia mendengar kabar dari Debo
bahwa Ify selingkuh dengan Rio. Bahkan, sebelum Alvin dan Ify jadian. Sandiwara
yang pintar.
Alvin
menunggu Ify. Menunggu Ify menjelaskan semuanya! Air mata yang menetes sudah
tidak sanggup untuk merasakan kepedihan yang mendalam. Sejauh ini hubungan
mereka ternyata dibaliknya tersimpan perselingkuhan.
***
Aku
tahu ini semua tak adil
Aku
tahu ini sudah terjadi
Mau
bilang apa aku pun tak sanggup
Air
mata pun tak lagi mau menetes
“Vin… gue bisa jelasin!” bentak Ify dibalik air
matanya yang menetes. “Semua yang dibilang Debo itu nggak bener!”
“Mau jelasin apa lagi?! Cukup tau aku, Fy! Sakit!”
Alvin tak kalah kesalnya. Ia saat ini tidak tahu harus percaya dengan kekasihnya
atau temannya. Dimana kesetiaan? Dimana kasih sayang apa semua itu sudah tidak
bisa untuk dirasakan Alvin? Sebegitu jahatnya Alvin sehingga kebahagiaannya pun
direnggut oleh temannnya sendiri?
Alasannya
seringkali ku dengar
Alasannya
seringkali kau ucap
Kau
dengannya seakan ku tak tahu
Sandiwara
apa yang telah kau lakukan kepadaku
“VIN!” Ify berusaha memeluk kekasihnya itu. Jahat!
Ia terlalu jahat terhadap Alvin.
“Kenapa?!”
“Hah?” Ify mengernyit pelan setelah pelukannya
ditolak oleh Alvin. “Maksudnya?”
“KENAPA RIO? KENAPA HARUS DIA?” tanya Alvin
sambil mengguncangkan pelan tubuh Ify. Air matanya tidak sanggup lagi menetes. Semua
terasa sakit. Tidak ada gunanya untuk dilanjutkan lagi. “Kita putus…” lanjut
Alvin.
Jujurlah
sayang aku tak mengapa
Biar
semua jelas telah berbeda
Jika
nanti aku yang harus pergi
Ku
terima walau sakit hati
Ify berlutut dihadapan Alvin. Air matanya
terus-terusan menetes dengan berakhirnya ucapan Alvin. Sebegitu jahatnya
dirinya? Apa tidak ada maaf untuknya?
“Bangun lo!” bentak Alvin sambil menghapus air
matanya yang kembali menetes. “Sekarang lo puas! Lo bisa pacaran sama Rio
sesuka hati lo, Ify Alyssa!”
Ify menggeleng dengan cepat. Ia memegangi kaki
Alvin. “ Maafin aku, Vin. Aku salah. Aku yang bodoh udah sia-siain orang yang
udah sayang sama aku. Aku yang brengsek. Aku memang pantas kamu perlakuin kayak
gini. Tapi, tolong! Maafin aku!”
Alvin mendorong Ify. “Maaf?! Baru sekarang? In
your dream, girl!”
Alvin meninggalkan Ify. Meninggalkan semua rasa
sakitnya yang tersisa. Apa salah dan dosa yang dilakukan oleh Alvin? Mengapa Ify
sangat jahat terhadap dirinya? Kali ini, semua sudah berakhir. Alvin harus
membuka kembali lembaran baru. Melupakan semua yang pernah terjadi diantara
dirinya dan Ify.
“ALVIIINNNNNNNNNN!!!”
***
‘Just give me a reason. Just a little bit's enough. Just a second we're not broken just bent. And
we can learn to love again’
Handphone Shilla bordering. Ia mengambil handphone yang
disimpannya di dalam saku. Ia mengernyit pelan ketika melihat siapa orang yang
menelponnya. Untuk apa? Untuk apa Sivia menelpon Shilla? Sekedar meminta maaf
atau…
“Halo…” sahut Shilla. “Ada apa, Via?”
“Hati-hati sama, Riko. Dia itu jahat.” Suara diseberang sana
terdengar serak. Isak tangisanpun mulai terdengar.
“Hah?” Shilla terkejut. Riko? Bagaimana mungkin… “Lo kenal
Riko?”
Suara Sivia semakin terdengar samar. “L..lo.. j..auhin!”
Tut..tutt..tutt..
Shilla menjauhkan handphonenya lalu memasukkannya kembali ke
dalam tas. Hati-hati terhadap Riko? Untuk apa? Sebelum Sivia memperingati
Shilla, ia sudah mengetahui bagaimana buruknya mantannya itu. Alasan Sivia
mengikuti unitas untuk mencari sosok pengganti Riko! Shilla tidak ingin
dihadapkan kembali dengan orang-orang yang jahat.
“Thank’s, Vi. Kalo lo emang kenal sama Riko, lo yang harusnya
jaga diri lo.” Ucap Shilla sambil tersenyum tipis.
***
Alvin berdiri dihadapan pemuda yang sangat ia benci saat ini.
Emosinya telah mencapai ubun-ubun. Ia tidak bisa merasakan sakit hati ini
sendirian. Semua yang ada didekatnya, harus merasakan kepedihan yang dirasakan
oleh Alvin.
“Bangsat!” bentak Alvin ditengah emosinya. Tangannya mengepal
namun ia berusaha untuk sabar. “KENAPA IFY? KENAPA, YO?”
Pemuda yang teryata Rio itu hanya bisa menunduk. Ia tahu,
kesalahan fatalnya disini. Ia telah menghianati temannya sendiri. Memang! Rio memang
tidak dekat dengan Alvin. Tapi, Rio bisa merasakan sakit hati yang dirasakan
pemuda ini. Egois. Rio merasa dirinya terlalu egois karena telah merebut
kebahagiaan orang lain.
“Gue sayang sama dia, Yo!” air mata Alvin kembali menetes
dihadapan Rio. “Lo bisa liat air mata gue sekarang cuma buat nangisin dia. Lo sadar
kan kesalahan lo?”
“Maaf.” hanya itu. Hanya kata maaf yang sanggup untuk Rio
ucapkan. Ia harus melakukan apalagi untuk menebus kesalahannya? Harus memutuskan
hubungannya dengan Ify dan mengembalikan Ify pada Alvin? Terlambat! Rio sudah
terlambat untuk melakukan semua itu.
“Gue punya salah apa sama lo?” lirih Alvin pelan. Ia terlalu
sakit! Sakit merasakan kepahitan sendirian. Gabriel? Terlalu sibuk memikirkan
Shilla mungkin.
“Nggak.” Jawab Rio pelan. Ia masih tidak sanggup menatap
wajah Alvin. “Lo terlalu baik sama gue. Gue yang terlalu brengsek sama lo, Vin.
Maaf.”
Alvin hanya tersenyum sinis. Ia menghantam tembok yang ada di
hadapannya.
‘Bugh’
“Sakit, Yo! Sakit banget kalo lo rasain punya orang yang lo
sayang tapi ternyata selingkuh sama temennya sendiri!”
“BANGSAT…” lanjut Alvin.
Rio terhuyung. Alvin mendorong Rio kasar setelah ucapannya
berakhir. Ia cukup sakit. Sakit memiliki teman makan teman!
BERSAMBUNG…
Song by Republik-Sandiwara Cinta, P!nk-Just Give Me a Reason
Like and coment.. saran juga :) thank you ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar