Minggu, 28 Juli 2013

Marching Band in Love #4

TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa, Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music


Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you like this :)

I apologize if there are similarities places, names, etc. This just a fictional story and doesn’t correspond to reality. :)

ENJOY!

***

Kediaman Sivia Azizah.


Gadis itu. Ia terlalu rapuh untuk merasakan kesakitan hatinya sendirian. Kakak semata wayangnya tega-teganya melukai dirinya sendiri. Semua hanya karena menghubungi Shilla? Salahkah Sivia memperingati Shilla tentang bahaya kakaknya sendiri? Ia tahu! Semuanya akan berakibat fatal. Tapi, gadis sebaik Shilla tidak akan ia biarkan tersakiti oleh siapapun, termasuk kakaknya. Bagaimana orang tua mereka mendidik Riko? Riko begitu liar, begitu juga dengan Sivia yang seorang psikopat. Sivia harus berhati-hati. Penyakitnya! Bagaimanapun harus ia hilangkan.

“Adaawwww!” Sivia merintih. Ia memegangi kakinya yang sempat diinjak kasar oleh Riko.

“Hahaha!.” Suara tawa itu perlahan-lahan mendekati Sivia. Sivia memeluk lututnya lalu membenamkan wajahnya. Langkah itu semakin mendekat dan berkata, “Pecun pecun… lo udah nggak ada gunanya hidup. Adik macam apa lo? Lo nggak suka kalo kakak lo bahagia karena berhasil ngancurin Shilla?”

Sivia terdiam. Bagaimana? Bagaimana ia bisa menyetujui perkataan yang telah dilontarkan oleh kakaknya sendiri? Sivia tidak mau berurusan dengan hukum nantinya apabila kedoknya berhasil terbongkar! Semua diluar nalar manusia. Ia ingin menjadi orang yang baik dan melupakan masa lalunya yang kelabu. Masa lalu? Tapi, masa sekarang… Riko menghancurkan semuanya.

Riko mengernyit pelan lalu memeluk Sivia. Ia merasa gagal menjadi seorang kakak. Bukan ini yang diinginkan Riko! Bukan menghancurkan masa depan Sivia. Riko hanya ingin semuanya segera berakhir. Ia sangat tidak terima dengan perlakuan Shilla yang menolak ciuman pertamannya hanya karena nafsunya menjalar kemana-mana. Sejak saat itu, hancur… hidup Riko benar-benar hancur.

“Kak…” lirih Sivia pelan. Air matanya mulai menetes. “Kakak ubah diri kakak. Jangan menghancurkan harapan dan masa depan seorang perempuan. Karena karmanya kena ke adik kakak sendiri nantinya.”

Riko tersenyum sinis lalu mengendurkan pelukannya. “Berubah? Untuk apa aku berubah kalo yang peduli sama aku nggak ada, Vi? Selama ini aku udah baik kan? Kebaikanku nggak bisa buat Shilla hancur juga.”

“K..kenapa?” suara Sivia tertahan dibalik isak tangisnya. Hatinya rapuh. Rapuh melihat kakaknya yang terlalu jahat menyakiti martabat seorang perempuan.

“Kenapa?”

Sivia menghapus air matanya. Mencoba tersenyum. “Kenapa kakak ingin menghancurkan Shilla? Apa salah gadis sebaik Shilla terhadap kakak?”

Riko terkekeh. Ia mengingat kesalahan fatal yang telah dibuat Shilla dimasa lalu.

Flashback-

“Sayang…” suara manja gadis cantik itu mengagetkan lamunan Riko. Entah apa yang sedang dipikirkan pemuda itu. “Malam ini indah, ya.”

Riko mengangkat sebelah alisnya. Shilla lagi error ya? Pikirnya.        

“Aku nggak mau kehilangan kamu.” ucap Shilla yang semakin menggelayut manja didekat Riko. “Apapun yang terjadi, kamu tetap dihatiku selamanya Riko Anggara.”

Riko tersenyum. Ia mengangkat perlahan wajah Shilla. “Berjanji untuk tidak meninggalkan seorang Riko apapun yang terjadi?” pemuda itu akhirnya membuka suara lembutnya. “Pegang janjimu, sayang.”

“I promise.”

Riko mendekatkan wajahnya. Ia perlahan meremas dagu Shilla. “Please, jangan tolak semuanya. Kalo lo memang nggak mau kehilangan pacar lo ini.”

Shilla terdiam. Ia berusaha menjauhkan Riko dari hadapannya. Ciuman itu terjadi. First kiss Shilla untuk orang yang suatu saat akan mengisi hatinya. Tapi, mengapa ia merasa bahwa cinta yang dicari bukanlah Riko? Karena… nafsu Riko mulai menjalar kemana-mana seiring melihat dirinya yang hanya menggunakan gaun berwarna merah muda diatas lutut malam itu.

“Freak!” umpat Riko. “Kamu apa-apaan sih? Salah kalo aku menyentuh pacar aku sendiri? Aku suka sama desahanmu, nafsu.”

Shilla menjauhkan tangan Riko yang hendak menyentuh dadanya. Ia merutuki dirinya yang bodoh memakai gaun terlalu terbuka malam itu. Dan kenyataan pahit yang diterimanya… Riko brengsek!

“Ke..kenapa?” Riko tidak terima. Malam ini sepi. Apapun yang diinginkan Riko bisa saja terjadi.

“Brengsek!” Shilla mendengus kesal. “Lo adalah seorang cowok berumur 19 tahun yang paling brengsek yang pernah gue temuin!”

Riko tertawa keras. Ia perlahan semakin mendekati Shilla. Pelukan kasar ia lakukan, gadis ini melawan. “Pernah tidak merasakan sakitnya saat keperawanan direnggut oleh seorang cowok brengsek?”

Shilla tersentak. Great! Apalagi ini, Riko. Pikirnya. Pikirannya kacau. Ia berpikir bahwa sosok pemuda yang dihadapannya adalah pemuda yang akan membahagiakannya kelak. Namun, pupus sudah semua harapannya. Impian untuk bersama Riko sepertinya akan ditarik oleh Shilla.

“Kaget?” Riko mengelus rambut Shilla lalu mencium leher Shilla hingga meninggalkan noda merah. “Nikmatin malam ini, sayang. Dan lo nggak akan merasakan kesakitan.”

Shilla berontak. Ia perlahan mundur lalu menendang area sensitif milik Riko menggunakan high heelsnya. Kontan saja Riko melepaskan pelukannya dan mengerang kesakitan. ‘Kesempatan’ batin Shilla. Sebelum Riko tersadar dari kesakitannya, Shilla sudah menghilang dari hadapannya. Dan berharap… tidak menemukan sosok makhluk brengsek seperti Riko lagi.

“HAHAHAHA.” tawa Sivia meledak seketika saat Riko menghentikan cerita masa lalunya. “Shilla hebat ya? Terus lo bayar operasi berapa buat ngebenerin? Pasti sakit banget tuh!”

Sial! Riko mengumpat dalam hatinya. Adiknya sendiri menertawakan kisah masa lalunya yang menyedihkan. Riko berpikir apa yang dilakukannya adalah benar. Memangnya salah jika dirinya tidak ingin Shilla jatuh ketangan orang lain?

“Sumpah ya, kak…” ucapan Sivia tertahan, lalu ia melanjutkan. “KAKAK EMANG BRENGSEK!”

Riko kaget. Ia melotot ketika Sivia mengatakan dirinya brengsek. “Lo bilang gue brengsek? Seberapa besar nyali lo… pecun?”

Sindiran Riko menusuk hati Sivia. Pecun? Begitu rendahkah dirinya sekarang? Tidak adakah orang yang bisa menyayanginya saat ini? Riko, kakaknya ia pikir bisa sayang pada dirinya. Namun, Riko sama saja seperti kedua orang tuanya yang sudah bercerai. Sama-sama tidak sayang pada dirinya!

“Jangan pernah macem-macem sama seorang Riko Anggara. Ini belum seberapa dengan rasa sakit yang gue pendam selama setahun.” Ucap Riko lalu pergi meninggalkan Sivia yang masih sedikit syok.

“Tidak adakah orang yang sayang sama aku?” lirih Sivia pelan lalu memeluk lututnya.


***

Dear Diary,

Aku tidak pernah tahu mengapa cinta hadir hanya untuk memberikan kesakitan dan kepahitan cinta. Aku tidak mengerti mengapa cinta hanya indah di awal tapi selalu menyakitkan di akhir.
Tuhan, salahkan gadis sepertiku mempunyai perasaan seperti ini terhadap dua orang yang baru aku kenal? Salahkah aku memendam perasaanku secara diam-diam? Atau… salah aku berharap mereka membalas perasaanku? Entah. Aku masih bingung perasaan yang aku rasakan.
Aku takut… terlalu takut untuk mengulang kembali yang namanya cinta. Kepahitan masa lalu membuatku sangat takut untuk kembali mengenal cinta. Sebenarnya… kenapa hidupku tidak bisa merasakan kebahagiaan? Apa yang harus aku lakukan?
Aku takut. Takut untuk merasakan kepahitan cinta lagi. Tapi… jika seseorang berhasil membuatku tidak takut lagi akan masa lalu, aku berjanji! Aku berjanji akan mencintainya setulus hatiku. Apapun yang terjadi… asalkan tidak memiliki perilaku minus seperti RIKO ANGGARA!

Regards,
Ashilla Tiara

‘Semoga saja latihan perdana besok tidak terlalu membosankan.’ batin Shilla sambil tersenyum tipis. Ia berharap Sivia tidak mengacaukan latihan perdana untuk calon anggota baru marching band. Walaupun pada akhirnya ia terpilih memegang Percussion in Tones atau yang biasa disebut pit instrument.

***

“LO ATAU GUE YANG MUNDUR DARI MARCHING BAND?” suara itu menggelegar disebuah apartement. Kejadian itu terjadi disiang hari, tepatnya di apartement milik Gabriel. Suara yang berat namun lebih terkesan lembut itu mendadak emosi menghadapi sosok makhluk hidup yang sedang berdiri dihadapannya. Ia… terlalu sakit!

“Untuk apa Vin? Untuk apa menghindar dari kenyataan?” suara khas pemuda dihadapan Alvin melemah. Disinilah letak kesalahannya. Salah karena telah merebut Ify dari temannya sendiri. Egois. Rio terlihat egois terhadap Alvin.

Alvin berusaha sabar. Namun, lama-lama orang kesabarannya akan bisa habis, bukan? Siapa yang kuat di sakiti? Dan juga dikhianati? “Gue tanya… apa lo mikirin perasaan gue saat lo memutuskan buat selingkuh sama Ify? Lo nggak tau seberapa frustasinya gue, Yo?”

“Gue tau…” lirih Rio pelan. “Dan lo apa tau seberapa gue mempertahankan sakit hati gue? Nunggu Ify selama 4 tahun itu nggak mudah! Gue kenal dia jauh sebelum lo kenal dia. Gue bertahan, tapi… dia berpaling. Gue? Gue cuma selingkuhannya dia yang nggak berguna!”

“Hah?”

Rio melanjutkan ceritanya. “Dia selalu membanggakan Alvin Sindhunata. Selalu membandingkan diri lo sama gue. Dia selalu menomorsatukan elo, Vin! Gue sakit… 4 tahun gue nunggu dia…” suara Rio bergetar. Tak terasa butiran kristal jatuh membasahi pipinya. Tetesan itu… pertama kalinya jatuh untuk seorang gadis yang sangat disayanginya.

“Stop, Yo!” Alvin memeluk Rio. Sekarang ia mengerti siapa yang lebih menderita dibanding dirinya. Alvin memang sayang dan juga cinta pada Ify. Tapi… bagaimana dengan Rio? 4 tahun bukanlah waktu yang cepat. 4 tahun adalah waktu yang lama bagi seorang Rio menantikan balasan cinta dari seorang Ify Alyssa. Namun… kepahitan inikah yang harus diterima oleh Rio?

“Sakit, Vin! 4 tahun itu lama. Selama itu aku bertahan. Tapi… apa balasannya?” Rio tersenyum tipis lalu perlahan pelukannya mengendur. “Kalo dengan kepergian gue… apa lo bisa bahagiain Ify? Sejujurnya… Ify sayang banget sama lo, Vin.”

Alvin tersenyum sinis. “Semua telah berakhir. Tiada gunanya untuk diulang kembali. Ini keputusan gue. Mungkin… lo yang pantes buat Ify. Lo kejar dia kalo memang lo sayang sama dia. Jangan lari dari kenyataan! Cuma pengecut yang bisanya lari dari kenyataan.”

“Gue nggak pengecut!” Rio serasa tidak terima dengan ucapan Alvin. “Gue akan buat lo nyesel atas semua ucapan lo. Apa yang udah lo ucapin, jangan harap bisa ditarik kembali.”

“Emang lo bisa apa?” ledek Alvin lalu menoyor kepala Rio sambil tersenyum tipis. “Silahkan, kalo lo memang sayang sama dia, lo kejar walau sampai ke ujung dunia. Sebelum lo ngerasain kesakitan untuk kedua kalinya karena dia jatuh kepelukan orang lain. Mungkin… Debo.”

Rio terdiam. Debo?! Pikirnya. Ia menyumpahkan Debo kalau sampai Ify jatuh kepelukan makhluk hidup seperti itu. Rio mengetahui segala keburukan yang dulu sempat dilakukan oleh Debo. Namun, karena ia menghargai Debo, jadi tidak mungkin menceritakan semua keburukan temannya sendiri kepada orang lain. Memangnya… salah apabila dirinya mencintai Ify? Ify itu cantik dan ia selalu taat beragama. Siapa laki-laki yang tidak tertarik dengan gadis seperti Ify?

“Hello… are you there, Yo?” Alvin mengibaskan tangannya di wajah Rio lalu tersenyum jahil. “ Debo itu auranya bisa memikat semua gadis-gadis kampus, lho. Gimana ya kalo Ify sampai jatuh juga ke pelukan dia? Pasti Ify bisa jadi pacar terlamanya Debo kalo sampai terjadi. Secara… mantannya Debo yang paling cantik cuma…”

“STOP!” bentak Rio. Ia tidak mau mendengar lagi celotehan lanjutan Alvin mengenai Debo. Rivalnya? Mungkin. Kalau sampai ketahuan Debo memang mengincar Ify. “Gue nggak akan biarin Ify ke pelukan orang lain kalo lo emang udah ngelepasin Ify. Lo udah ikhlas?”

Alvin yang sedaritadi meledak tawanya seketika terdiam ketika mendengar ucapan Rio. Ikhlas? Sampai kapanpun… Alvin tidak akan ikhlas. Ia juga sakit! Bukan hanya Rio yang merasa sakit hati karena Ify. Bagaimanapun, Alvin terlanjur menyayangi gadis itu. Gadis yang selalu manja setiap bertemu dengannya. Yang malu-malu ketika melakukan first kissnya. Tapi… apa itu memang first kiss?

“Seumur-umur gue nungguin Ify, sampai gue selingkuh, gue nggak pernah tega buat nyentuh dia. Gue juga nggak pernah sama sekali berniat untuk menyakiti Ify. Ify terlalu rapuh. Ia tidak akan pernah memaafkan siapapun yang tega menyakiti dirinya.”

Alvin mengangkat sebelah alisnya lalu menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Berarti… Ify memang first kiss hanya untuk gue? Gue masih sayang sama dia, Yo. Bahkan, gue nggak pernah sama sekali berniat buat ninggalin dia. Tapi, apa gue sanggup disamping dia kalo masih terbayang dengan perselingkuhan kalian?”

“Hmm…” Rio tertunduk lesu. “Lo pernah denger tentang cinta tak harus memiliki dan cinta yang harus mengikhlaskan?”

Alvin berpikir sejenak sambil mengangkat bibirnya pelan. “Pernah… disaat kita harus merelakan pergi dan tidak harus memiliki. Disaat kita berusaha untuk menyayangi tanpa mengharapkan suatu balasan. Dan…” Alvin menghela nafasnya lalu melanjutkan, “Disaat harus merelakan orang yang disayang bersama orang lain yang mungkin lebih bisa membahagiakannya.”

Rio tersenyum. “Vin… Thank’s.”

“Buat?”

“Segalanya…”

“Anytime.” ucap Alvin lalu pergi dari hadapan Rio. Cukup. Ia tidak mau membohongi dirinya lagi. Alvin tidak bisa melihat Rio mendekati Ify. Rasa sayangnya terhadap Ify terlalu dalam. Tapi… apa yang sudah diucapkan memang tidak bisa untuk ditarik, bukan?

***

“KAK IFY!!!” teriakan itu terdengar histeris ketika melihat sosok kakaknya yang terus-terusan membuang tissue didalam rumahnya. Entah sudah berapa lembar tissue yang habis karena menangisi kepergian Alvin. Ify tidak peduli! Ia ingin Alvin untuk saat ini. Tapi… semuanya tidak mungkin terjadi lagi. Bahkan, untuk melihat saja, Alvin merasa sangat malas.

“Rumah jadi kotor, kak!” tambah Deva dengan nada yang sangat protes. Jujur, ia baru pertama kalinya melihat kakaknya serapuh ini.

“A..a..l..al..al…vin..n…” lirih Ify pelan dibalik isak tangisnya. Mata indahnya perlahan-lahan membengkak dan menyipit karena terlalu lama menangisi Alvin. Ia tidak terima. Biasanya, ia yang mengakhiri sebuah hubungan. Tapi sekarang? Alvin?

“Kak, stooopppp!” Deva menutup telinganya. Adik semata wayang Ify itu tidak kuat terus-terusan mendengar isak tangis kakaknya. Ia sendiri kewalahan menangani kakaknya yang seperti ini. Siapa Alvin? Siapa? Itulah yang ada dibenak Deva saat ini.

“Panggilin Alvin, Dev! Alvin!” Ify kembali mengambil selembar tissue. Kering sudah air matanya kini. Tidak sanggup lagi untuk mengeluarkan air mata. “Panggil Alvin atau Rio. Siapapun! Asalkan jangan elo, Dev. Gue butuh seseorang saat ini.”

Deva mengerti. Kakaknya hanya butuh ketenangan dari orang lain dan bukan dirinya. Salah satu teman kampus Ify yang dikenal oleh Deva hanyalah Debo. Ia sama sekali tidak mengenal sosok yang bernama Alvin maupun Rio. Deva meraih ponselnya lalu menghubungi Debo. Berharap ialah malaikat yang bisa menenangkan Ify saat ini.

“Halo, Kak Debo, iya, bisa kerumah? Sekarang. Tenangin kak Ify. Dia nyebut-nyebut nama Alvin sama Rio. Tolong Deva, Kak. Oke, ditunggu.”

Tuutt…tutt..

Deva mengakhiri teleponnya. 15 menit kemudian sosok yang diharapkan untuk datang akhirnya muncul juga. Deva tersenyum lalu mempersilahkan Debo untuk memasuki kamar Ify.

“Puas?”

Debo terkejut. Puas? Puas untuk apa? Pikirnya. Ia tidak mengerti kenapa Ify bisa menjadi seperti ini. Apa mungkin ini karma yang diterima Ify karena menyakiti orang yang menyayanginya?

“Puas buat hidup gue sekarang hancur?” tanya Ify sekali lagi. Ify tersenyum tipis lalu berdiri di hadapan Debo. “Elo… lo tega!”

Debo perlahan mendekati gadis yang sedang rapuh itu. Ia merengkuh perlahan dan mengelus puncak kepalanya. “Aku nggak pernah jahat. Tapi, takdir dan kamu yang buat kejahatan itu sendiri terjadi. Bukan karena aku.”

Ify terdiam. Ia menyandarkan kepalanya di dada Debo. Ia tahu, dirinya memang salah. Dan semua ini memang pantas untuk ia terima. Tapi… bukan berarti hidupnya harus berakhir dengan cintanya yang sudah berakhir kan?

“Kamu bisa.” Debo mempererat pelukannya. “Kamu bisa ulang semuanya. Hidup kamu nggak akan pernah berakhir sampai disini, Ify. Kamu masih punya orang lain yang sayang sama kamu.”

“Siapa?”

“Mungkin… Rio.” jawab Debo sambil tersenyum tipis. “Atau mungkin…”

“Elo?” potong Ify. Ia melepaskan pelukan Debo. “Lo juga salah satunya kan?”

Debo menggeleng. Tangannya mengelus lembut puncak kepala Ify. “Not yet. Maybe, someday…”

Ify tersenyum tipis. “Mungkin… cuma Rio.”

“Aku pulang yah! Kamu udah lebih baik sekarang. Tugasku udah selesai.” Pamit Debo. Ify mengangguk lalu mempersilahkan Debo untuk pulang. Yah, hatinya lebih baik sekarang berkat Debo.

***

Keesokan harinya

“Ini adalah latihan perdana kalian. Gunakan dan jalankan sebaik mungkin. Semoga kalian bisa tetap bertahan disini apapun yang terjadi.” suara ketua unitas marching band Universitas Warmadewa itu membuka latihan perdana hari ini. Semua calon anggota baru telah berkumpul termasuk Sivia dan Shilla. Nampaknya, memang ada yang kurang dalam jumlah senior marching band.

Rio… sosok itu menghilang. Ia tidak hadir saat latihan perdana. Entah apa yang sebenarnya ia pikirkan sehingga tidak sempat untuk datang. Padahal, ia berstatus staff lapangan dalam divisi brass. Dan sekarang diambil alih oleh Zahra, asisten staff lapangan brass. Zahra memang terlihat sangat keras dan tegas dalam melatih calon anggota baru. Namun, demi menciptakan anggota-anggota terbaik, ia memang harus seperti itu.

Semua calon anggota mulai menyebar dan mencari divisi mereka masing-masing. Termasuk Shilla dan Sivia yang menyebar ke divisi colour guard dan percussion. Walaupun ini latihan perdana, tetap saja Shilla merasa tidak memiliki bakat dalam mengikuti marching band. Ia belum siap mental.

***

            “Do..re..mi..fa..sol..fa..mi..re..do..” suara Dayat mulai terdengar melatih divisi percussion-pit instrument. “Pukul perlahan alatnya, setiap ketukan nada kalian ganti tangan kanan kiri kanan kiri.”

            Shilla mendentingkan alatnya pelan mengiringi pukulan battery dalam divisi percussion. Battery terdiri dari alat-alat percussion, yaitu snare-drum, multi-tom dan bass-drum. Dentingan lembut dan nyaring itu terdengar jelas dari pukulan alat Shila. Ia Nampak menikmati alunan nada do re mi yang dimainkannya.

            “Lanjutin sekarang. Do.. re.. mi.. fa.. sol.. fa.. mi.. re.. do.. terus balik lagi dan ditambah nada do.. re.. mi.. fa.. sol.. la.. si.. do.. re.. do.. si .. la.. sol.. fa.. mi.. re.. do.” Dayat menambahkan kembali nada pemanasan pada latihan perdana Shilla dan calon anggota yang lainnya. “Dalam waktu 5 menit sudah harus menguasai ya!”

            Sial! Shilla mengumpat dalam hati. Bagaimana mungkin ia menghafal not dalam waktu 5 menit dan memainkannya secara halus? Shilla masih belum berbakat dalam memainkan pit. Tapi… mengapa ia bisa masuk dalam divisi percussion?


BERSAMBUNG…

NB: COMENT BAGIAN FAVORIT KALIAN. KOMENTAR KALIAN SANGAT DIBUTUHKAN DEMI KELANCARAN CERITA INI. KOMENTAR JUGA COUPLE FAVORIT KALIAN DAN SAYA AKAN BERUSAHA MEMPERTAHANKANNYA. MOHON PARTISIPASINYA ^^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar