TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita
Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa,
Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music
Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you
like this :)
I apologize if there are
similarities places, names, etc. This just a fictional story and doesn’t
correspond to reality. :)
ENJOY!
***
Kediaman
Sivia Azizah.
Gadis itu. Ia
terlalu rapuh untuk merasakan kesakitan hatinya sendirian. Kakak semata
wayangnya tega-teganya melukai dirinya sendiri. Semua hanya karena menghubungi
Shilla? Salahkah Sivia memperingati Shilla tentang bahaya kakaknya sendiri? Ia
tahu! Semuanya akan berakibat fatal. Tapi, gadis sebaik Shilla tidak akan ia
biarkan tersakiti oleh siapapun, termasuk kakaknya. Bagaimana orang tua mereka
mendidik Riko? Riko begitu liar, begitu juga dengan Sivia yang seorang
psikopat. Sivia harus berhati-hati. Penyakitnya! Bagaimanapun harus ia
hilangkan.
“Adaawwww!”
Sivia merintih. Ia memegangi kakinya yang sempat diinjak kasar oleh Riko.
“Hahaha!.” Suara
tawa itu perlahan-lahan mendekati Sivia. Sivia memeluk lututnya lalu
membenamkan wajahnya. Langkah itu semakin mendekat dan berkata, “Pecun pecun…
lo udah nggak ada gunanya hidup. Adik macam apa lo? Lo nggak suka kalo kakak lo
bahagia karena berhasil ngancurin Shilla?”
Sivia terdiam.
Bagaimana? Bagaimana ia bisa menyetujui perkataan yang telah dilontarkan oleh
kakaknya sendiri? Sivia tidak mau berurusan dengan hukum nantinya apabila kedoknya
berhasil terbongkar! Semua diluar nalar manusia. Ia ingin menjadi orang yang
baik dan melupakan masa lalunya yang kelabu. Masa lalu? Tapi, masa sekarang…
Riko menghancurkan semuanya.
Riko mengernyit
pelan lalu memeluk Sivia. Ia merasa gagal menjadi seorang kakak. Bukan ini yang
diinginkan Riko! Bukan menghancurkan masa depan Sivia. Riko hanya ingin
semuanya segera berakhir. Ia sangat tidak terima dengan perlakuan Shilla yang
menolak ciuman pertamannya hanya karena nafsunya menjalar kemana-mana. Sejak
saat itu, hancur… hidup Riko benar-benar hancur.
“Kak…” lirih
Sivia pelan. Air matanya mulai menetes. “Kakak ubah diri kakak. Jangan
menghancurkan harapan dan masa depan seorang perempuan. Karena karmanya kena ke
adik kakak sendiri nantinya.”
Riko tersenyum
sinis lalu mengendurkan pelukannya. “Berubah? Untuk apa aku berubah kalo yang
peduli sama aku nggak ada, Vi? Selama ini aku udah baik kan? Kebaikanku nggak
bisa buat Shilla hancur juga.”
“K..kenapa?”
suara Sivia tertahan dibalik isak tangisnya. Hatinya rapuh. Rapuh melihat
kakaknya yang terlalu jahat menyakiti martabat seorang perempuan.
“Kenapa?”
Sivia menghapus
air matanya. Mencoba tersenyum. “Kenapa kakak ingin menghancurkan Shilla? Apa
salah gadis sebaik Shilla terhadap kakak?”
Riko terkekeh. Ia
mengingat kesalahan fatal yang telah dibuat Shilla dimasa lalu.
Flashback-
“Sayang…” suara manja gadis cantik itu mengagetkan
lamunan Riko. Entah apa yang sedang dipikirkan pemuda itu. “Malam ini indah,
ya.”
Riko mengangkat
sebelah alisnya. Shilla lagi error ya? Pikirnya.
“Aku nggak mau kehilangan kamu.” ucap Shilla yang
semakin menggelayut manja didekat Riko. “Apapun yang terjadi, kamu tetap
dihatiku selamanya Riko Anggara.”
Riko tersenyum. Ia mengangkat perlahan wajah Shilla.
“Berjanji untuk tidak meninggalkan seorang Riko apapun yang terjadi?” pemuda
itu akhirnya membuka suara lembutnya. “Pegang janjimu, sayang.”
“I promise.”
Riko mendekatkan wajahnya. Ia perlahan meremas dagu
Shilla. “Please, jangan tolak semuanya. Kalo lo memang nggak mau kehilangan
pacar lo ini.”
Shilla terdiam. Ia berusaha menjauhkan Riko dari
hadapannya. Ciuman itu terjadi. First kiss Shilla untuk orang yang suatu saat
akan mengisi hatinya. Tapi, mengapa ia merasa bahwa cinta yang dicari bukanlah
Riko? Karena… nafsu Riko mulai menjalar kemana-mana seiring melihat dirinya
yang hanya menggunakan gaun berwarna merah muda diatas lutut malam itu.
“Freak!” umpat Riko. “Kamu apa-apaan sih? Salah kalo
aku menyentuh pacar aku sendiri? Aku suka sama desahanmu, nafsu.”
Shilla menjauhkan tangan Riko yang hendak menyentuh
dadanya. Ia merutuki dirinya yang bodoh memakai gaun terlalu terbuka malam itu.
Dan kenyataan pahit yang diterimanya… Riko brengsek!
“Ke..kenapa?” Riko tidak terima. Malam ini sepi.
Apapun yang diinginkan Riko bisa saja terjadi.
“Brengsek!” Shilla mendengus kesal. “Lo adalah
seorang cowok berumur 19 tahun yang paling brengsek yang pernah gue temuin!”
Riko tertawa keras. Ia perlahan semakin mendekati
Shilla. Pelukan kasar ia lakukan, gadis ini melawan. “Pernah tidak merasakan
sakitnya saat keperawanan direnggut oleh seorang cowok brengsek?”
Shilla tersentak. Great! Apalagi ini, Riko.
Pikirnya. Pikirannya kacau. Ia berpikir bahwa sosok pemuda yang dihadapannya
adalah pemuda yang akan membahagiakannya kelak. Namun, pupus sudah semua
harapannya. Impian untuk bersama Riko sepertinya akan ditarik oleh Shilla.
“Kaget?” Riko mengelus rambut Shilla lalu mencium
leher Shilla hingga meninggalkan noda merah. “Nikmatin malam ini, sayang. Dan
lo nggak akan merasakan kesakitan.”
Shilla berontak. Ia perlahan mundur lalu menendang
area sensitif milik Riko menggunakan high heelsnya. Kontan saja Riko melepaskan
pelukannya dan mengerang kesakitan. ‘Kesempatan’ batin Shilla. Sebelum Riko
tersadar dari kesakitannya, Shilla sudah menghilang dari hadapannya. Dan
berharap… tidak menemukan sosok makhluk brengsek seperti Riko lagi.
“HAHAHAHA.” tawa
Sivia meledak seketika saat Riko menghentikan cerita masa lalunya. “Shilla
hebat ya? Terus lo bayar operasi berapa buat ngebenerin? Pasti sakit banget
tuh!”
Sial! Riko mengumpat dalam hatinya. Adiknya
sendiri menertawakan kisah masa lalunya yang menyedihkan. Riko berpikir apa
yang dilakukannya adalah benar. Memangnya salah jika dirinya tidak ingin Shilla
jatuh ketangan orang lain?
“Sumpah ya, kak…”
ucapan Sivia tertahan, lalu ia melanjutkan. “KAKAK EMANG BRENGSEK!”
Riko kaget. Ia
melotot ketika Sivia mengatakan dirinya brengsek. “Lo bilang gue brengsek?
Seberapa besar nyali lo… pecun?”
Sindiran Riko
menusuk hati Sivia. Pecun? Begitu rendahkah dirinya sekarang? Tidak adakah
orang yang bisa menyayanginya saat ini? Riko, kakaknya ia pikir bisa sayang
pada dirinya. Namun, Riko sama saja seperti kedua orang tuanya yang sudah
bercerai. Sama-sama tidak sayang pada dirinya!
“Jangan pernah
macem-macem sama seorang Riko Anggara. Ini belum seberapa dengan rasa sakit
yang gue pendam selama setahun.” Ucap Riko lalu pergi meninggalkan Sivia yang
masih sedikit syok.
“Tidak adakah
orang yang sayang sama aku?” lirih Sivia pelan lalu memeluk lututnya.
***
Dear Diary,
Aku tidak pernah tahu mengapa cinta hadir hanya
untuk memberikan kesakitan dan kepahitan cinta. Aku tidak mengerti mengapa
cinta hanya indah di awal tapi selalu menyakitkan di akhir.
Tuhan, salahkan gadis sepertiku mempunyai perasaan
seperti ini terhadap dua orang yang baru aku kenal? Salahkah aku memendam
perasaanku secara diam-diam? Atau… salah aku berharap mereka membalas
perasaanku? Entah. Aku masih bingung perasaan yang aku rasakan.
Aku takut… terlalu takut untuk mengulang kembali
yang namanya cinta. Kepahitan masa lalu membuatku sangat takut untuk kembali
mengenal cinta. Sebenarnya… kenapa hidupku tidak bisa merasakan kebahagiaan? Apa
yang harus aku lakukan?
Aku takut. Takut untuk merasakan kepahitan cinta
lagi. Tapi… jika seseorang berhasil membuatku tidak takut lagi akan masa lalu,
aku berjanji! Aku berjanji akan mencintainya setulus hatiku. Apapun yang
terjadi… asalkan tidak memiliki perilaku minus seperti RIKO ANGGARA!
Regards,
Ashilla Tiara
‘Semoga saja
latihan perdana besok tidak terlalu membosankan.’ batin Shilla sambil tersenyum
tipis. Ia berharap Sivia tidak mengacaukan latihan perdana untuk calon anggota
baru marching band. Walaupun pada akhirnya ia terpilih memegang Percussion in Tones atau yang biasa
disebut pit instrument.
***
“LO ATAU GUE
YANG MUNDUR DARI MARCHING BAND?” suara itu menggelegar disebuah apartement. Kejadian
itu terjadi disiang hari, tepatnya di apartement milik Gabriel. Suara yang
berat namun lebih terkesan lembut itu mendadak emosi menghadapi sosok makhluk
hidup yang sedang berdiri dihadapannya. Ia… terlalu sakit!
“Untuk apa Vin? Untuk
apa menghindar dari kenyataan?” suara khas pemuda dihadapan Alvin melemah. Disinilah
letak kesalahannya. Salah karena telah merebut Ify dari temannya sendiri. Egois.
Rio terlihat egois terhadap Alvin.
Alvin berusaha
sabar. Namun, lama-lama orang kesabarannya akan bisa habis, bukan? Siapa yang
kuat di sakiti? Dan juga dikhianati? “Gue tanya… apa lo mikirin perasaan gue
saat lo memutuskan buat selingkuh sama Ify? Lo nggak tau seberapa frustasinya
gue, Yo?”
“Gue tau…” lirih
Rio pelan. “Dan lo apa tau seberapa gue mempertahankan sakit hati gue? Nunggu Ify
selama 4 tahun itu nggak mudah! Gue kenal dia jauh sebelum lo kenal dia. Gue bertahan,
tapi… dia berpaling. Gue? Gue cuma selingkuhannya dia yang nggak berguna!”
“Hah?”
Rio melanjutkan
ceritanya. “Dia selalu membanggakan Alvin Sindhunata. Selalu membandingkan diri
lo sama gue. Dia selalu menomorsatukan elo, Vin! Gue sakit… 4 tahun gue nunggu
dia…” suara Rio bergetar. Tak terasa butiran kristal jatuh membasahi pipinya. Tetesan
itu… pertama kalinya jatuh untuk seorang gadis yang sangat disayanginya.
“Stop, Yo!”
Alvin memeluk Rio. Sekarang ia mengerti siapa yang lebih menderita dibanding
dirinya. Alvin memang sayang dan juga cinta pada Ify. Tapi… bagaimana dengan
Rio? 4 tahun bukanlah waktu yang cepat. 4 tahun adalah waktu yang lama bagi
seorang Rio menantikan balasan cinta dari seorang Ify Alyssa. Namun… kepahitan
inikah yang harus diterima oleh Rio?
“Sakit, Vin! 4
tahun itu lama. Selama itu aku bertahan. Tapi… apa balasannya?” Rio tersenyum
tipis lalu perlahan pelukannya mengendur. “Kalo dengan kepergian gue… apa lo
bisa bahagiain Ify? Sejujurnya… Ify sayang banget sama lo, Vin.”
Alvin tersenyum
sinis. “Semua telah berakhir. Tiada gunanya untuk diulang kembali. Ini keputusan
gue. Mungkin… lo yang pantes buat Ify. Lo kejar dia kalo memang lo sayang sama
dia. Jangan lari dari kenyataan! Cuma pengecut yang bisanya lari dari
kenyataan.”
“Gue nggak
pengecut!” Rio serasa tidak terima dengan ucapan Alvin. “Gue akan buat lo
nyesel atas semua ucapan lo. Apa yang udah lo ucapin, jangan harap bisa ditarik
kembali.”
“Emang lo bisa apa?”
ledek Alvin lalu menoyor kepala Rio sambil tersenyum tipis. “Silahkan, kalo lo
memang sayang sama dia, lo kejar walau sampai ke ujung dunia. Sebelum lo
ngerasain kesakitan untuk kedua kalinya karena dia jatuh kepelukan orang lain. Mungkin…
Debo.”
Rio terdiam. Debo?! Pikirnya. Ia menyumpahkan Debo
kalau sampai Ify jatuh kepelukan makhluk hidup seperti itu. Rio mengetahui
segala keburukan yang dulu sempat dilakukan oleh Debo. Namun, karena ia
menghargai Debo, jadi tidak mungkin menceritakan semua keburukan temannya
sendiri kepada orang lain. Memangnya… salah apabila dirinya mencintai Ify? Ify itu
cantik dan ia selalu taat beragama. Siapa laki-laki yang tidak tertarik dengan
gadis seperti Ify?
“Hello… are you
there, Yo?” Alvin mengibaskan tangannya di wajah Rio lalu tersenyum jahil. “
Debo itu auranya bisa memikat semua gadis-gadis kampus, lho. Gimana ya kalo Ify
sampai jatuh juga ke pelukan dia? Pasti Ify bisa jadi pacar terlamanya Debo
kalo sampai terjadi. Secara… mantannya Debo yang paling cantik cuma…”
“STOP!” bentak Rio.
Ia tidak mau mendengar lagi celotehan lanjutan Alvin mengenai Debo. Rivalnya? Mungkin.
Kalau sampai ketahuan Debo memang mengincar Ify. “Gue nggak akan biarin Ify ke
pelukan orang lain kalo lo emang udah ngelepasin Ify. Lo udah ikhlas?”
Alvin yang
sedaritadi meledak tawanya seketika terdiam ketika mendengar ucapan Rio. Ikhlas?
Sampai kapanpun… Alvin tidak akan ikhlas. Ia juga sakit! Bukan hanya Rio yang
merasa sakit hati karena Ify. Bagaimanapun, Alvin terlanjur menyayangi gadis
itu. Gadis yang selalu manja setiap bertemu dengannya. Yang malu-malu ketika
melakukan first kissnya. Tapi… apa itu memang first kiss?
“Seumur-umur gue
nungguin Ify, sampai gue selingkuh, gue nggak pernah tega buat nyentuh dia. Gue
juga nggak pernah sama sekali berniat untuk menyakiti Ify. Ify terlalu rapuh. Ia
tidak akan pernah memaafkan siapapun yang tega menyakiti dirinya.”
Alvin mengangkat
sebelah alisnya lalu menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Berarti…
Ify memang first kiss hanya untuk gue? Gue masih sayang sama dia, Yo. Bahkan,
gue nggak pernah sama sekali berniat buat ninggalin dia. Tapi, apa gue sanggup
disamping dia kalo masih terbayang dengan perselingkuhan kalian?”
“Hmm…” Rio
tertunduk lesu. “Lo pernah denger tentang cinta tak harus memiliki dan cinta
yang harus mengikhlaskan?”
Alvin berpikir
sejenak sambil mengangkat bibirnya pelan. “Pernah… disaat kita harus merelakan
pergi dan tidak harus memiliki. Disaat kita berusaha untuk menyayangi tanpa
mengharapkan suatu balasan. Dan…” Alvin menghela nafasnya lalu melanjutkan, “Disaat
harus merelakan orang yang disayang bersama orang lain yang mungkin lebih bisa
membahagiakannya.”
Rio tersenyum. “Vin…
Thank’s.”
“Buat?”
“Segalanya…”
“Anytime.” ucap
Alvin lalu pergi dari hadapan Rio. Cukup. Ia tidak mau membohongi dirinya lagi.
Alvin tidak bisa melihat Rio mendekati Ify. Rasa sayangnya terhadap Ify terlalu
dalam. Tapi… apa yang sudah diucapkan memang tidak bisa untuk ditarik, bukan?
***
“KAK IFY!!!”
teriakan itu terdengar histeris ketika melihat sosok kakaknya yang
terus-terusan membuang tissue didalam rumahnya. Entah sudah berapa lembar
tissue yang habis karena menangisi kepergian Alvin. Ify tidak peduli! Ia ingin
Alvin untuk saat ini. Tapi… semuanya tidak mungkin terjadi lagi. Bahkan, untuk
melihat saja, Alvin merasa sangat malas.
“Rumah jadi
kotor, kak!” tambah Deva dengan nada yang sangat protes. Jujur, ia baru pertama
kalinya melihat kakaknya serapuh ini.
“A..a..l..al..al…vin..n…”
lirih Ify pelan dibalik isak tangisnya. Mata indahnya perlahan-lahan membengkak
dan menyipit karena terlalu lama menangisi Alvin. Ia tidak terima. Biasanya, ia
yang mengakhiri sebuah hubungan. Tapi sekarang? Alvin?
“Kak, stooopppp!”
Deva menutup telinganya. Adik semata wayang Ify itu tidak kuat terus-terusan
mendengar isak tangis kakaknya. Ia sendiri kewalahan menangani kakaknya yang
seperti ini. Siapa Alvin? Siapa? Itulah yang ada dibenak Deva saat ini.
“Panggilin
Alvin, Dev! Alvin!” Ify kembali mengambil selembar tissue. Kering sudah air
matanya kini. Tidak sanggup lagi untuk mengeluarkan air mata. “Panggil Alvin
atau Rio. Siapapun! Asalkan jangan elo, Dev. Gue butuh seseorang saat ini.”
Deva mengerti. Kakaknya
hanya butuh ketenangan dari orang lain dan bukan dirinya. Salah satu teman
kampus Ify yang dikenal oleh Deva hanyalah Debo. Ia sama sekali tidak mengenal
sosok yang bernama Alvin maupun Rio. Deva meraih ponselnya lalu menghubungi
Debo. Berharap ialah malaikat yang bisa menenangkan Ify saat ini.
“Halo, Kak Debo, iya, bisa kerumah? Sekarang. Tenangin
kak Ify. Dia nyebut-nyebut nama Alvin sama Rio. Tolong Deva, Kak. Oke,
ditunggu.”
Tuutt…tutt..
Deva mengakhiri
teleponnya. 15 menit kemudian sosok yang diharapkan untuk datang akhirnya
muncul juga. Deva tersenyum lalu mempersilahkan Debo untuk memasuki kamar Ify.
“Puas?”
Debo terkejut. Puas?
Puas untuk apa? Pikirnya. Ia tidak mengerti kenapa Ify bisa menjadi seperti
ini. Apa mungkin ini karma yang diterima Ify karena menyakiti orang yang
menyayanginya?
“Puas buat hidup
gue sekarang hancur?” tanya Ify sekali lagi. Ify tersenyum tipis lalu berdiri
di hadapan Debo. “Elo… lo tega!”
Debo perlahan
mendekati gadis yang sedang rapuh itu. Ia merengkuh perlahan dan mengelus
puncak kepalanya. “Aku nggak pernah jahat. Tapi, takdir dan kamu yang buat
kejahatan itu sendiri terjadi. Bukan karena aku.”
Ify terdiam. Ia
menyandarkan kepalanya di dada Debo. Ia tahu, dirinya memang salah. Dan semua
ini memang pantas untuk ia terima. Tapi… bukan berarti hidupnya harus berakhir
dengan cintanya yang sudah berakhir kan?
“Kamu bisa.”
Debo mempererat pelukannya. “Kamu bisa ulang semuanya. Hidup kamu nggak akan
pernah berakhir sampai disini, Ify. Kamu masih punya orang lain yang sayang
sama kamu.”
“Siapa?”
“Mungkin… Rio.” jawab
Debo sambil tersenyum tipis. “Atau mungkin…”
“Elo?” potong
Ify. Ia melepaskan pelukan Debo. “Lo juga salah satunya kan?”
Debo menggeleng.
Tangannya mengelus lembut puncak kepala Ify. “Not yet. Maybe, someday…”
Ify tersenyum
tipis. “Mungkin… cuma Rio.”
“Aku pulang yah!
Kamu udah lebih baik sekarang. Tugasku udah selesai.” Pamit Debo. Ify mengangguk
lalu mempersilahkan Debo untuk pulang. Yah, hatinya lebih baik sekarang berkat
Debo.
***
Keesokan harinya
“Ini adalah
latihan perdana kalian. Gunakan dan jalankan sebaik mungkin. Semoga kalian bisa
tetap bertahan disini apapun yang terjadi.” suara ketua unitas marching band
Universitas Warmadewa itu membuka latihan perdana hari ini. Semua calon anggota
baru telah berkumpul termasuk Sivia dan Shilla. Nampaknya, memang ada yang
kurang dalam jumlah senior marching band.
Rio… sosok itu
menghilang. Ia tidak hadir saat latihan perdana. Entah apa yang sebenarnya ia
pikirkan sehingga tidak sempat untuk datang. Padahal, ia berstatus staff
lapangan dalam divisi brass. Dan sekarang diambil alih oleh Zahra, asisten
staff lapangan brass. Zahra memang terlihat sangat keras dan tegas dalam
melatih calon anggota baru. Namun, demi menciptakan anggota-anggota terbaik, ia
memang harus seperti itu.
Semua calon
anggota mulai menyebar dan mencari divisi mereka masing-masing. Termasuk Shilla
dan Sivia yang menyebar ke divisi colour guard dan percussion. Walaupun ini
latihan perdana, tetap saja Shilla merasa tidak memiliki bakat dalam mengikuti
marching band. Ia belum siap mental.
***
“Do..re..mi..fa..sol..fa..mi..re..do..”
suara Dayat mulai terdengar melatih divisi percussion-pit instrument. “Pukul
perlahan alatnya, setiap ketukan nada kalian ganti tangan kanan kiri kanan
kiri.”
Shilla mendentingkan alatnya pelan
mengiringi pukulan battery dalam divisi percussion. Battery terdiri dari
alat-alat percussion, yaitu snare-drum, multi-tom dan bass-drum. Dentingan
lembut dan nyaring itu terdengar jelas dari pukulan alat Shila. Ia Nampak menikmati
alunan nada do re mi yang dimainkannya.
“Lanjutin sekarang. Do.. re.. mi..
fa.. sol.. fa.. mi.. re.. do.. terus balik lagi dan ditambah nada do.. re..
mi.. fa.. sol.. la.. si.. do.. re.. do.. si .. la.. sol.. fa.. mi.. re.. do.”
Dayat menambahkan kembali nada pemanasan pada latihan perdana Shilla dan calon
anggota yang lainnya. “Dalam waktu 5 menit sudah harus menguasai ya!”
Sial!
Shilla mengumpat dalam hati. Bagaimana mungkin ia menghafal not dalam waktu
5 menit dan memainkannya secara halus? Shilla masih belum berbakat dalam
memainkan pit. Tapi… mengapa ia bisa masuk dalam divisi percussion?
BERSAMBUNG…
NB: COMENT
BAGIAN FAVORIT KALIAN. KOMENTAR KALIAN SANGAT DIBUTUHKAN DEMI KELANCARAN CERITA
INI. KOMENTAR JUGA COUPLE FAVORIT KALIAN DAN SAYA AKAN BERUSAHA MEMPERTAHANKANNYA.
MOHON PARTISIPASINYA ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar