Sabtu, 24 Agustus 2013

Marching Band in Love #7


TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa, Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music

Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you like this :)

I apologize if there are similarities places, names, etc. This just a fictional story and doesn’t correspond to reality. :)

ENJOY!

Stay with you make me comfort
You had my hand and kiss my lips
Oh..baby,,, please don’t go
I can’t live without you here


Because tonight, I wish you were here

Lagu itu terputar begitu saja di siaran radio 97,70 FM. Apa yang dilontarkan lirik lagu yang terputar sama halnya dengan apa yang dirasakan Ify terhadap –Alvin- dulu. Awalnya memang ia tidak menginginkan Alvin untuk pergi begitu saja meninggalkannya. Nasi sudah jadi bubur, buat apa Ify harus menyesali semuanya. Dan sekarang, betapa bodoh dirinya membuat Rio menunggu hal yang tidak pasti. Seharusnya ia tidak memaksakan Rio untuk jujur. Lagi pula, Shilla-hanyalah-masa-lalu. Tapi, ucapan Rio membuat Ify yakin bahwa cepat atau lambat pemuda itu akan kembali lagi ke dalam pelukannya.

Because a girl like you is impossible to find, you’re impossible to find.

Penggalan lirik Fall For You dinyanyikan pelan oleh Ify. Ia ingat kata-kata dari sepenggal lirik by Secondhand Serenade itu sering sekali dinyanyikan Rio untuk dirinya. Senyumnya tercetak mengingat kembali kenangan yang sebelumnya sempat terjalin bersama Rio, mantan kekasihnya. Walaupun sekarang ia hanya berstatus teman, hatinya masih tetap sama. Ify tetap berharap bahwa Rio bisa kembali ke dalam pelukannya. Paling tidak, memaafkan dirinya yang selalu saja bersikap egois dan kekanak-kanakan.

Cahaya senja yang berwarna ke-oranye-an mulai memasuki kamar Ify yang terletak di lantai dua menghadap ke barat matahari. Cahaya senja yang sangat menenangkan. Ia merasa hari ini adalah masa-masa romantisnya bersama Rio terjadi. Namun, hari ini juga masa-masa itu sudah tidak bisa dirasakannya lagi. Menyangkut-pautkan Rio dengan Shilla, adalah hal terbodoh yang telah dilakukan oleh Ify. Seharusnya, Ify tidak melakukan hal tersebut kepada Rio. Entahlah… penyesalan memang selalu datang belakangan. Jadi, untuk apa semuanya disesali?

“Ketika cinta datang menghampiri, kenapa kamu seakan-akan menghindar, Fy?”

Ify tersentak. Ia menoleh sesaat lalu menundukkan kepalanya. Bagaimana bisa pemuda itu kembali lagi? Bagi Ify, sudah cukup semua perlakuan yang dilakukannya terhadap Ify. –Alvin- tidak boleh kembali lagi. Ify sudah mencoba move on! Dan tidak mau ada nama Alvin lagi yang bersarang di otaknya untuk saat ini.

Pemuda itu berjalan perlahan menghampiri Ify. Tangannya menyentuh pundak Ify lalu mendekapnya erat. Rindu. Rindu akan sosok gadis yang pernah mengisi hatinya selama ini.

“Kamu jahat.” Suara Ify terdengar lirih. Ia berusaha melepaskan dekapan Alvin. Namun, usahanya tidak berhasil. “Buat apa kamu kesini lagi?”

Alvin menghela nafasnya pelan. Ia melepaskan dekapannya lalu kembali menatap Ify. Tatapan yang terlihat seperti memastikan sesuatu. Alvin hanya ingin memastikan bahwa dia sudah tidak mencintai gadis yang sekarang berdiri di hadapannya ini. Ia merasa seperti seorang pemuda yang bodoh karena menanti cinta yang tidak pasti. Jelas! Menanti cinta yang tidak pasti, karena gadis yang diharapkan mencintai sosok pemuda lain. Bukan dirinya.

“Vin…” gadis itu memberanikan menatap wajah Alvin. Wajah yang sebelumnya menenangkan hati Ify. Menjaga gadis itu. Kini terlihat masih sama. Hanya saja, perasaannya menghilang. “Jangan ganggu aku lagi.” pinta Ify, pelan namun pasti.

“Kenapa?”

“Jangan tanya kenapa.” Jawab Ify pelan. Tangannya menunjuk dada Alvin. “Tanyakan pada hatimu, Alvin.”

***

close your eyes and tell me what you ever seen?  i say nothing, that’s like my life without you  can you tell me when you standing under the sun?  i feel warm when i,m lying next to you 

you like a shining sun  i feel warm in your side  but you now so far away  leave me hear alone 

“Itu kan kata-kata romantis dari seorang Mario, Fy?”

Lirik lagu yang diputar oleh Alvin sangat mirip dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Rio sebelumnya. Rio membohongi hatinya? Ify terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Kini ia memberanikan diri menatap pemuda yang sedaritadi berada di kamarnya. Ia butuh kepastian dan maksud dari kedatangan pemuda ini, lagi.

“Untuk apa?” Ify menghela nafasnya pelan lalu menangkap sorot mata Alvin yang menatapnya bingung. “Untuk apa kamu menunjukkan lagu itu ke aku? Memangnya kamu berpikir aku akan mengatakan Rio tidak kreatif? Tidak akan.”

“Udah tau, kok.” Sahut Alvin cuek sambil menepuk-nepuk puncak kepala Ify. “Sekarang aku sadar… kamu bukan untukku.”

Alvin mengelus pipi gadis dihadapannya perlahan. Ia menghela nafasnya, terasa berat. Baginya, sulit untuk melakukan semuanya. Terlalu sakit untuk dirasakan oleh Alvin. Tapi, bagaimanapun, Alvin sudah berusaha semampu yang bisa ia lakukan. Tidak ada yang perlu ditanyakan lagi. Semuanya memang sudah berakhir.

Alvin menghilang dari hadapan Ify. Ify memperhatikan Alvin yang perlahan-lahan mulai menjauh dan menghilang di balik pintu kamar Ify. Pandangannya memburam. Air matanya meledak keluar, menangis tanpa suara. Mungkin hanya itulah yang bisa dilakukan Ify untuk menyesali perbuatannya. Lagi pula, Ify sudah menyesal dan ia juga sudah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

***

Tik… tik… tik…

Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Seorang gadis nampak sama sekali tidak peduli dengan hadirnya hujan karena meledaknya emosi –sang langit-. Gadis itu membuka telapak tangannya, menikmati setiap rintik hujan yang membasahi tubuhnya. Baginya, hujan bisa membuat pikirannya tenang. Walaupun dalam kondisi se-dramatis apapun, hujan tetap bisa menenangkan Shilla. Bahkan, orang-orang punya julukan tersendiri buat Shilla, ‘girl with rain’.

Shilla dari dulu memang sangat menyukai semua hal yang berbau hujan. Tidak peduli seberapa deras hujan yang jatuh di luar sana. Yang jelas, dimana ada hujan, disitu pula terdapat Shilla. Walaupun terkadang orang-orang melihat aneh karena kegiatan Shilla yang diluar nalar manusia, Shilla menyukainya. Prinsip Shilla hanya satu untuk orang-orang yang menilainya negatif, ‘This is my life!’.

“Gue tau sekarang, kemanapun hujan. Lo akan ada disana, Ashilla Tiara!”

Shilla tersentak. Suara itu. Shilla sangat familiar dengan suara yang berada di dekatnya saat ini. Hujan masih belum reda, menyisakan rintik-rintik pelan seperti membuat sebuah nyanyian. Ia memberanikan diri melihat sosok yang berada di dekatnya. Pemuda masa lalu Shilla, Riko Anggara!

“Kaget?”

“Mau apa?” Shilla tersenyum kecut, hendak menghindar. “Don’t touch me! Okay.”

Riko mendekati Shilla. Mencoba menyentuh gadis itu. “Ternyata belum ada juga cowok yang berhasil nyentuh elo, Shill?” tanya Riko dengan nada meremehkan. “Jangan harap kali ini lo bisa kabur dari gue.”

“Don’t touch me!” bentak Shilla, lebih keras. Ia menjauhkan dirinya dari Riko. “Lo berani mendekat, gue teriak biar lo dipenjara atas tuduhan pemerkosaan gadis dibawah umur!”

Riko tertawa. Ia mengelus pelan rambut Shilla. Mencoba menenangkan gadis di hadapannya. “Semua nggak akan terasa menyakitkan kalo lo mau nurutin, Shill. Lo tau kan gue berusaha buat nggak ninggalin lo?”

JDEERRRR!

Suara petir itu terdengar menggelegar di telinga Shilla. Kali ini, dirinya benar-benar ketakutan. Shilla hanya berharap, siapapun yang lewat, akan menolongnya. Pemuda dihadapannya benar-benar tidak memiliki perasaan sama sekali. Dari awal, kelicikan Riko sudah terlihat. Bahkan, banyak orang-orang diluar sana yang telah menjadi korban niat busuk Riko.

“T..t..tolong…” suara Shilla bergetar. Wajahnya memujat. Hujan perlahan-lahan berhenti. Hanya tersisa genangan air yang tertampung di bumi. “Siapapun… tolong Shilla. Kak Debo, Kak Gabriel…”

“Ciihh…” Riko mendesis. Ia semakin mendekatkan diri ke arah Shilla. Perlahan-lahan ia menyentuh wajah gadis itu. Badannya mengigil. “Are you okay, Shill?”

BRAKKK!

Riko menabrak tempat sampah yang bertengger dengan manis di taman kota. Ia tersenyum sinis dengan tatapan murka menatap sosok pemuda yang –sok- menjadi pahlawan untuk Shilla. “Maksud lo apa, Kka?!”

“Ini yang lo maksud tentang menjauhi Shilla?” Pemuda yang ternyata adalah Cakka tersenyum tipis. Ia memeluk pinggang Shilla. “Otak lo kurang diformat! Jangan pernah sentuh Shilla, Rik. Atau… lo akan liat keluarga lo hancur di tangan gue.”

Cakka menarik tangan Shilla lalu pergi meninggalkan taman. Ia tahu sekarang, dari awal Riko sangat licik. Cakka berpikir bahwa pemuda itu adalah orang yang baik. Tapi, kenyataannya, Riko adalah seorang penikmat seksual belaka. Ia baru tahu bahwa Riko hanya memanfaatkan semua gadis yang pernah di dekatinya, termasuk Shilla.

***

I can tell by your eyes that you're problem been cryin' forever,
and the stars in the sky don't mean nothing to you, they're a mirror.

            “Shill, aku sayang sama kamu.”

            “Aku nggak bisa, Kak. Aku cuma anggap kakak sebagai senior. Senior yang caresama aku. nggak lebih.” Shilla menunduk, enggan menatap Cakka yang berada di hadapannya. Bukannya bermaksud menyakiti, memang beginilah keadaannya.

I don't wanna talk about it, how you broke my heart.
If I stay here just a little bit longer,
If I stay here, won't you listen to my heart, whoa, my heart?

            Cakka tersenyum tipis. Ia mengerti, sangat mengerti. Gadis yang berada dihadapannya saat ini hanya terlalu takut untuk mencoba. Mungkin… moment yang dilakukan Cakka salah. Tidak seharusnya ia menyatakan perasaannya disaat musibah sebelumnya hendak menghampiri Shilla.

            “Kak, tapi aku janji, suatu saat bakalan nyoba buat balas perasaan kakak.” Shilla tersenyum tipis. “Walaupun, kakak adalah seniorku, aku nggak peduli. Someday, it’s will be happen.”

If I stand all alone, will the shadow hide the color of my heart;
blue for the tears, black for the night's fears.
The star in the sky don't mean nothing to you, they're a mirror.
I don't wanna talk about it, how you broke my heart.
If I stay here just a little bit longer,
if I stay here, won't you listen to my heart, whoa, my heart?
I don't wanna talk about it, how you broke my heart.

            “Shill… jangan bohong. Aku tau, kamu nggak akan pernah bisa buat mencintai lagi. Karena, kamu terlalu takut untuk mencobanya.” nada suara Cakka terdengar lirih. Ia membalikkan badannya. Menghapus tetesan air mata yang baru saja jatuh karena ucapannya. Shilla… gadis itu terlalu menyakiti hati Cakka. Bagaimanapun, ia harus melupakan atau mencari pengganti untuk saat ini.

            ***

            Keesokan harinya…

            Calon anggota dan juga anggota dari marching band berkumpul pukul 15.00 WITA. Masing-masing divisi terlihat sibuk mengajari setiap calon anggota baru angkatan ke-19. Shilla pun kembali memainkan pit instrument. Ia kini telah berhasil menghafal not pemanasan. Begitu pula dengan Sivia, di divisi colour guard, ia sudah bisa melakukan spin dan toss tiga (melambungkan bendera ke udara). Sedangkan Rio, terlihat sibuk melatih divisi brass karena Zahra nampaknya berhalangan untuk hadir.

            “Great, Shilla! Permainan kamu semakin bagus. Lanjutkan.” Ucap Dayat sambil tersenyum tipis. Ia memperhatikan Shilla yang kini permainannya bisa menyaingi –Oik-, senior Shilla. “Kalo kamu bisa bermain dengan bagus, kakak jamin kamu akan menjadi pemain marching band yang hebat.”

            Shilla berhenti sejenak mendentingkan alatnya lalu menatap Dayat. “Kakak serius?!” Shilla menjerit. Ia tersenyum menangkap sosok-sosok yang kini memperhatikan dirinya. Rio mengacungkan jempolnya pada Shilla!

            ***

            “Hey, Shil…” suara berat itu perlahan mendekati Shilla yang sedang menyendiri di belakang sekretariat. “Kamu lagi ada masalah?”

            “Kak R..rio.” Shilla memperhatikan sosok yang menghampirinya. Ia takut namun seolah-olah berkata jangan-mendekati-Shilla. Tapi, pikirannya nampaknya salah, Rio memang tidak pernah menyukai dirinya.

            Rio mendekati Shilla, duduk disebelahnya. “Kenapa sendirian?” tanya Rio dengan rasa keingintahuannya. “Bukannya kamu udah jadian sama Cakka?”

            Shilla tersentak. Tatapannya bingung. Cakka? Shilla tidak pernah menerima Cakka sebagai kekasihnya. Ia merasa aneh dengan gosip yang beredar tentang hubungan dirinya dengan Cakka, seniornya.

            “Bener itu Shill?” Rio kembali membuka suaranya. Memastikan. “Kalo memang bener, selamat ya, Shill. Semoga kamu bahagia sama sosok seperti Cakka.”

            Tidak Rio! Semua itu tidak benar! Ingin rasanya Shilla mengatakan kata-kata yang ada dalam benaknya. Namun, ia merasa semua begitu sulit untuk dilontarkan. Cakka… mengapa sosok itu tega mempermalukan Shilla? Shilla tidak mau semua orang berprasangka bahwa dirinya sedang menjalin hubungan dengan Cakka. Ia berpikir semuanya begitu cepat untuk terjadi. Padahal, ini masih merupakan tahap awal Shilla mengikuti marching band.

            “Shil…” suara itu hendak menghampiri Shilla namun tangannya mengepal. “Rio!”

            Rio menoleh ke arah suara tersebut. Gabriel. “Apa?”

            Shilla menatap dua pemuda itu dengan tatapan bingung. Hatinya seakan-akan berkata ada hubungan lebih dari sekedar teman, antara Rio dengan Gabriel. Lagipula, kesamaan nama belakang mereka dan kemiripan wajah juga semakin meyakinkan Shilla. Atau mungkin…

            “Peringatan gue… nggak lo tangkep juga?” Gabriel bertanya pada Rio, sedikit emosi. “Apa perlu gue umbar disini tentang peringatan gue sebelumnya?”

            Rio berpikir sejenak. Ia melirik gadis disebelahnya lalu mengingat kembali peringatan Gabriel.

            “Yo…” suara itu menghampiri Rio di kamarnya yang terletak di lantai dua. “Bisa minta tolong satu hal?”

            Rio menatap bingung sosok pemuda di hadapannya. Gabriel, kakak kandungnya. “Maksud lo?”

            “Apapun yang terjadi, jangan coba mendekati Shilla, okay?”

            “Cihh…” Rio mendesis pelan lalu mengangguk. “Kalo memang itu kemauan lo, lo ambil gadis itu. Gue sama sekali nggak pernah suka sama dia. Apapun bakal gue turutin buat lo.”

            “Brengsek!” Gabriel melirik sinis ke arah Rio. “Nggak ada waktu buat lo inget semuanya sekarang. Gini yang lo sebut saudara sehati? Sehati memperebutkan orang yang sama pula?”

            Rio seketika membekap mulut Gabriel. Ia memberikan kode kepada Shilla untuk meninggalkan Rio dan juga Gabriel. Gadis itu mengerti. Ini sama sekali bukan urusannya.

            BUGH!
            Rio terhuyung menabrak tembok di belakang sekretariat. Ia mengecilkan suaranya karena takut akan ada yang mendengar pembicaraannya lagi. “Gini cara lo memperlakukan saudara? Gue nggak naksir sama gadis itu! Kalo lo mau, lo ambil aja.”

            “Terus maksud lo apa ngedeketin dia kayak tadi? Lo suka kan sama dia?” tanya Gabriel, memastikan. “Atau… lo mau nikung saudara lo dari belakang?”

            Rio tersenyum sinis menatap Gabriel di hadapannya. “Gue nggak selicik itu ya! Gue menghargai lo sebagai kakak. Tapi, gue memang nggak suka sama Shilla. Kalo lo suka, lo bisa kok nembak dia sekarang juga!”

            Rio meninggalkan Gabriel yang masih mematung karena ucapannya. Dia melihat Shilla mengintip! Gadis itu sekarang mengetahui hubungan persaudaraannya dengan Rio. Seharusnya, ia tidak meluapkan emosinya pada saat latihan. Fatal akibatnya.

            ***

            18.00 WITA…
            “Latihan perdana hari ini telah berjalan dengan lancar. Kalian memang senior-senior yang hebat!” ujar Dayat, menatap satu persatu anggota di hadapannya. “Terus lakukan yang terbaik untuk calon anggota baru kalian! Kalian bisa mempertahankan mereka dengan baik.”

            Setelah ucapan Dayat berakhir. Kini giliran Cakka, sang ketua unit yang berbicara di depan teman-temannya. “Kalian semua keren! Tanpa kalian, marching band ini tidak mungkin mendapatkan calon generasi baru yang luar biasa. Saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada kalian semua. Terutama kepada staff lapangan dan juga assisten staff lapangan. Cause without you, we’re nothing.”

            Suara riuh tepuk tangan terdengar nyaring. Para anggota senior tersenyum bangga karena latihan perdana yang sebelumnya gagal, kini berjalan dengan mulus. Mereka bangga karena sudah bisa meredakan ego masing-masing. Alias, tidak membawa masalah pribadi ke dalam latihan lagi.

            ***

Dear diary,

TUHAN!!!
Kak Rio dan Kak Gabriel saudara? Tidak dapat di percaya.
Ternyata memang dibalik nama belakang ‘stev’ tersimpan persaudaraan diantara mereka.
Tapi, mengapa harus kak Gabriel? Kak Rio?
Tuhan, jangan buat persaudaraan mereka berakhir hanya karena aku.
Walaupun… Kak Rio nggak suka sama aku, tapi, aku nggak mau Kak Gabriel menyudutkan Kak Rio.
Tuhan, coretan kecil ini sangatlah berarti untuk mencurahkan semua isi hatiku.
Aku sayang Kak Rio! Tapi kenapa semua hanya angan-angan belaka untuk memilikinya?

Regards,
Ashilla

            “Kak Rio…” perlahan-lahan air mata Shilla menetes. Ia mengenggam erat buku diary serta foto Rio sejak SMA yang berukuran 3x4. Jelas saja Shilla melihat Rio beda sekarang. Pada masa SMA, rambut Rio terlihat kurang rapi dan kulitnya berwarna coklat pekat. Namun, sekarang Shilla memperhatikan sosok itu sangat beda. Rambut pendek yang dipotong rapi, badannya yang terlihat lebih kurus dan kulit coklatnya yang memudar, sedikit putih.

            “Apa Kak Rio kena narkoba ya?” pikir Shilla. “Nggak mungkin! Mungkin aja memang dia jarang makan sekarang. Positive thinking, Ashilla.”

            ***

            “082-114-253-818” Gabriel mengeja nomor handphone yang tadi diberikan oleh Sivia. Nomor handphone Shilla.

            Ia mengetik pesan singkat lalu tersenyum sesaat. Berharap, gadis itu meresponnya dengan baik.

TO: Shilla ^^

Hey… are you busy now?

‘Syyalalala with you…’

FROM: Shilla ^^

Maaf, ini siapa ya?

Gabriel melompat-lompat di kasurnya. Ia tersenyum bahagia karena Shilla merespon smsnya dengan baik. Awal pendekatan yang baik, pikirnya. Mungkin melalui pesan singkat, Shilla bisa membuka hatinya untuk Gabriel. Dia sudah berusaha dengan baik selama ini, kan?

TO: Shilla ^^

Please, you have to go to ‘city park’. I’m waiting you here. I’m wearing blue polo shirt.

Gabriel mengirim sms terakhirnya lalu ia bergegas untuk segera menuju taman kota. Semoga, rencananya kali ini berakhir dengan baik. Dia mengambil baju polo berwarna biru dan menggunakan celana jeans hitam panjang. Merapikan sedikit rambutnya lalu mengambil kunci motornya untuk segera menuju taman kota.

            ***

Shilla terlihat bingung memilih pakaian yang hendak digunakannya untuk pergi ke taman kota. Sebenarnya, ia masih misterius dengan sosok yang mengirimkan pesan singkat pada Shilla. Siapa dia? itulah salah satu pertanyaan yang ada di benak Shilla untuk saat ini. Shilla berharap, siapapun orangnya, semoga bukan Riko.

Ia tersenyum sesaat mengeluarkan dress berbentuk bunga dengan panjang se-lutut Shilla. Shilla bergegas menggunakan dress bunga tersebut. Memakai anting-anting kesayangannya lalu menata curly rambutnya. Tak lupa memakai flower crown.

“Kak, lo mau kemana? Cantik bener dah.” Suara itu mengagetkan Shilla.

“Ray… biasain dong kalo masuk kamar orang ketuk pintu dulu bisa, kan?” Shilla mendengus melihat Ray, adik semata wayangnya yang bertingkah seenaknya.

“Maaf deh, Kak.” Ucap Ray memohon ampun dari kakaknya. “Kakak udah cantik kok. Pasti mau kencan ya? Sama siapa?”

“Bukan urusan elo!” ucap Shilla tegas lalu berjalan meninggalkan Ray di kamarnya.

***

When you try your best, but you don't succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired, but you can't sleep

Gabriel menunggu gadis itu datang. Ia sudah mempersiapkan rencananya dengan baik. Dirinya hanya berharap semoga semua bisa berakhir dengan indah tanpa ada halangan yang menghadang. Baik Rio, Debo, maupun Cakka, ia berharap tidak bertemu tiga makhluk penganggu itu lagi.

Dari kejauhan terlihat Shilla berjalan menggunakan dress bunga dengan flower crown menghiasi puncak kepalanya. Gabriel tersenyum melihat sosok gadis yang hampir mendekati sempurna menurutnya. Dengan balutan dress, semakin membuat Shilla terlihat anggun dari sebelumnya. Perasaan Gabriel semakin tak karuan, jantungnya berdebar seiring Shilla berjalan mendekatinya.

Stuck in reverse
When the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone, but it goes to waste
Could it be worse?

“Maaf, Kak. Aku pikir siapa yang mengundangku datang kesini.” Shilla menunduk malu. Wajahnya seketika memerah melihat sosok Gabriel yang begitu tampan di hadapannya.

“Shill…” Gabriel menaikkan wajah Shilla. Memohon Shilla untuk menatap dirinya. “Lihat ke ujung sana. Dan aku tunggu jawabanmu disini, sekarang.”

Jantung Shilla seakan berhenti berdetak. Kembang api berhamburan menghiasi langin seakan membentuk tulisan I-LOVE-YOU. Diiringin dengan balon-balon berbentuk hati yang berterbangan ke atas langit satu persatu. Shilla terdiam. Ia masih begitu takjub dengan pemandangan indah yang baru saja dilihatnya.

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

Will you be my girlfriend, Ashilla?” Gabriel mengeluarkan setangka bunga mawar di balik punggungnya. Ia berlutut meraih tangan Shilla. “I don’t know how to make it happen. But, this is true. I love you.”

Shilla tersenyum tipis meraih tangan Gabriel untuk berdiri. Ia memeluk sosok pemuda di hadapannya saat ini. Bahagia. Mungkin itu yang dirasakan oleh Shilla saat ini. Bahkan, ia mulai melupakan perasaannya untuk Rio sekarang. Mungkin, dengan membuka hatinya, Shilla bisa lebih untuk melupakan Rio.

“Shill, aku butuh jawabannya sekarang.” Pinta Gabriel sambil mengelus puncak kepala Shilla.

Shilla memeluk Gabriel semakin erat. Tak terasa air matanya jatuh. Terharu. “Kak…”

“Ya?”

Yes, I will…

BERSAMBUNG

LIKE+COMENTNYA DITUNGGU ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar