Senin, 05 Agustus 2013

Marching Band in Love #6


TITTLE: Marching Band in Love
AUTHOR: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
CAST: Ashilla Tiara, Ify Alyssa, Mario Stevano, Debo Andryos, Alvin Sindhunata, Sivia Azizah, etc.
GENRE: Love, romantic, music

Don’t be a silent reader!
I’m back with new story.. Hope you like this :)

I apologize if there are similarities places, names, etc. This just a fictional story and doesn’t correspond to reality. :)

ENJOY!


Part 6: The best thing I ever had? (SPECIAL PART-Without all about marching band)

***

“Buat apa?” suara misterius itu terdengar lirih disebelah seorang gadis cantik. Suaranya terdengar menyedihkan. Sakit. Mungkin hanya itulah yang bisa dirasakan pemuda seperti Rio. “Buat apa kamu kembali kalau hanya membuat kepedihan dihatiku, Fy? Belum cukup segala perlakuanmu ke aku selama ini?”


Gadis disebelah Rio memeluk lututnya erat. Rasanya… dirinya belum siap untuk menerima semua perkataan yang akan dilontarkan oleh Rio. Apa dirinya salah mengikuti kata-kata Shilla untuk menemukan cinta tulusnya? Tapi, Ify merasa bahwa dia tidak salah dalam hal ini. Hanya saja, dia terlalu dilema karena dua orang pemuda seperti Rio dan Alvin. Memangnya salah kalau kita mencintai dua orang sekaligus? Bagi Ify, semua itu tidaklah salah. Ia nyaman selama ini menjalaninya dengan Rio dan juga Alvin.


“Untuk apa?” Rio membuka kembali pembicaraan. Ia sama sekali tidak menatap gadis disebelahnya. Terlalu sakit! Dan dia tidak mau lagi merasakan sakit untuk kedua kalinya. “Mungkin…”

“Apa?” potong Ify. Ia masih tetap menunduk tidak mau menatap sosok di sebelahnya. Begitu besarkah kesalahan yang dilakukan oleh Ify? “Aku ingin mengulang semuanya dari awal, Yo. Apa semua sudah terlambat untuk diulang? Tidak ada kesempatan lagi untukku?”

Seseorang hendak membuang sampah di belakang sekretariat. Ia merasa penasaran mendengar pembicaraan Rio-Ify. Mereka melakukan pembicaraan tersebut di belakang sekretariat tepatnya di halaman kosong di sebelah kamar mandi.

“Semuanya terlambat, Fy.” Jawab Rio sambil menghela nafasnya pelan. Rio semakin mendekat hingga jarak wajanya dengan Ify hanya beberapa cm. “Terlambat karena lo baru menyadari semuanya.”

Ify terdiam. Ia tidak berani untuk menatap wajah milik pemuda dihadapannya saat ini. Baginya, terlalu rapuh untuk melakukan semuanya. Memangnya sudah tiada maaf lagi untuk gadis seperti Ify? Ify sudah mengakui semua kesalahannya. Tapi Rio? Pemuda itu tidak mau memaafkannya dan semua sudah terlambat?

“Close your eyes.” Pemuda itu memegang wajah Ify. Ia mengelusnya dengan lembut. “And tell me what do you see.”

Gadis di hadapan Rio perlahan-lahan memejamkan matanya. Gelap. Hanya kegelapan yang dilihat Ify. Bahkan, untuk membayangkan wajah Rio di dalam kegelapan pun tidak bisa.

“I see nothing.” Jawab Ify sambil membuka matanya perlahan.

“That’s like my life without you.” ucap Rio pelan dan masih belum menjauhkan wajahnya dari hadapan Ify.


Rio? Rio ngegombal? Ify menjerit dalam hati. Senyumnya seketika merekah mendengar ucapan yang baru saja diucapkan pemuda dihadapannya. Benarkah itu? Dan jika semua ini hanyalah mimpi, Ify tidak ingin bangun dari tidurnya. Ia ingin bersama pemuda ini untuk beberapa saat dan tanpa gangguan dari siapapun.

“Debo, lo ngapain disini?”

Rio seketika menjauh dan mengintip sosok yang menguping pembicaraannya dari tadi. Sial! umpat Rio dalam hatinya. Tangan Rio mulai mengepal ia hendak bangkit dari tempatnya duduk di sebelah Ify. Bisa-bisanya pembicaraan romantisnya diganggu oleh sesosok makhluk hidup seperti Debo.

“Jangan!” pinta Ify secara halus. Ia mengelus punggung Rio untuk meredakan emosi pemuda itu. “Tolong jangan buat masalah lagi, Yo. Mungkin dia nggak sengaja denger pembicaraan kita. Bukan mau nguping.”

“Lo belain dia, Fy?” Rio tidak terima. Bagaimana bisa ia menerimanya? Bahkan, gadis dihadapannya saat ini membela sosok pemuda yang baru saja menguping pembicaraannya.

Ify menggeleng lemah. Ia memeluk perlahan sosok disampingnya kali ini. “Aku bukan ngebelain Debo. Tapi, dia nggak salah! Dia mungkin cuma nggak sengaja. Jangan menuduh seseorang yang tidak bersalah tanpa bukti, Yo.”

Rio menghela nafasnya pelan. Ia mengelus puncak kepala Ify. “Kamu bisa buat aku tenang. Thank you so much, dear.”

“Anytime.” balas Ify dengan senyuman manis yang tercetak di bibir mungilnya. Ia tertawa kecil melihat tingkah Rio yang mendadak menjadi sosok paling romantis yang pernah Ify temui. Setan apa yang sedang merasuki Rio saat ini? Siapapun setan yang merasuki Rio, Ify sangat bersyukur dan berharap semuanya tiada pernah berakhir.



***

Shilla berjalan-jalan mengelilingi toko buku gramedia yang terletak di jalan dewi kartika. Ia lupa bahwa harus mencari buku untuk bahan mata kuliah manusia dan kebudayaan. Namun, sampai di gramedia, Shilla menuju rak buku tempat novel-novel baru berkumpul. Ia ingin mencari novel terbaru dan sama sekali tidak berniat untuk menemukan bahan mata kuliah yang seharusnya dicari.

“Permisi, Mbak. Novel jingga untuk matahari udah terbit atau belum?” Shilla menghampiri salah satu penjaga rak buku novel-novel teenlit. “Saya nunggu berbulan-bulan terbitnya novel itu. Udah ada belum mbak?”

Penjaga rak tersebut menoleh lalu tersenyum manis pada Shilla. “Sayangnya belum, Dik. Mbak Esti Kinasih belum mengirimkan naskahnya. Jadi, lanjutan dari novel sebelumnya belum terbit. Maaf ya.”

Shilla mengangguk perlahan. Dengan berat hati Shilla berjalan pelan tanpa membawa barang belajaan di tangannya. Langkahnya seketika terhenti ketika melihat sosok pemuda yang familiar dikenalnya berada di deretan rak novel teenlit. Shilla berjalan perlahan menepuk bahu pemuda itu.

“Kak Cakka…” sapa Shilla pelan. Pemilik nama tersebut nampak terkejut dengan kehadiran Shilla.

“Lho Shilla, kamu suka nyari novel teenlit juga?” tanya Cakka, pemain –bass drum- yang memang sangat familiar di mata Shilla. “Kamu udah pernah baca Janji Hati-Elvira Natali?

Shilla menggeleng pelan. “Belum, Kak. Bagus ya? Shilla mau satu deh, Kak!”

“Ini spesial buat kamu, Shill. Biar aku yang bayar.” Cakka memberikan novel Janji Hati yang masih terbungkus rapi dan tanpa cacat sedikitpun. Ia tersenyum memandang gadis cantik dihadapannya. “Untukmu apapun aku kasi, Shill. Bahkan, hatiku akan aku berikan hanya untukmu.”

Kak Cakka nembak aku? batin Shilla. Ia tersenyum kikuk. Menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Cakka menembaknya atau sekedar bercanda? Tapi, apa maksud Cakka memberikan Shilla sebuah novel secara cuma-cuma?

“Nggak usah dijawab, Shill.” Cakka tersenyum tipis lalu menepuk pelan puncak kepala Shilla. “Siapapun nanti yang akan mengisi hatimu, aku harap kamu bahagia bersamanya. Walau… bukan aku.”

“Maksud kakak apa?” nada bicara Shilla terdengar mulai emosi. “Kakak nembak Shilla dengan cara menyakitkan seperti ini? Dimana perasaan kakak terhadap gadis rapuh seperti aku, Kak?”

“Hey… maksud kakak bukan gitu!” Pertama kalinya, Cakka menyebut dirinya dengan sebutan kakak di depan Shilla. Rasanya berat untuk mengakui perbedaan umurnya dengan Shilla.

Shilla tersenyum tipis. “Kakak pikir Shilla bodoh?” kali ini nada bicara Shilla sangat meremehkan Cakka. “Kakak tau kan gimana rasanya mencintai seseorang? Kenapa kakak tiba-tiba secara langsung ngomong…”

“Stop! Kita cari tempat!” Cakka menarik pelan tangan Shilla, menjauh dan segera pergi dari toko buku karena banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Tidak lupa Cakka memberikan novel Janji Hati kepada Shilla. Bagaimanapun, ia memang sudah memberikan novel itu kepada Shilla.

***

“ITU KAN…” Gabriel dibekap mulutnya oleh Debo ketika hendak berteriak melihat Cakka bersama Shilla di taman kota. Pemandangan yang terlalu menyakitkan untuk dilihat oleh Gabriel dan begitu pula dengan Debo. Bagaimana tidak? Shilla tertawa riang bersama sosok pemuda di sebelahnya. Sedangkan Gabriel? Sedikitpun Shilla tidak berusaha untuk melirik ke arahnya. Bahkan… Shilla terlihat seperti jaga jarak. Memangnya apa  kesalahan yang telah dilakukan oleh Gabriel sehingga Shilla menjauhinya?

“Cakka sepertinya berhasil menarik perhatian gadis itu, Yel.” ujar Debo. Ia melepas bekapan tangannya dengan perlahan. “Kayaknya… dia mulai ngibarin bendera perang. Ini nggak bisa dibiarin! Tadi si Rio ngebelain Shilla. Terus, sekarang Cakka?”

“Sabar!” Kini Gabriel mulai terlihat emosi ketika melihat Cakka dengan –sok imutnya- mengelus-elus rambut panjang Shilla. “Shilla gue di elus-elus! Nggak terima!”

Debo bergidik ngeri disebelah Gabriel. “Stupid!” ia berjalan pelan meninggalkan Gabriel dan langsung menghampiri Cakka dan juga Shilla. Great, usaha Debo untuk menjauhkan Cakka dari Shilla sebentar lagi akan berjalan dengan mulus.

Dari kejauhan terlihat ketidaksukaan Gabriel terhadap Debo. Sosok itu menikungnya dari belakang! Padahal, mereka telah membuat kesepakatan untuk tidak saling tikung satu dengan lainnya. Tapi kenyataannya? Debo menghianati niat dan maksud yang dilakukan oleh Gabriel. Bendera perang telah dikibarkan. Cepat atau lambat, Gabriel berjanji akan menghancurkan dan menjauhkan Debo dari kehidupan Shilla.

“Hey… Kka, Shill.” Pemuda itu mendarat dengan mulus disebelah Cakka dan juga Shilla. Cakka melirik sinis sosok yang baru saja datang menghampirinya. Ia sudah mengetahui niat buruk dan maksud kedatangannya adalah untuk menghancurkan kencan Cakka dengan Shilla. Kencan? Mungkin bisa dibilang bukan kencan tapi untuk mengklarifikasi lebih jauh hubungan Cakka dengan Shilla.

“Eh… Kak Debo.” Shilla menyalami tangan Debo tanda hormat kepada orang yang lebih tua darinya lalu mempersilahkan Debo untuk duduk di sebelahnya.

Cakka mengumpat dalam hatinya berharap ada miracle yang menjauhkan Debo dari dekat Shilla. Seharusnya ini adalah moment yang pas bagi Cakka untuk mengutarakan perasaannya. Namun, mengapa kelihatannya Debo juga nampak menyukai Shilla? Dari tatapan mata Debo melihat Cakka lalu tersenyum manis pada Shilla, terlihat jelas bahwa pemuda itu menyukai Shilla.

“Kka, dia udah jadi pacar lo?” tanya Debo penuh penyelidikan layaknya seorang detektif. “Udah berapa lam…”

“Belum kok, Kak!” potong Shilla dengan cepat sebelum Debo melanjutkan. “Memangnya ada apa, Kak?”

Debo tersenyum tipis mendengar ucapan Shilla. “Masih ada harapan…” ujarnya pelan. Namun, Shilla dapat mendengarnya.

“Harapan? Harapan apa?”

Cakka mendengus kesal di sebelah kiri Shilla yang menjadi korban –kacang– alias tidak di pedulikan keberadaannya. Tapi, hadirnya Debo ataupun tidak, Shilla tetap menganggap Cakka hanya sebatas kakak senior. Tidak lebih. Dan sekarang, dia melihat Shilla memperlakukan Debo lebih dari seorang senior? Bagaimana bisa ia menerimanya?

“Hah?” Debo kini terlihat bingung karena ucapan yang ia lontarkan sebelumnya. Ia nampak berpikir sebentar. “Emm… just kidding, Shill. Bukan harapan apa-apa kok, Shill.”

“Deb, lo kesini sama siapa?” kali ini Cakka balik menyelidiki Debo. “Dan lo kenapa bisa tau gue sama Shilla ada di taman kota? Lo ngikutin kita?”

“Sendirian kok. Kebetulan aja pengen kesini.” Jawab Debo dengan hati-hati dan berusaha tenang. Ia takut apabila tiba-tiba salah berucap. “Gue tadi nggak mau nganggu pasangan romantis di belakang sekretariat makanya gue jalan kesini. Cari suasana yang segar.”

“Pasangan romantis?” Shilla nampak bertanya-tanya pada Debo tentang pasangan romantis yang baru saja diucapkannya. Siapa yang di maksud pasangan romantis oleh Debo? Shilla memberanikan diri  untuk bertanya pada Debo sebelum sifat keingin tahuannya keluar. “Kak Ify sama Kak Rio, ya?”

Cakka mencoba sabar di sebelah Shilla. Ia menghargai dengan kehadiran Debo sebagai penganggu moment berduanya bersama Shilla. Seharusnya… kalau Debo tidak menghampiri mereka, mungkin Cakka telah mengungkapkan perasaannya kepada Shilla. Walaupun Cakka belum cukup lama mengenal Shilla, dirinya merasa mengenal gadis itu sudah lama. Entah darimana perasaan Cakka kepada Shilla bisa datang. Yang jelas, kalau Shilla memang tidak bahagia bersama dirinya, Cakka ikhlas! Sungguh.

“Kok kamu bisa bener tebakannya?” Debo menaikkan sebelah alisnya sambil sepintas melirik-lirik Cakka yang merasa –dikacangin-. “Shill, cowok disebelahmu… kamu suka sama dia?

Yakh. Pertanyaan seperti itu semakin membuat perih hati Cakka. Namun, seolah-olah menjawab apa yang seharusnya Cakka ketahui. Perasaan Shilla, gadis yang belum lama dikenalnya. Tapi, kalau bukan sekarang, kapan lagi Cakka mengetahui isi hati Shilla? Bagaimanapun jawaban Shilla, Cakka telah siap mendengarkan dan menerima. Walau sakit yang mungkin diterimanya.

Shilla mengernyit bingung lalu menatap Cakka yang berada di sebelah kirinya. “Kak Cakka? Aku cuma anggap dia sebagai Kakak senior kok, Kak. Nggak ada perasaan apapun.”

“Jadi… kamu nolak aku, Shill?” Cakka memastikan. Perih. Sakit hati Cakka mungkin tidak akan bisa dibayar oleh apapun. “Tapi… itu keputusanmu, Shilla. Aku bisa terima. Aku sebelumnya udah bilang, kan? Siapapun nanti yang akan mendampingimu, semoga kamu bahagia bersamanya. Walau bukan aku.”

Debo menatap Cakka sedih. Ia membayangkan bahwa dirinya yang sedang berada di posisi Cakka saat ini. Ditolak Shilla. Mungkin akan menjadi bad moment ever buat Cakka maupun para pemuda-pemuda lain diluar sana yang menginginkan sosok gadis seperti Shilla. Sosok gadis idaman namun untuk mendapatkannya perlu melangkahi duri-duri tajam yang kapan saja bisa menancap.

“Kak Cakka… juga kak Debo.” Shilla menghela nafasnya pelan lalu melirik secara bergantian dua orang pemuda di dekatnya. “Bukan maksud aku nolak. Tapi, untuk saat ini, Shilla belum siap untuk semua yang akan terjadi. Mungkin, bukan sekarang. But, someday… maybe.”

Dua pemuda itu membelakangi Shilla lalu saling menatap seolah-olah berkata harus ada yang mundur untuk mendekati Shilla. Tapi, mengapa harus mundur jika cinta perlu diperjuangkan untuk dapat diraih? Kalau memang cinta hadir hanya untuk memberikan kepahitan, mereka berharap cinta tidak pernah hadir. Sampai kapanpun, semua tetap mengartikan bahwa ucapan Shilla secara langsung menolak Debo dan juga Cakka untuk mengisi hari-harinya. Lantas, siapa sosok pemuda yang akan dicari oleh Shilla sebagai pendampingnya?

Memang. Terlalu awal bagi Shilla untuk menjalankan cinta yang dia sama sekali belum merasakan apa-apa. Baik Cakka, Gabriel maupun Debo, Shilla belum bisa merasakan perasaan selain perasaan sekedar adik tingkat ke kakak tingkat. Tapi… Rio, Shilla memendam perasaan itu cukup lama dan bahkan rasa yang sempat hilang kini hadir kembali.

***

“Boleh aku tanya jujur kali ini sama kamu, Yo? Sekali ini aja tolong dijawab jujur!” suara gadis itu terdengar sedikit memaksa namun apa boleh buat, Ify-hanya-ingin-tahu.

“Apaan, dear?” tanya Rio –pemuda disebelah Ify- dengan tenang. “Apapun yang kamu akan tanyakan, tiada kebohongan yang akan aku buat.”

“Itu Shilla yang fotonya lo simpen secara diem-diem dalam bentuk buku?” tanya Ify penuh dengan penyelidikan. “Satu lagi pertanyaan gue, ada something special antara lo sama Shilla?”

“Kok kamu nanya gitu?” Rio mulai memanas, ia memang akan jujur pada Ify. Tapi, bukan jujur semua tentang Shilla. Rio belum siap jujur kalau menyangkut Shilla pada Ify. Karena… dirinya sendiri masih bingung apa yang dirasakan. Sebenarnya dirinya mencintai Ify atau Shilla, ia bingung. 4 tahun menanti Ify. Tapi, bagaimana dengan Shilla yang hampir menjadi pendampingnya? Apa Rio bisa menerima kepahitan dan kebingungan itu sendirian? Rio merasa bahwa dirinya sangat tidak sanggup.

“Jawab!” nada bicara Ify kini terdengar semakin emosi karena Rio malah berusaha mengalihkan topik pembicaraan. “Kalo memang nggak bisa jawab, aku minta kita jangan pernah saling bersatu lagi. Kecuali… kamu sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku.”

Ify berjalan pelan meninggalkan Rio. Ia sangat berharap Rio memintanya untuk kembali tetap berada disampingnya dan berkata Shilla-bukan-siapa-siapa. Tapi, dugaan Ify salah besar. Bahkan, Rio tidak berusaha untuk mengejar Ify. Cukup! Cerita cinta romantis dan semua yang menyakut tentang Rio dan Ify akan berakhir sampai disini. Ify tidak mau apabila menjalani hubungan tapi dibaliknya tersimpan nama orang lain yang bukan dirinya. Apa mungkin… ini karma untuk Ify?

“Mungkin… memang harus berakhir sampai disini, Fy. Tapi, suatu saat nanti aku berjanji akan memintamu kembali mengisi hari-hariku. Bukan sebagai pacar, melainkan menjadi sosok Ibu untuk anak-anakku kelak.” ucap Rio lirih sambil tersenyum tipis. Di kejauhan, sosok gadis itu tersenyum tipis, menghapus air matanya dan berjalan jauh meninggalkan sekretariat.

***

Dear diary,

Dilema.
Tuhan, bolehkah aku menyayangi salah satu dari mereka yang mendekatiku?
Namun, mengapa disaat aku berusaha menemukan, aku dilema.
Kak Rio, sosok itu kembali membuat hatiku gundah.

Tuhan, boleh aku meminta satu permohonan saja agar kelak aku bisa menjalani hidup dengan tenang?
Kalo aku boleh minta, aku ingin… sosok pendampingku kelak adalah orang yang bisa membuat aku selalu tersenyum.
Bolehkah aku kembali menanti harapan Kak Rio akan mencintaimu?

Hey Shill, look at your self!
Lihat dirimu, Shilla. Rio-tidak-mungkin-mencintai-gadis-seperti-dirimu.

Regards,
Ashilla

Shilla tersenyum tipis lalu menutup buku diary miliknya yang berbentuk hati. Bagaimana dirinya bisa bahagia sementara dihadapkan dengan persoalan yang rumit mengenai cinta? Riko, pemuda yang membuatnya mengenal cinta, karenanya Shilla terlalu takut untuk kembali terjerembab dalam lingkaran cinta. Shilla berpikiran bahwa pemuda diluar sana yang seperti Riko sangatlah banyak. Yang hanya menginginkan cinta hanya untuk memenuhi hasrat nafsu semata. Dimana? Dimana Shilla akan menemukan sosok pemuda yang benar-benar akan mencintainya dengan tulus? Apa sudah tidak ada lagi cinta untuknya?

Shilla berjalan menghampiri jendela kamarnya. Kamar Shilla terletak di lantai dua dan ia bisa kapanpun melompat ke balkon kamarnya untuk melihat langit secara lebih detail. Kata orang, apabila kita menuliskan nama orang yang disayang dengan mengaitkan satu bintang dengan bintang yang lainnya, maka sosok yang ditulis namanya akan merasakan perasaan itu. Shilla mengerti sekarang kenapa cinta wajib hadir di dalam setiap hidup manusia. Ia tersenyum tipis, tangannya mulai terangkat dan telunjuknya menunjuk bintang-bintang yang berkilauan dilangit. Menyatukan satu nama yang selalu disimpan dihatinya hingga saat ini, M-A-R-I-O.

***

PLUNG~
Batu kerikil itu terlempar dan memantulkan air yang memancar keluar dari sebuah pantai. Seorang pemuda dengan berpakaian santai memakai kaos dalam dan celana pendek terdiam merenung memandangi pantai yang terpampang nyata di hadapannya.

"Tuhan, apabila cinta hadir hanya untuk menyakiti, aku berharap cinta itu tidak pernah hadir dihidupku."

Pemuda itu tersenyum tipis. Menghadapi kenyataan pahit rasanya sulit untuk dijalaninya. Tapi, baginya memang benar apa yang baru saja diucapkannya. Jika cinta hadir hanya untuk menyakiti, lebih baik cinta tidak pernah hadir kan? Daripada… hadirnya cinta hanya membuat kepahitan bagi diri sendiri dan mungkin merugikan orang lain.











***

“Udahlah, bro!” terdengar peringatan namun kesannya lebih ke arah menyadarkan. “Shilla nggak pantas buat mendapatkan sosok sebaik elo dan setulus perasaan yang lo punya. Kalo dia memang nggak ngelirik lo sama sekali, buat apa lo bertahan sampai saat ini?”

“Semua karena cinta.” suara pemuda itu terdengar lirih. Tepatnya menyedihkan. Tapi, memaksakan kehendak seseorang untuk mencintai kita juga salah. Jadi, ia lebih baik mundur lebih awal daripada harus bertahan merasakan sakit.

“Kka… Shilla bukan untuk elo. Mungkin ada gadis lain yang bakal mengisi hati lo. Tapi, bukan dia.”

“Tapi, apa semua yang gue lakuin udah salah, Rik?”  Cakka menatap pemuda disebelahnya. Riko, mantan Shilla. “Gue mulai sayang dia. Sepertinya dia gadis yang baik dan nggak neko-neko.”

Riko menepuk pelan bahu Cakka. Menyadarkan atau mungkin lebih tepatnya memperingati. “Jauhin Shilla. Daripada ntar lo dihadapkan dalam situasi memilih mana yang paling penting menyelamatkan nyawa lo sendiri atau gadis yang lo cintai, lebih baik lo mundur sekarang.”

Lebih baik. Dengan menjauhnya Cakka dari Shilla, otomatis Riko memiliki banyak kesempatan untuk membalaskan dendamnya pada Shilla. Ia sudah bertekad dan berjanji pada dirinya sendiri. Shilla yang harus hancur atau dirinya yang hancur karena Shilla.


BERSAMBUNG!

NB: COMENT BAGIAN FAVORIT KALIAN. KOMENTAR KALIAN SANGAT DIBUTUHKAN DEMI KELANCARAN CERITA INI. KOMENTAR JUGA COUPLE FAVORIT KALIAN DAN SAYA AKAN BERUSAHA MEMPERTAHANKANNYA. MOHON PARTISIPASINYA ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar