Title: Semua ini... MEMBINGUNGKAN!
Author: Ni Putu Ayu Wina Laksmita Dewi
Genre: Love, ++17
Cast: dibaca aja deh.-.
NB: For silent readers, like dong. Kalo ga coment no problem :)
tp like ya. Hehe.
For all readers, tetep baca ya :)
jangan bosen sama bedamos. Love you all =)
follow @BerawalDariMOS ya :)
enjoy it!
***
"Sial banget! Nggak hidup. Nggak mati. Alvin selalu aja nyusahin gue." gumam Vino kesal.
"Vin, gue nggak bisa nerima lo. Hati gue hanya untuk Alvin. Bukan untuk orang lain." Sivia menunduk. Ya, ia memang sudah menjadi milik Alvin seutuhnya. Bahkan, Vino atau yang lainnya juga tidak akan bisa menggantikan Alvin di hati Sivia. Hati Sivia sudah begitu menyatu dengan Alvin. Walaupun Alvin selalu menyakiti Sivia, Sivia tetap sayang dengan Alvin.
Hubungan Sivia dan Alvin memang belum lama. Mereka baru menjalani hubungannya sekitar 1 bulan lebih. Namun, takdir berkata lain. Hubungan Alvin dan Sivia harus berakhir sampai disini. Lagian siapa yang mau berstatus pacaran dengan orang yang sudah tiada?
Vino Altha, sosok itu memang secara misterius masuk ke dalam kehidupan Sivia. Vino bahkan berusaha terus untuk menggantikan Alvin di hati Sivia. Vino dari dulu memang sudah mengagumi sosok Sivia. Namun, dari dulu juga ia selalu kalah saing dengan Alvin. Vino hanya ingin menang dari Alvin. Dan dia memang tidak sungguh-sungguh menyukai Sivia. Vino hanya ingin Sivia lepas dari Alvin. Ia lebih bagus dari Alvin! Sekolah di luar negeri, punya mobil sendiri, punya BB dan pakai behel. Siapa yang nolak cowok keren seperti Vino? Ya, bagi Sivia harta dan kualitas bukanlah yang terpenting. Memangnya siapa yang mau pacaran dengan cowok kasar seperti Vino?
"Kenapa sih hidup gue mesti tersaingi sama Alvin?"
Sivia tersentak. Ia menatap Vino. Sebenarnya Sivia sangat tidak tega melihat Vino terpuruk karena ingin menyaingi Alvin. Namun, apa Sivia tega menyakiti perasaan Alvin? Sivia tidak tega! Sivia tidak mau menyakiti Alvin hanya karena memilih Vino. Sivia masih sayang Alvin. Sungguh! Ia sangat menyayangi Alvin.
"Apa aku selalu jelek dimata oang-orang? Apa Alvin bagus di mata semua orang?" tanya Vino sambil menatap Sivia.
"Nggak semua orang kayak gitu. Alvin memang lebih baik daripada kamu. Makanya kamu harus rubah sifat kasarmu itu." Sivia tersenyum tipis. Rasa itu kembali dirasakan Sivia. Perasaan aneh muncul kembali. Dan kini, Sivia merasakannya karena Vino. Tapi, Sivia tidak terlalu mengenal sosok Vino. Apa dia bisa menerima Vino sebagai pengganti Alvin? Hati Sivia siapa yang tahu? Sivia bilang bahwa ia tidak bisa menerima Vino. Namun, hatinya berontak! Ingin rasanya Sivia berteriak sekencang-kencangnya bahwa ia ingin sekali mencoba mendekati Vino. Entahlah...
Alvin dan Vino, banyak sekali perbedaan dalam diri saudara kembar tersebut. Mereka memang serupa. Tapi tak sama! Banyak perbedaan. Dan Sivia sangat dibuat bingung dengan hadirnya Vino dalam hidup Sivia. Vino dan Alvin memang sama-sama ganteng dan keren. Perbedaannya adalah, Alvin dengan gaya cool-nya yang tingginya sama dengan Rio dan Vino dengan tampang kerennya dengan behel dan postur tubuhnya yang lebih tinggi dari Alvin. Memang, dari sifat hampir sama. Sama-sama nafsuan dan suka bertindak kasar pada cewek. Namun, jika disuruh memilih Alvin atau Vino, kebanyakan akan memilih Alvin. Mengapa demikian? Alvin masih bisa SEDIKIT lebih baik pada cewek. Berbeda dengan Vino! Vino nampak begitu KASAR dan tidak peduli apa yang terjadi pada cewek yang ingin ia dapatkan.
"Gue sadar! Gue tau bahwa gue emang kadar dan nggak peduli. Tapi, tolong terima gue apa adanya, Siv. Gue tulus. Gue bener-bener sayang dan cinta sama elo! Ini namanya love at first sight."
Sivia berpikir sejenak lalu tersenyum dan mendekati telinga Vino. "Buktikan kalo emang kamu sayang dan cinta sama aku."
Vino tertegun. Buktikan? Vino bingung harus melakukan apa. Namun, memang dengan cara membuktikanlah ia bisa memiliki Sivia. Vino tersenyum lebar. Ia menarik wajah Sivia. Ciuman hangat mendarat lembut di bibir Sivia. Vino memejamkan matanya sesaat. Cukup lama ia melakukan adegan itu. Vino nampak menikmati semuanya.
"Sorry..." Vino melepaskan ciumannya. Ia mengelus perlahan bibir Sivia. Vino terdiam. Ia takut Sivia akan meledakkan amarahnya dihadapan Vino saat ini.
"Itu bukti bahwa kamu sayang dan cinta sama aku?" tanya Sivia pelan.
"Iya, Siv. Aku bener-bener tulus sama semua ini. Tolong! Percaya sama aku." mohon Vino. Ia mengenggam erat tangan Sivia. Ia menatap dalam-dalam mata Sivia. Vino hanya berharap Sivia bisa terhipnotis oleh semua rayuan palsu yang dibuatnya.
Sivia mendorong Vino perlahan. Tatapan amarah terlihat pada raut wajah Sivia. "Brengsek tau! Buktiin sayang dan cinta bukan dengan nafsu. Itu sama aja nyari cewek cuma karena ada maunya. Gue nggak suka cowok yang kayak gitu, Vino."
"Kamu mau bukti apalagi biar percaya sama aku?" tanya Vino sambil mengelus lembut pipi Sivia.
Sivia tersenyum lebar. "Aku mau kamu jadi Alvin dan bukan Vino, gimana?"
"Hah?"
"Takut? Gitu doang kok syarat buat jadi pacar gue."
'Sialan! Tau gini gue ogah nembak nih cewek. Nggak tau terima kasih banget. Alvin selalu aja paling the best! Gue? Seakan nggak dianggap.' batin Vino kesal.
"Vin... Vino!" panggil Sivia.
"Gue benci Alvin!" teriak Vino tanpa sadar.
Sivia kaget. Ia mengerutkan keningnya sambil menatap Vino dalam-dalam. "Lo benci sama Alvin? Wah, sorry kalo gitu. Gue nggak bisa terima sebagai pengganti Alvin."
"APA?!" kali ini gantian Vino yang kaget setengah mati. Ia tidak menyangka bahwa ucapannya tadi akan berakibat fatal seperti ini. Vino ditolak Sivia? Gagal total rencananya kalau seperti ini. Yang Vino ingin hanyalah Sivia lepas dari Alvin.
"Maaf ya, Vino. Gue nggak bisa terima elo. Karena lo nggak bisa jadi Alvin buat gue."
"Eh... Siapa bilang? Gue bisa kok jadi Alvin. Apa yang lo suka dari Alvin? Coba jelasin ke gue!"
Sivia bungkam. Ia membekap mulutnya rapat-rapat. Sivia sadar bahwa dia salah mengucapkan kata-kata sebelumnya. TERPAKSA! Sivia harus dengan sangat terpaksa menjelaskan apa saja yang ia sukai dari Alvin. Sivia merutuki dirinya sendiri. Tak seharusnya ia mengucapkan kata terlarang itu pada Vino.
"Vi..." panggil Vino pelan sambil mengenggam tangan Sivia.
Sivia menatap Vino. Perlahan ia membuka mulutnya. "Gue suka semua dari Alvin. Dia itu gede dan bagus banget bentuknya."
"Hah? Ngomong apa sih lo, Vi?" tanya Vino.
Sivia menatap Vino. "Aku nggak pernah sayang dan cinta sama Alvin! Tapi aku suka sama yang ada dalam diri Alvin."
"Ja...ja...jadi?" Vino terbata.
"Ya, semua yang ada dalam pikiran itu bener banget. Kaget ya? Makanya! Kamu kayak Alvin nggak?"
Vino memegangi dahi Sivia. Ia membolak-balikkan telapak tangannya dan berharap Sivia masih baik-baik saja. "Gue jauh lebih bagus kok dari Alvin!"
"Hah? Serius? Mana? Coba lihat!" dengan semangatnya Sivia menarik-narik baju Vino. Ia ingin melihat apa yang diucapkan Vino. Dan mungkin, Sivia akan membuka hatinya untuk Vino.
Vino menelan ludahnya. Heran? Tentu saja! Vino sangat heran dan bingung dengan kelakuan Sivia. Sivia bilang bahwa dia tidak suka dengan cowok yang nafsunya gede. Buktinya? Sivia termasuk cewek yang nafsunya gede banget! Vino tidak mengira bahwa Sivia menerima Alvin hanya karena dalamnya bermutu dan berkualitas. Vino mana pernah melihat yang ada dalam diri Alvin. Terakhir waktu Vino dan Alvin umur 1 tahun. Setelah itu Vino pergi meninggalkan Alvin dan yang lainnya.
"Vino!" Sivia menyadarkan Vino dari lamunannya. Sivia sadar bahwa ia salah telah membuka rahasia hatinya kepada Vino. Namun, apa yang bisa dilakukan Sivia? Yang lalu biarlah berlalu.
"Lo serius mau ngeliat? Seberapa besar nyali lo buat ngeliat yang ada dalam diri gue?" tanya Vino.
"SERIUSLAH!"
Vino tersenyum lebar. Perlahan-lahan ia mendekati Sivia.
*SKIP*
+SKIP+
Sivia masih tak percaya dengan semuanya. Ternyata ucapan Vino sebelumnya benar. Dan Vino sukses membuat Sivia bertekuk lutut. Sivia dengan refleks-nya langsung memeluk Vino dan menerima semuanya. Mungkin kini Alvin telah dinomor duakan oleh Sivia. Hal itu membuat Alvin kembali... BANGKIT!
"Udah puas kan, sayang? Terus apalagi yang kamu mau?" tanya Vino sambil mengelus pipi Sivia.
"Aku mau kamu jadi Alvin Sindunata! Bukan Vino Sindunata. Bisa?"
Vino menepuk puncak kepala Sivia. "Jadi aku harus rela kamu panggil Alvin, iya?" tanya Vino.
"Yap! Tapi... Kalo kamu nggak mau~~"
"Aku mau kok jadi Alvin buat kamu." potong Vino.
"Beneran, Vin?"
"Iya, Siv. Bener kok."
Sivia memeluk Vino dengan eratnya. "Thanks banget, Vin. Aku jadi sayang deh sama kamu."
'Kamu tau, Sivia. Kamu cewek pertama yang punya nyali buat ngeliat semua itu. Entah kenapa... Aku beneran jatuh cinta sama kamu.' batin Vino sambil tersenyum tipis.
***
"Menurut lo Alvin punya penyakit apa?" tanya Cakka.
"Dia kayaknya punya penyakit di dada kirinya. Gue nggak begitu keras kok mukul dia." jawab Debo sambil menunduk. Semuanya menatap Debo dalam-dalam.
"Kalo emang Alvin punya penyakit, kenapa elo tega mukulin Alvin sampai meninggal?" tanya Ify dengan amarah yang meluap-luap di kepalanya. Ify merasa kesal dengan Debo atas kematian Alvin. Ify tidak pernah menduga bahwa Alvin akan pergi secepat ini. Padahal, Ify baru saja ingin mengenal Alvin lebih dekat. Namun, nasib berkata demikian. Takdir Tuhan yang memisahkan kita semua dari orang yang kita sayangi.
"Jangan nyalahin Debo juga dong! Debo kan dari awal nggak tau kalo Alv~~" ucapan Agni tersendat. Ia menganga seketika karena dari jauh Agni melihat Sivia dengan Vino, saudara kembar Alvin.
"HEY SEMUA!" sapa Sivia sambil tersenyum lebar.
Sontak semua anak FMIF dan SNG pun kaget setengah mati. Sivia berdiri bersama Alvin. Bukan... Tapi Vino.
"Al... Al... Alvin." ucap Shilla terbata.
"Iya, gue Alvin. Kaget ya?" Vino memperlihatkan gigi kawatnya itu. Ia tersenyum tipis pada semuanya. Walau berat cobaan yang harus dilalui Vino. Tapi, Vino merasa biasa saja. Ia malah menikmati semuanya.
"Lo bukan Alvin! Alvin nggak pernah make behel. Giginya Alvin itu rapi!" bentak Rio pada Vino.
"Itu Alvin!" tunjuk Deva ke belakang Sivia dan Vino. Sosok itu secara misterius langsung menghampiri SNG dan FMIF.
Bersambung...
Maaf ya kurang panjang T.T
ngetik di hp soalnya. Besok kalo dapet ngetik di comp, aku panjangin deh :)
Kamis, 17 November 2011
Kamis, 01 September 2011
Berawal Dari MOS--Part 61--Special Sivia and the new people.
Part 61: Saudara Kembar Alvin.
***
”Heh! Jalan pake mata dong! Punya mata dua nggak digunain dengan baik. Makanya jalan jangan nunduk terus.” bentak orang di hadapan Sivia.
Sivia menatap sosok di hadapannya itu. Alvin... Bukan! Sosok itu sangat berbeda 180 derajat dari Alvin. Bedanya, sosok di hadapan Sivia lebih tinggi dari Alvin. But... Dari wajah sangat mirip dengan Alvin.
”Alvin... Kenapa kamu bentak-bentak aku? Kamu marah sama aku?” tanya Sivia. Ia menghapus air matanya yang menetes akibat bentakan sosok di hadapan Sivia.
”Siapa Alvin? Gue Vino! Bukan Alvin. Dasar cewek aneh.”
Sivia memanyunkan bibirnya. Ia menatap sosok Vino yang berada dihadapannya itu. ”Vino? Tapi kok wajah kamu mirip sama pacarku?”
Vino menatap Sivia. ”Mantan kamu siapa? Alvin? Nama lengkapnya siapa?” tanya Vino.
”Alvin Jonathan Sindunata.” jawab Sivia.
”Hah? AJS?”
Sivia mengangguk. ”Iya, Vino. Emangnya kamu kenal sama Alvin?”
”Dia saudara kembarku. Tapi, kami terpisah waktu umur 1,5 tahun. Aku di tinggal di New York waktu dulu. Makanya aku nggak pernah tau tentang Alvin dan segalanya. Oya, namaku Vino Altha Sindunata. Nama kamu siapa?”
Sivia tersenyum tipis. ”Sivia. Alvin udah meninggal.”
”Apa? Kok bisa? Kenapa?” tanya Vino dengan ekspresi kaget.
”Ya gitulah. Konflik sama sahabatnya. Jadi berantem dan saling pukul. Akibatnya jadi kayak gini. Kamu tinggian ya dari Alvin.”
”Aduuhhh... Papa nggak ngabarin aku tentang kematian Alvin. Keluarga Alvin udah tau semua, Siv? Ce Tasya, Ce Tania, Oma Lani? Udah tau?” tanya Vino.
Sivia menggeleng. Ia menundukkan kepalanya. Isak tangisnya mulai terdengar oleh Vino. ”Nggak ada yang tau tentang semua ini. Bahkan, Alvin langsung di makamin setelah kejadian tadi.”
Vino terdiam. Ia merengkuh Sivia ke dalam pelukannya. Ia tahu bahwa gadis dihadapannya ini sedang sedih karena kehilangan sosok yang berarti dalam hidupnya. ”Don’t cry, Siv. Aku ngerti gimana perasaan kamu sekarang. Tapi, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa untuk kamu. Aku baru kenal kamu. Dan aku juga baru tau bahwa saudara kembarku meninggal.”
Sivia semakin terisak mendengarkan suara Vino. Jelas, sangat mirip dengan suara Alvin. Cuma bedanya, suara Vino terdengar lebih berat dari Alvin. ”Vin... Seandainya kamu tau. Aku sayaaang banget sama Alvin. Walaupun dia cowok nafsuan, tapi aku sayang banget sama dia.”
Vino tertawa geli. ”Sama dong. Sifatnya Alvin ternyata nggak jauh beda sama gue. Hehehe. Jangan kaget lho kalo gue juga cowok nafsuan.”
Sivia tersentak. Ia melepaskan pelukan Vino. ”Pantesan aja meluknya erat banget. Nafsu lo sama aja sama saudara kembar lo itu. Tinggi!”
Vino terkekeh. Ia mengelus pelan pipi Sivia. ”Makanya... Jangan pernah coba masuk ke dalam kehidupan gue. Karena lo udah masuk ke dalam kehidupan gue, lo harus terima apapun yang gue lakuin nanti.”
”Nggak! Lo jahat tau nggak. Gue masih berstatus sebagai pacar saudara kembar lo tau.” ucap Sivia dengan nada tinggi.
Vino mendesah. Ia tersenyum meremehkan. ”Kalo gue rebut lo dari Alvin gimana? Lagian... Alvin kan udah mati! Ngapain juga lo masih ngarepin dia buat ada disisi lo. Mendingan juga gue daripada Alvin.”
”Satu yang bisa gue tebak dari sifat lo berdua. Alvin itu emang suka banget bikin cewek nangis dan dia suka nyakitin perasaan cewek. Dan elo, Vino Altha yang terhormat, lo lebih ganas dari Alvin tau!” Sivia pun beranjak hendak meninggalkan Vino. Namun, tangannya di tahan oleh Vino.
”Kan gue udah bilang. Kalo udah masuk ke dalam kehidupan gue, nggak akan bisa pergi lagi!”
Sivia berontak. ”Brengsek! Licik banget otak lo buat ngerebut gue dari Alvin. Sayangnya, Alvin masih peduli dan sayang sama gue. Dan lo itu cowok kasar!”
PLAAKKK!
Tamparan itu mendarat di pipi kanan Sivia. Kenangan 9 tahun yang lalu terputar kembali di pikiran Vino. Tahun dimana Vino bertemu dengan seorang cewek yang juga membandingan dirinya dengan Alvin. Vino selalu di tuduh sebagai cowok kasar yang tidak peduli dengan perasaan seorang cewek.
”Tampar gue! Atau lo bunuh aja gue sekalian, Vino. Biar gue bisa nyusul Alvin ke atas sana. Gue nggak suka sama cowok kasar kayak gini.”
”Mau lo apa sekarang?” tanya Vino pelan.
”Gue mau Alvin!” jawab Sivia ketus.
”Apa gue nggak boleh jadi Alvin buat elo, Siv?”
Sivia melotot. Ia mendorong Vino. ”Nggak! Siapapun nggak boleh ngegantiin Alvin. Termasuk elo! Jangan mentang-mentang wajah lo mirip sama Alvin, lo bisa seenaknya kayak gini.”
Vino berkacak pinggang. Ia mencengkram erat pergelangan tangan Sivia. ”Lo yang udah buat gue berbuat kasar! Lo yang udah bikin gue jadi kembali ke masa lalu. Lo yang buat gue teringat sama cewek yang namanya Azizah! Puas kan lo sekarang?”
”Hah? Azizah? Tau darimana lo tentang nama masa lalu gue?”
”Ja...ja...jadi lo Azizah?” tanya Vino sedikit kaget dan tak percaya.
”Iya! Nama lengkap gue Sivia Putri Azizah. Kenapa? Keberatan?”
Vino terhuyung. Seketika badannya lemas. Ia terdorong ke belakang lalu menabrak tiang listrik dan terjatuh sambil memeluk lututnya. Kenangan itu terulang kembali. Kenangan yang sudah sangat lama dilupakan oleh Vino. Kini kembali dirasakan oleh Vino.
”Vin... Vino... Kamu kenapa? Jangan buat aku khawatir dong!” Sivia menghampiri Vino.
Vino kembali memutar masa lalunya. Kata-kata itu! Kata-kata yang sama dilontarkan Sivia 9 tahun yang lalu. Ketika Vino jatuh pingsan akibat lemparan bola Alvin yang mengenai kepala Vino. Sivia Azizah. Gadis masa lalu Vino. Gadis yang dulu menemani hari-harinya yang sepi. Gadis yang menemaninya selama di New York. Bahkan, Sivia adalah gadis yang juga sempat menemani hari-hari Alvin di Indonesia.
”Nggak! Jangan lagi. Kenangan itu jangan terulang lagi. Azizah udah mati. Dia udah mati dan udah nggak ada lagi. Kenapa semuanya kembali?” Vino menangis tanpa suara. Namun, suara isak tangisnya bisa terdengar jelas oleh Sivia. Sivia bingung harus melakukan apa. Ia mengelus punggung Vino perlahan.
”Sorry kalo aku udah masuk ke dalam kehidupanmu, Vino. Aku kangen berat sama kamu. Kamu selama ini nggak ada kabar. Pergi ninggalin aku. Disaat aku balik ke Indonesia, kamu benci sama aku. Aku bingung. Bahkan, aku sendiri nggak sempet ngabarin kamu kalo aku ketemu Alvin. Karena... Awal aku mengenal Alvin, aku pikir dia adalah kamu. Dia... Dia menghamiliku.”
”Apa?” Vino kaget dan langsung mendongakkan kepalanya. Ia menatap Sivia dalam-dalam. ”Bagaimana bisa dia ngehamilin kamu? Pantes aja kamu keliatan montok kayak gini.”
PLETAAKK!
Sivia menjitak kepala Vino. ”Enak aja! Saudara kembar kamu tuh emang kurang di ajarin sopan santun.”
Vino tersenyum tipis. ”Emang. Dia kurang di ajar sopan santun. Maklum aja, Alvin dulu terpukul banget pas waktu Mama meninggal karena berusaha ngelahirin gue. Gue bagaikan siksaan buat Mama. Seandainya gue nggak lahir, pasti Mama masih hidup.”
”Sssttt... Mati dan hidup adalah takdir Tuhan. Nggak usah nyalahin diri kamu sendiri. Mungkin sekarang Alvin bisa bahagia karena bisa ketemu Mamanya.” Sivia tersenyum manis.
Vino kembali memeluk Sivia. Ia merasa senang karena masa lalunya telah kembali. Ternyata, Sivia tidak pernah ingin melupakan sosok Vino.
”Aku sayang kamu, Siv. Sampai kapanpun nggak ada yang bisa gantiin gadis yang udah masuk ke dalam kehidupanku.”
”Tapi...”
”Sst...” Vino menempelkan jari telunjuknya di bibir Sivia. Ia mendekatkan wajahnya. Namun, beberapa saat kemudian Vino mendorong Sivia perlahan.
”Errr...”
Vino terkikik. Ia mengelus puncak kepala Sivia. ”Sayangnya... Gue nggak mau bekasnya Alvin! Hahaha.”
Sivia manyun. Ia membalas mendorong Vino. ”Emang aja elo jahat! Siapa juga yang mau dicium sama cowok kasar kayak lo. Gue masih sayang sama ALVIN! Mohon dicatat. Gue, Sivia Azizah sayang sama Alvin Jonathan!”
Perkataan itu membuat hati Vino semakin rapuh. Ia merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia selalu kalah bersaing dengan saudara kembarnya tersebut. Rasa sakit hati terhadap Alvin kembali dirasakan Vino. Dalam hal cewek saja, Vino selalu kalah saing oleh Alvin. Padahal... Jika dibandingkan Alvin dengan Vino, jauh lebih bagus body Vino yang tinggi dan berisi dibandingkan Alvin. (._.V)
”Vin... Sorry. Jangan tersinggung sama kata-kata gue ya.”
”Salahkah hati ini mencintai dirimu. Menyayangi kamu. Merindukanmu. Salahkah diri ini menginginkan dirimu. Ingin kamu untuk disisiku.” sepenggal lirik lagu itu dinyanyikan Vino untuk Sivia. Perasaan aneh yang dirasakan 9 tahun yang lalu, kini kembali dirasakan Vino ketika berada disisi Sivia.
”Nggak salah. Cuma... Aku baru aja kehilangan Alvin, Vin. Maaf.” lirih Sivia.
Vino menunduk. ”Apa aku nggak boleh jadi pengganti Alvin dihatimu?” tanya Vino lagi.
Bersambung...
***
”Heh! Jalan pake mata dong! Punya mata dua nggak digunain dengan baik. Makanya jalan jangan nunduk terus.” bentak orang di hadapan Sivia.
Sivia menatap sosok di hadapannya itu. Alvin... Bukan! Sosok itu sangat berbeda 180 derajat dari Alvin. Bedanya, sosok di hadapan Sivia lebih tinggi dari Alvin. But... Dari wajah sangat mirip dengan Alvin.
”Alvin... Kenapa kamu bentak-bentak aku? Kamu marah sama aku?” tanya Sivia. Ia menghapus air matanya yang menetes akibat bentakan sosok di hadapan Sivia.
”Siapa Alvin? Gue Vino! Bukan Alvin. Dasar cewek aneh.”
Sivia memanyunkan bibirnya. Ia menatap sosok Vino yang berada dihadapannya itu. ”Vino? Tapi kok wajah kamu mirip sama pacarku?”
Vino menatap Sivia. ”Mantan kamu siapa? Alvin? Nama lengkapnya siapa?” tanya Vino.
”Alvin Jonathan Sindunata.” jawab Sivia.
”Hah? AJS?”
Sivia mengangguk. ”Iya, Vino. Emangnya kamu kenal sama Alvin?”
”Dia saudara kembarku. Tapi, kami terpisah waktu umur 1,5 tahun. Aku di tinggal di New York waktu dulu. Makanya aku nggak pernah tau tentang Alvin dan segalanya. Oya, namaku Vino Altha Sindunata. Nama kamu siapa?”
Sivia tersenyum tipis. ”Sivia. Alvin udah meninggal.”
”Apa? Kok bisa? Kenapa?” tanya Vino dengan ekspresi kaget.
”Ya gitulah. Konflik sama sahabatnya. Jadi berantem dan saling pukul. Akibatnya jadi kayak gini. Kamu tinggian ya dari Alvin.”
”Aduuhhh... Papa nggak ngabarin aku tentang kematian Alvin. Keluarga Alvin udah tau semua, Siv? Ce Tasya, Ce Tania, Oma Lani? Udah tau?” tanya Vino.
Sivia menggeleng. Ia menundukkan kepalanya. Isak tangisnya mulai terdengar oleh Vino. ”Nggak ada yang tau tentang semua ini. Bahkan, Alvin langsung di makamin setelah kejadian tadi.”
Vino terdiam. Ia merengkuh Sivia ke dalam pelukannya. Ia tahu bahwa gadis dihadapannya ini sedang sedih karena kehilangan sosok yang berarti dalam hidupnya. ”Don’t cry, Siv. Aku ngerti gimana perasaan kamu sekarang. Tapi, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa untuk kamu. Aku baru kenal kamu. Dan aku juga baru tau bahwa saudara kembarku meninggal.”
Sivia semakin terisak mendengarkan suara Vino. Jelas, sangat mirip dengan suara Alvin. Cuma bedanya, suara Vino terdengar lebih berat dari Alvin. ”Vin... Seandainya kamu tau. Aku sayaaang banget sama Alvin. Walaupun dia cowok nafsuan, tapi aku sayang banget sama dia.”
Vino tertawa geli. ”Sama dong. Sifatnya Alvin ternyata nggak jauh beda sama gue. Hehehe. Jangan kaget lho kalo gue juga cowok nafsuan.”
Sivia tersentak. Ia melepaskan pelukan Vino. ”Pantesan aja meluknya erat banget. Nafsu lo sama aja sama saudara kembar lo itu. Tinggi!”
Vino terkekeh. Ia mengelus pelan pipi Sivia. ”Makanya... Jangan pernah coba masuk ke dalam kehidupan gue. Karena lo udah masuk ke dalam kehidupan gue, lo harus terima apapun yang gue lakuin nanti.”
”Nggak! Lo jahat tau nggak. Gue masih berstatus sebagai pacar saudara kembar lo tau.” ucap Sivia dengan nada tinggi.
Vino mendesah. Ia tersenyum meremehkan. ”Kalo gue rebut lo dari Alvin gimana? Lagian... Alvin kan udah mati! Ngapain juga lo masih ngarepin dia buat ada disisi lo. Mendingan juga gue daripada Alvin.”
”Satu yang bisa gue tebak dari sifat lo berdua. Alvin itu emang suka banget bikin cewek nangis dan dia suka nyakitin perasaan cewek. Dan elo, Vino Altha yang terhormat, lo lebih ganas dari Alvin tau!” Sivia pun beranjak hendak meninggalkan Vino. Namun, tangannya di tahan oleh Vino.
”Kan gue udah bilang. Kalo udah masuk ke dalam kehidupan gue, nggak akan bisa pergi lagi!”
Sivia berontak. ”Brengsek! Licik banget otak lo buat ngerebut gue dari Alvin. Sayangnya, Alvin masih peduli dan sayang sama gue. Dan lo itu cowok kasar!”
PLAAKKK!
Tamparan itu mendarat di pipi kanan Sivia. Kenangan 9 tahun yang lalu terputar kembali di pikiran Vino. Tahun dimana Vino bertemu dengan seorang cewek yang juga membandingan dirinya dengan Alvin. Vino selalu di tuduh sebagai cowok kasar yang tidak peduli dengan perasaan seorang cewek.
”Tampar gue! Atau lo bunuh aja gue sekalian, Vino. Biar gue bisa nyusul Alvin ke atas sana. Gue nggak suka sama cowok kasar kayak gini.”
”Mau lo apa sekarang?” tanya Vino pelan.
”Gue mau Alvin!” jawab Sivia ketus.
”Apa gue nggak boleh jadi Alvin buat elo, Siv?”
Sivia melotot. Ia mendorong Vino. ”Nggak! Siapapun nggak boleh ngegantiin Alvin. Termasuk elo! Jangan mentang-mentang wajah lo mirip sama Alvin, lo bisa seenaknya kayak gini.”
Vino berkacak pinggang. Ia mencengkram erat pergelangan tangan Sivia. ”Lo yang udah buat gue berbuat kasar! Lo yang udah bikin gue jadi kembali ke masa lalu. Lo yang buat gue teringat sama cewek yang namanya Azizah! Puas kan lo sekarang?”
”Hah? Azizah? Tau darimana lo tentang nama masa lalu gue?”
”Ja...ja...jadi lo Azizah?” tanya Vino sedikit kaget dan tak percaya.
”Iya! Nama lengkap gue Sivia Putri Azizah. Kenapa? Keberatan?”
Vino terhuyung. Seketika badannya lemas. Ia terdorong ke belakang lalu menabrak tiang listrik dan terjatuh sambil memeluk lututnya. Kenangan itu terulang kembali. Kenangan yang sudah sangat lama dilupakan oleh Vino. Kini kembali dirasakan oleh Vino.
”Vin... Vino... Kamu kenapa? Jangan buat aku khawatir dong!” Sivia menghampiri Vino.
Vino kembali memutar masa lalunya. Kata-kata itu! Kata-kata yang sama dilontarkan Sivia 9 tahun yang lalu. Ketika Vino jatuh pingsan akibat lemparan bola Alvin yang mengenai kepala Vino. Sivia Azizah. Gadis masa lalu Vino. Gadis yang dulu menemani hari-harinya yang sepi. Gadis yang menemaninya selama di New York. Bahkan, Sivia adalah gadis yang juga sempat menemani hari-hari Alvin di Indonesia.
”Nggak! Jangan lagi. Kenangan itu jangan terulang lagi. Azizah udah mati. Dia udah mati dan udah nggak ada lagi. Kenapa semuanya kembali?” Vino menangis tanpa suara. Namun, suara isak tangisnya bisa terdengar jelas oleh Sivia. Sivia bingung harus melakukan apa. Ia mengelus punggung Vino perlahan.
”Sorry kalo aku udah masuk ke dalam kehidupanmu, Vino. Aku kangen berat sama kamu. Kamu selama ini nggak ada kabar. Pergi ninggalin aku. Disaat aku balik ke Indonesia, kamu benci sama aku. Aku bingung. Bahkan, aku sendiri nggak sempet ngabarin kamu kalo aku ketemu Alvin. Karena... Awal aku mengenal Alvin, aku pikir dia adalah kamu. Dia... Dia menghamiliku.”
”Apa?” Vino kaget dan langsung mendongakkan kepalanya. Ia menatap Sivia dalam-dalam. ”Bagaimana bisa dia ngehamilin kamu? Pantes aja kamu keliatan montok kayak gini.”
PLETAAKK!
Sivia menjitak kepala Vino. ”Enak aja! Saudara kembar kamu tuh emang kurang di ajarin sopan santun.”
Vino tersenyum tipis. ”Emang. Dia kurang di ajar sopan santun. Maklum aja, Alvin dulu terpukul banget pas waktu Mama meninggal karena berusaha ngelahirin gue. Gue bagaikan siksaan buat Mama. Seandainya gue nggak lahir, pasti Mama masih hidup.”
”Sssttt... Mati dan hidup adalah takdir Tuhan. Nggak usah nyalahin diri kamu sendiri. Mungkin sekarang Alvin bisa bahagia karena bisa ketemu Mamanya.” Sivia tersenyum manis.
Vino kembali memeluk Sivia. Ia merasa senang karena masa lalunya telah kembali. Ternyata, Sivia tidak pernah ingin melupakan sosok Vino.
”Aku sayang kamu, Siv. Sampai kapanpun nggak ada yang bisa gantiin gadis yang udah masuk ke dalam kehidupanku.”
”Tapi...”
”Sst...” Vino menempelkan jari telunjuknya di bibir Sivia. Ia mendekatkan wajahnya. Namun, beberapa saat kemudian Vino mendorong Sivia perlahan.
”Errr...”
Vino terkikik. Ia mengelus puncak kepala Sivia. ”Sayangnya... Gue nggak mau bekasnya Alvin! Hahaha.”
Sivia manyun. Ia membalas mendorong Vino. ”Emang aja elo jahat! Siapa juga yang mau dicium sama cowok kasar kayak lo. Gue masih sayang sama ALVIN! Mohon dicatat. Gue, Sivia Azizah sayang sama Alvin Jonathan!”
Perkataan itu membuat hati Vino semakin rapuh. Ia merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia selalu kalah bersaing dengan saudara kembarnya tersebut. Rasa sakit hati terhadap Alvin kembali dirasakan Vino. Dalam hal cewek saja, Vino selalu kalah saing oleh Alvin. Padahal... Jika dibandingkan Alvin dengan Vino, jauh lebih bagus body Vino yang tinggi dan berisi dibandingkan Alvin. (._.V)
”Vin... Sorry. Jangan tersinggung sama kata-kata gue ya.”
”Salahkah hati ini mencintai dirimu. Menyayangi kamu. Merindukanmu. Salahkah diri ini menginginkan dirimu. Ingin kamu untuk disisiku.” sepenggal lirik lagu itu dinyanyikan Vino untuk Sivia. Perasaan aneh yang dirasakan 9 tahun yang lalu, kini kembali dirasakan Vino ketika berada disisi Sivia.
”Nggak salah. Cuma... Aku baru aja kehilangan Alvin, Vin. Maaf.” lirih Sivia.
Vino menunduk. ”Apa aku nggak boleh jadi pengganti Alvin dihatimu?” tanya Vino lagi.
Bersambung...
Berawal Dari MOS--Part 60
Part 60: Takdir!
««««»»»»
“GILA! Tuh anak mau bikin kita stress lagi? Apa sih maunya Debo? Nggak puas dia bikin Alvin meninggal?”
“IFY!”
Ify mendengus kemudian terdiam. Memang lebih baik diam daripada harus menghadapi semua amarah teman-temannya. Entah mengapa perasaan benci itu hinggap di hati Ify. Ify benci Debo hanya karena Alvin meninggal. Seketika rasa itu yang dirasakan oleh Ify. Kebencian!
“Terus sekarang gimana?” Panik Sivia.
“Kita ke lantai atas!” ajak Rio.
“GILA! BIARIN AJA PEMBUNUH ITU! ALVIN LEBIH PENTING DARIPADA DIA!” bentak Cakka dengan suara yang bergetar hebat. Seluruh emosinya keluar seketika. Kehilangan Alvin adalah mimpi buruk yang ada di hidup Cakka.
“Tapi Kka...”
“DIEM LO SEMUA!! BIARIN AJA TUH ANAK MAMPUS! KITA HARUS MAKAMIN ALVIN SEKARANG JUGA!” suara Cakka makin meninggi. Amarahnya meledak seketika.
“Kka, lo jangan mikirin perasaan lo doang! Kita disini juga sedih kehilangan Alvin. Tapi, lo juga mikirin dong gimana perasaan Debo. Dia terpukul! Dia nggak nyangka akibatnya bakal fatal kayak gini. Tolong! Jangan kayak gini.” pinta Shilla.
Cakka melirik Shilla tajam. “Elo belain pembunuh itu? Dibayar berapa sih lo sama dia? Ck! Lo pacar gue, Shill. Nggak usah belain dia.”
“JANGAN PERNAH SEBUT DEBO SEBAGAI PEMBUNUH ALVIN!” Agni yang tadinya diam mulai angkat bicara. Ia tidak terima! Ya, sangat tidak terima dengan kata-kata yang dilontarkan Cakka mengenai Debo. Debo bukan pembunuh! Ia hanya emosi hanya karena sifat Alvin yang selalu seenaknya menyakiti perasaan cewek.
“Kenapa lo belain dia?” Tanya Rio.
“Nggak usah nge-judge Debo kayak gini! Alvin yang salah dengan semua ini. Dia yang udah nyakitin Sivia. Jadi, dia juga yang nerima karma yang diberikan Tuhan untuk Alvin.”
Cakka berdiri dihadapan Agni. Ia mencengkram bahu Agni dengan sangat kuat lalu menatap wajah Agni penuh amarah yang meluap-luap. “Apa lo bilang? Alvin yang salah atas semua ini? Mantan lo itu yang salah! Dia yang udah buat Alvin ninggalin kita semua. Dia yang sepantasnya mati. Bukan Alvin!”
“Lo jahat tau! Alvin sendiri udah bisa ngemaafin Debo. Tapi, kenapa lo nggak bisa, Kka? Segitu jeleknya Debo dimata lo? Iya?” Tanya Agni.
“DIEM!” bentak Cakka.
“Udah dong! Debo dalam bahaya malah berantem! Kalo lo semua emang nggak care sama Debo, gue yang akan ke lantai atas! Permisi!” pamit Sivia.
Sivia beranjak dari ruang UGD. Ia dengan segera menuju lantai atas untuk menyelamatkan nyawa Debo.
“Udah puas ribut-ributnya? Kapan sih ada perdamaian diantara kita kalo kerjaan kalian cuma ribut kayak gini?” Aren menatap satu-persatu teman-temannya.
Semuanya menunduk. Cakka menurunkan tangannya dari bahu Agni. Ia tertunduk lesu. Seharusnya pertengkaran ini tidak pernah terjadi. Kematian Alvin karena takdir. Memang Tuhan memberikan Alvin hidup hanya 16 tahun. Bukan karena kesalahan Debo yang telah mencelakakan Alvin.
“Maafin gue. Gue emosi berlebihan. Gue cuma masih nggak percaya aja Alvin ninggalin semua. Semua kenangan yang udah terjadi diantara kita.”
Agni tersenyum tipis. Ia menepuk pundak Cakka pelan. “Jangan sedih. Keep smile. Kita semua disini juga sedih kehilangan Alvin. Tapi, jangan nyalahin Debo atas kematian Alvin. Ini semua takdir Tuhan. Kita harus bisa menerima semua kenyataan ini.”
“Nah gini dong daritadi.” Ucap Patton tersenyum. “Sekarang kita ke lantai atas, yuk!”
“Yuk!”
««««»»»»
“Selamat tinggal Mamah, Patton, Ify dan semua teman-teman. Mungkin aku udah nggak diperluin lagi sama mereka. Aku ini seorang pembunuh! Lebih baik aku mati aja.”
Debo melangkahkan kakinya perlahan. Ia merentangkan tangannya. Angin berhembus sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya kesana kemari(?). Matanya terpejam.
“DEBO JANGAN!”
Debo menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke belakang. Debo tersentak. Sivia menghampiri dan langsung memeluknya erat. Isak tangis Sivia terdengar jelas oleh Debo. Debo membalas pelukan Sivia. Ia membelai lembut rambut Sivia.
“Kenapa kamu ngelarang aku, Vi? Aku ini udah ngebunuh orang yang kamu sayang.”
Sivia menggelengkan kepalanya. “Ini takdir Tuhan! Ini bukan kesalahanmu. Aku cuma nggak mau ntar Ify ngelahirin anak tanpa Bapaknya.”
Debo kaget. Ia melepaskan pelukan Sivia. “Maksud kamu apa?”
“Ify sedang mengandung anak kamu, Deb. Kamu bener-bener lupa sama semuanya?”
Debo mengangguk. “Sama sekali nggak inget semuanya. Dan aku nggak pernah ngerasa ngehamilin Ify. Emangnya kapan aku ngelakuinnya?” tanya Debo.
“DEBO!”
Debo menoleh. Anak-anak FMIF dan SNG lainnya nampak bernafas lega karena Debo mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Ify berlari menghampiri Debo.
PLAAKK!
Tamparan itu mendarat di pipi kanan Debo. Ify menatap Debo. Kemudian ia memeluk erat Debo.
Debo cengo dan tak percaya. Ia terdiam sesaat lalu akhirnya membalas pelukan Ify tak kalah eratnya.
“Tampar aja aku, Fy. Semoga aja nanti sifat kamu yang suka nampar aku nggak nurun ke anak kita.”
Ify mendongakkan kepalanya. “Kamu udah inget, De?”
“Apa sih yang nggak buat princess Alyssa.” goda Debo sambil tersenyum.
Sivia tersenyum tipis. Walau ada sedikit rasa sakit dan cemburu dalam hatinya, Sivia bahagia melihat Debo dan Ify bahagia.
“Aku sayang kamu, Deb. Jangan jauh-jauh lagi dari aku.” Pinta Ify.
Debo mengacak-acak rambut Ify lalu tersenyum. “Anything for you, beibhy.”
“DE, LO UDAH SEMBUH?” tanya Patton sambil berteriak.
Debo mengacungkan jempolnya. Ia tersenyum pada sepupunya itu. Syukurlah, Sivia dengan cepat mengembalikan ingatan Debo seperti semula.
“Langgeng ya kalian berdua. Semoga sampai tua dan sampai punya cucu.” ucap Sivia sambil tersenyum jahil.
Ify dan Debo menoleh. Debo melepaskan pelukan Ify kemudian ia tersenyum pada Sivia. “Doain Ify nggak pergi nyusul Alvin.”
“Hah?” Sivia tersentak. Ia menatap Ify. “Maksudnya Debo apaan, Fy?”
'Mampus! Keceplosan kan gue. Ahh.. Sial sial!' batin Debo. Ia menggerutu kesal mengapa tiba-tiba otaknya keceplosan mengucapkan itu.
“Emang aku kenapa?” tanya Ify pada Debo.
Debo tersenyum. “Nggak apa-apa, sayang.”
Debo pun mengajak Sivia dan Ify menghampiri teman-temannya. Pemakaman Alvin akan segera dilaksanakan.
««««»»»»
Suasana tangis menyelimuti pemakaman Alvin. Sivia memeluk nisan yang bertuliskan 'Alvin Jonathan'. Ia masih tidak percaya bahwa Alvin pergi secepat ini. Sivia sendiri bingung mencari sosok Ayah untuk anaknya yang akan lahir nanti bersamaan dengan Ify. Tuhan begitu cepatnya memanggil Alvin.
“Sivia... Relain kepergian Alvin. Semua ini takdir Tuhan. Jangan nangis lagi. Alvin nanti nggak tenang kalo kamu nangis.” Rio tersenyum lalu menghapus air mata Sivia.
Sivia tertegun. Ia menatap Rio yang berada dihadapannya. “Ma..makasih, Yo.”
Agni menggerutu kesal melihat pemandangan yang terjadi di pemakaman Alvin. Sungguh pemandangan yang sangat menyakitkan. Yang sama sekali tidak enak dilihat oleh mata.
Deva merangkul Agni. “Tabahkan hatimu. Jangan luapin emosimu disaat suasana seperti ini. Ngertiin perasaan Sivia. Relain dulu Rio dipinjem sementara.”
Agni mengangguk lalu menjauhkan tangan Deva dari pundaknya. “Setidaknya gue bukan cewek yang kayak gitu. Santai aja.”
Sivia melirik Agni. Ia menatap seluruh teman-temannya. “Kalian masih mau disini? Aku nggak kuat lama-lama disini. Aku boleh pulang duluan nggak?”
Semuanya mengangguk. “Kalo kamu mau duluan, duluan aja. Kita masih ingin disini.” Jawab Acha.
Rio menatap Sivia. “Aku anter ya?”
Sivia menggeleng. “Aku bisa sendiri. Kamu anter Agni aja. Aku nggak enak hati sama Agni. Aku duluan ya.”
Sivia pun berlalu meninggalkan teman-temannya. Sungguh! Berlama-lama dimakam Alvin membuat Sivia semakin terpuruk.
Debo mengelus nisan Alvin. Ia berlutut disampingnya. “Maafin gue ya, Vin. Thank's selama ini udah sayang dan peduli sama gue. Maaf kalo gue buat lo kayak gini.”
Cakka mengelus punggung Debo. “Udah, De. Alvin udah tenang disana.”
“Kita pulang yuk? Atau makan-makan dulu, gimana?” Ajak Shilla.
“Ayok.”
««««»»»»
“Tuhan, aku sayang Alvin. Aku cinta Alvin. Aku ingin Alvin kembali disisiku.” Air mata Sivia kembali menetes. Ia hanya menunduk sepanjang jalan menuju rumahnya. Sivia hanya tidak mau menjadi tontonan orang-orang.
BRUUKK!
“Auuww” rintih Sivia sambil memegangi kepalanya. Ia mendongakkan kepalanya kemudian menatap sosok yang menabraknya tersebut.
“ALVIN!”
Bersambung...
««««»»»»
“GILA! Tuh anak mau bikin kita stress lagi? Apa sih maunya Debo? Nggak puas dia bikin Alvin meninggal?”
“IFY!”
Ify mendengus kemudian terdiam. Memang lebih baik diam daripada harus menghadapi semua amarah teman-temannya. Entah mengapa perasaan benci itu hinggap di hati Ify. Ify benci Debo hanya karena Alvin meninggal. Seketika rasa itu yang dirasakan oleh Ify. Kebencian!
“Terus sekarang gimana?” Panik Sivia.
“Kita ke lantai atas!” ajak Rio.
“GILA! BIARIN AJA PEMBUNUH ITU! ALVIN LEBIH PENTING DARIPADA DIA!” bentak Cakka dengan suara yang bergetar hebat. Seluruh emosinya keluar seketika. Kehilangan Alvin adalah mimpi buruk yang ada di hidup Cakka.
“Tapi Kka...”
“DIEM LO SEMUA!! BIARIN AJA TUH ANAK MAMPUS! KITA HARUS MAKAMIN ALVIN SEKARANG JUGA!” suara Cakka makin meninggi. Amarahnya meledak seketika.
“Kka, lo jangan mikirin perasaan lo doang! Kita disini juga sedih kehilangan Alvin. Tapi, lo juga mikirin dong gimana perasaan Debo. Dia terpukul! Dia nggak nyangka akibatnya bakal fatal kayak gini. Tolong! Jangan kayak gini.” pinta Shilla.
Cakka melirik Shilla tajam. “Elo belain pembunuh itu? Dibayar berapa sih lo sama dia? Ck! Lo pacar gue, Shill. Nggak usah belain dia.”
“JANGAN PERNAH SEBUT DEBO SEBAGAI PEMBUNUH ALVIN!” Agni yang tadinya diam mulai angkat bicara. Ia tidak terima! Ya, sangat tidak terima dengan kata-kata yang dilontarkan Cakka mengenai Debo. Debo bukan pembunuh! Ia hanya emosi hanya karena sifat Alvin yang selalu seenaknya menyakiti perasaan cewek.
“Kenapa lo belain dia?” Tanya Rio.
“Nggak usah nge-judge Debo kayak gini! Alvin yang salah dengan semua ini. Dia yang udah nyakitin Sivia. Jadi, dia juga yang nerima karma yang diberikan Tuhan untuk Alvin.”
Cakka berdiri dihadapan Agni. Ia mencengkram bahu Agni dengan sangat kuat lalu menatap wajah Agni penuh amarah yang meluap-luap. “Apa lo bilang? Alvin yang salah atas semua ini? Mantan lo itu yang salah! Dia yang udah buat Alvin ninggalin kita semua. Dia yang sepantasnya mati. Bukan Alvin!”
“Lo jahat tau! Alvin sendiri udah bisa ngemaafin Debo. Tapi, kenapa lo nggak bisa, Kka? Segitu jeleknya Debo dimata lo? Iya?” Tanya Agni.
“DIEM!” bentak Cakka.
“Udah dong! Debo dalam bahaya malah berantem! Kalo lo semua emang nggak care sama Debo, gue yang akan ke lantai atas! Permisi!” pamit Sivia.
Sivia beranjak dari ruang UGD. Ia dengan segera menuju lantai atas untuk menyelamatkan nyawa Debo.
“Udah puas ribut-ributnya? Kapan sih ada perdamaian diantara kita kalo kerjaan kalian cuma ribut kayak gini?” Aren menatap satu-persatu teman-temannya.
Semuanya menunduk. Cakka menurunkan tangannya dari bahu Agni. Ia tertunduk lesu. Seharusnya pertengkaran ini tidak pernah terjadi. Kematian Alvin karena takdir. Memang Tuhan memberikan Alvin hidup hanya 16 tahun. Bukan karena kesalahan Debo yang telah mencelakakan Alvin.
“Maafin gue. Gue emosi berlebihan. Gue cuma masih nggak percaya aja Alvin ninggalin semua. Semua kenangan yang udah terjadi diantara kita.”
Agni tersenyum tipis. Ia menepuk pundak Cakka pelan. “Jangan sedih. Keep smile. Kita semua disini juga sedih kehilangan Alvin. Tapi, jangan nyalahin Debo atas kematian Alvin. Ini semua takdir Tuhan. Kita harus bisa menerima semua kenyataan ini.”
“Nah gini dong daritadi.” Ucap Patton tersenyum. “Sekarang kita ke lantai atas, yuk!”
“Yuk!”
««««»»»»
“Selamat tinggal Mamah, Patton, Ify dan semua teman-teman. Mungkin aku udah nggak diperluin lagi sama mereka. Aku ini seorang pembunuh! Lebih baik aku mati aja.”
Debo melangkahkan kakinya perlahan. Ia merentangkan tangannya. Angin berhembus sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya kesana kemari(?). Matanya terpejam.
“DEBO JANGAN!”
Debo menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke belakang. Debo tersentak. Sivia menghampiri dan langsung memeluknya erat. Isak tangis Sivia terdengar jelas oleh Debo. Debo membalas pelukan Sivia. Ia membelai lembut rambut Sivia.
“Kenapa kamu ngelarang aku, Vi? Aku ini udah ngebunuh orang yang kamu sayang.”
Sivia menggelengkan kepalanya. “Ini takdir Tuhan! Ini bukan kesalahanmu. Aku cuma nggak mau ntar Ify ngelahirin anak tanpa Bapaknya.”
Debo kaget. Ia melepaskan pelukan Sivia. “Maksud kamu apa?”
“Ify sedang mengandung anak kamu, Deb. Kamu bener-bener lupa sama semuanya?”
Debo mengangguk. “Sama sekali nggak inget semuanya. Dan aku nggak pernah ngerasa ngehamilin Ify. Emangnya kapan aku ngelakuinnya?” tanya Debo.
“DEBO!”
Debo menoleh. Anak-anak FMIF dan SNG lainnya nampak bernafas lega karena Debo mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Ify berlari menghampiri Debo.
PLAAKK!
Tamparan itu mendarat di pipi kanan Debo. Ify menatap Debo. Kemudian ia memeluk erat Debo.
Debo cengo dan tak percaya. Ia terdiam sesaat lalu akhirnya membalas pelukan Ify tak kalah eratnya.
“Tampar aja aku, Fy. Semoga aja nanti sifat kamu yang suka nampar aku nggak nurun ke anak kita.”
Ify mendongakkan kepalanya. “Kamu udah inget, De?”
“Apa sih yang nggak buat princess Alyssa.” goda Debo sambil tersenyum.
Sivia tersenyum tipis. Walau ada sedikit rasa sakit dan cemburu dalam hatinya, Sivia bahagia melihat Debo dan Ify bahagia.
“Aku sayang kamu, Deb. Jangan jauh-jauh lagi dari aku.” Pinta Ify.
Debo mengacak-acak rambut Ify lalu tersenyum. “Anything for you, beibhy.”
“DE, LO UDAH SEMBUH?” tanya Patton sambil berteriak.
Debo mengacungkan jempolnya. Ia tersenyum pada sepupunya itu. Syukurlah, Sivia dengan cepat mengembalikan ingatan Debo seperti semula.
“Langgeng ya kalian berdua. Semoga sampai tua dan sampai punya cucu.” ucap Sivia sambil tersenyum jahil.
Ify dan Debo menoleh. Debo melepaskan pelukan Ify kemudian ia tersenyum pada Sivia. “Doain Ify nggak pergi nyusul Alvin.”
“Hah?” Sivia tersentak. Ia menatap Ify. “Maksudnya Debo apaan, Fy?”
'Mampus! Keceplosan kan gue. Ahh.. Sial sial!' batin Debo. Ia menggerutu kesal mengapa tiba-tiba otaknya keceplosan mengucapkan itu.
“Emang aku kenapa?” tanya Ify pada Debo.
Debo tersenyum. “Nggak apa-apa, sayang.”
Debo pun mengajak Sivia dan Ify menghampiri teman-temannya. Pemakaman Alvin akan segera dilaksanakan.
««««»»»»
Suasana tangis menyelimuti pemakaman Alvin. Sivia memeluk nisan yang bertuliskan 'Alvin Jonathan'. Ia masih tidak percaya bahwa Alvin pergi secepat ini. Sivia sendiri bingung mencari sosok Ayah untuk anaknya yang akan lahir nanti bersamaan dengan Ify. Tuhan begitu cepatnya memanggil Alvin.
“Sivia... Relain kepergian Alvin. Semua ini takdir Tuhan. Jangan nangis lagi. Alvin nanti nggak tenang kalo kamu nangis.” Rio tersenyum lalu menghapus air mata Sivia.
Sivia tertegun. Ia menatap Rio yang berada dihadapannya. “Ma..makasih, Yo.”
Agni menggerutu kesal melihat pemandangan yang terjadi di pemakaman Alvin. Sungguh pemandangan yang sangat menyakitkan. Yang sama sekali tidak enak dilihat oleh mata.
Deva merangkul Agni. “Tabahkan hatimu. Jangan luapin emosimu disaat suasana seperti ini. Ngertiin perasaan Sivia. Relain dulu Rio dipinjem sementara.”
Agni mengangguk lalu menjauhkan tangan Deva dari pundaknya. “Setidaknya gue bukan cewek yang kayak gitu. Santai aja.”
Sivia melirik Agni. Ia menatap seluruh teman-temannya. “Kalian masih mau disini? Aku nggak kuat lama-lama disini. Aku boleh pulang duluan nggak?”
Semuanya mengangguk. “Kalo kamu mau duluan, duluan aja. Kita masih ingin disini.” Jawab Acha.
Rio menatap Sivia. “Aku anter ya?”
Sivia menggeleng. “Aku bisa sendiri. Kamu anter Agni aja. Aku nggak enak hati sama Agni. Aku duluan ya.”
Sivia pun berlalu meninggalkan teman-temannya. Sungguh! Berlama-lama dimakam Alvin membuat Sivia semakin terpuruk.
Debo mengelus nisan Alvin. Ia berlutut disampingnya. “Maafin gue ya, Vin. Thank's selama ini udah sayang dan peduli sama gue. Maaf kalo gue buat lo kayak gini.”
Cakka mengelus punggung Debo. “Udah, De. Alvin udah tenang disana.”
“Kita pulang yuk? Atau makan-makan dulu, gimana?” Ajak Shilla.
“Ayok.”
««««»»»»
“Tuhan, aku sayang Alvin. Aku cinta Alvin. Aku ingin Alvin kembali disisiku.” Air mata Sivia kembali menetes. Ia hanya menunduk sepanjang jalan menuju rumahnya. Sivia hanya tidak mau menjadi tontonan orang-orang.
BRUUKK!
“Auuww” rintih Sivia sambil memegangi kepalanya. Ia mendongakkan kepalanya kemudian menatap sosok yang menabraknya tersebut.
“ALVIN!”
Bersambung...
Berawal Dari MOS--Part 59 B
Part 59 B: Cinta Lama Bersemi Kembali dan cinta lama telah pergi.
***
”Ca...kk...a...ses...ss...ek nih. Bu...bur...uan...aj...ak...sss...s...shilla...bbb...alik...an...” Deva menepuk pelan pundak Cakka. Nafas-nya terasa sesak. Sangat sulit rasanya untuk bernafas. Tangan kirinya tak henti-hentinya mengenggam tangan Aren yang duduk disampingnya.
Cakka mendekati Shilla. Ia membelai rambut Shilla perlahan. ”S...sh...ii...ll...aayo...bbaa...lll...ik...k...aaa...nn...”
Shilla mengigit bibir bawahnya. Ia merasa tidak tega apabila harus melibatkan Cakka, Deva dan Aren dalam kasus yang dialaminya tersebut. Bahkan, Shilla baru ingat apabila esok hari adalah ulang tahun Cakka. Shilla sendiri bingung harus melakukan apa.
”Sss...s...hhii...lla...” lirih Cakka sambil mengenggam erat tangan Shilla.
Shilla menghela nafasnya sesaat. ”AKU MAU BALIKAN SAMA CAKKA! TOLONG KELUARIN KITA SEMUA DARI RUANGAN INI!”
Cakka mendekap Shilla yang berada dihadapannya itu. Ia sangat senang karena cinta lamanya telah kembali lagi ke dalam pelukan. Ruangan yang seketika gelap dan tak ber-udara itu berubah menjadi sebuah ruangan yang terang dengan lampu dan celah-celah udara.
”Hhhh...makasih ya, Shill. Akhirnya lepas juga dari siksaan dunia gelap dan pengap itu. Aku sayang kamu.”
Deva dan Aren tersenyum tipis melihat pasangan dihadapan mereka. Akhirnya semuanya berakhir. Terror-terror yang selama ini menyulitkan Shilla, berakhir sudah. Semuanya tuntas dan sudah terselesaikan.
”Maafin aku, Kka. Maaf karena aku udah buat kamu, Deva dan Aren ikut tersiksa karena Casillas. Aku janji nggak akan buat Casillas marah lagi. Semua demi kamu, Kka.” Shilla membalas pelukan Cakka. Ia merasa bahagia karena semuanya telah berakhir.
”Shill, Kka, mendingan kita cepet keluar dari sini deh. Firasat gue nggak enak nih.” ucap Deva sambil memegangi leher belakangnya. ”Seseorang dalam bahaya.”
”ALVIN!” ucap Deva dan Aren be rslamaan.
”Hah?”
”Kka, Shill, ayo buruan!” ajak Aren.
Cakka dan Shilla pun mengangguk lalu kemudian bangkit dari tempat duduknya. Mereka berempat segera pergi mencari teman-teman yang lainnya. Mereka hanya berharap semuanya akan baik-baik saja.
***
”Vin... Alvin...” Debo menepuk pipi Alvin perlahan.
”Gimana nih? Alvin pingsan! Kondisinya lemah banget. Semua gara-gara elo, De.” Rio menunjuk Debo penuh emosi. ”Kalo sampai Alvin kenapa-napa. Lo berurusan sama gue!”
”JANGAN PADA BERANTEM!” teriak Sivia. ”Plis... Tolong selamatin nyawa Alvin. Tolong!”
”Yo, bantuin gue! Tadi gue cuma emosi sesaat. Jangan nyalahin gue kayak gini. Bantuin gue angkat Alvin. Lo juga, Ton. Jangan cuma diem dan deket-deket sama Ify doang!”
Patton mendengus. Ia menghampiri Debo. ”Terus sekarang nasib yang di ruangan gelap gimana, De?”
”ALVIN!” suara itu mengagetkan semuanya.
Cakka, Deva, Shilla dan Aren berjalan menghampiri anak SNG dan FMIF lainnya.
”Cakka, Deva, Shilla, Aren, gimana ceritanya kalian bisa selamat?” tanya Agni.
”Cerita-nya panjang!” jawab Shilla. ”Alvin kenapa?”
Debo menunduk. ”Gue yang udah buat Alvin kayak gini. Maafin gue temen-temen.”
Cakka berlutut disamping kiri Alvin. Ia mengenggam tangan kiri Alvin. ”Bertahanlah kawan. Gue tau lo orangnya kuat, Vin. Buka mata lo. Lo nggak kasian sama Sivia? Ayo, Vin. Bangun. Jangan tidur terus.”
Alvin menggerakkan tangannya. Matanya terbuka perlahan. ”Ccc...aak...kk...aa...” lirih Alvin pelan.
”Gue disini, Vin.” jawab Cakka.
Alvin tersenyum kemudian pandangannya beralih ke Sivia. Ia melepaskan genggaman tangan Debo lalu mengelus lembut pipi Sivia. ”Jang...aa...n...per...gi...ll...a...gg...ii...”
”Aku nggak akan pergi, Vin. Aku akan ada terus disampingmu.”
Alvin menghapus airmata Sivia yang terus menetes membasahi pipinya. ”Jangan nang...ii...s...”
Alvin memandang semua teman-temannya satu persatu. Pandangannya terhenti di Rio. ”Rrr...iio...”
Rio berjalan perlahan menghampiri Alvin. Ia berlutut disamping Sivia. ”Gue disini, Vin. Gue sahabat elo. Dan gue yang selalu ada buat elo.”
”Jaa...ggg...aaiin...Sss...iiv...iii...a...” lirih Alvin. Tangannya meraih tangan Rio dan Sivia. Alvin mempersatukan tangan Rio diatas tangan Sivia. Ia tersenyum tipis.
”Argghh! Dada gue...saakkk...iiittt...” Alvin mengerang. Ia memegangi dadanya. Sakit. Sakit sekali yang dirasakan Alvin.
”Angkat Alvin ke mobil. Kita ke rumah sakit sekarang!” perintah Aren.
”Deb, Ton, Yo, Kka, Dev, cepetan angkat Alvin!”
Cakka, Rio, Debo, Deva dan Patton pun mengangkat tubuh Alvin. Mereka dengan cepat bergerak menuju mobil milik Aren.
”SNG ikut gue ke mobil!” ajak Aren.
Anak-anak SNG pun mengangguk lalu segera menuju mobil Aren.
***
SNG dan FMIF mondar-mandir di depan ruang UGD. Mereka menunggu kepastian yang akan diucapkan Dokter tentang kondisi Alvin. Rio terus berusaha untuk menenangkan hati Sivia. Walau berat rasanya melakukan semua suruhan Alvin. Agni! Rio tidak tega melihat Agni sakit karena melihat Rio bersama Sivia.
Dokter pun akhirnya keluar dari ruangan UGD. Wajahnya terlihat kekecewaan. SNG dan FMIF menghampiri Dokter itu.
”Dok, Alvin gimana? Dia selamat kan?” tanya Rio.
”Dok, apa yang Dokter perlu untuk menyelamatkan nyawa Alvin? Jawab, Dok! Jangan diem aja.” ucap Sivia.
Dokter itu menggeleng perlahan. ”Andai saja, kalian membawanya 5 menit lebih cepat. Sayangnya, ia sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Maafkan saya. Saya sudah berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan nyawa saudara Alvin. Tapi, dada kiri Alvin terluka sangat parah. Sehingga tidak bisa diselamatkan lagi.”
”NGGAK! DOKTER BOHONG! ALVIN NGGAK MUNGKIN MENINGGAL KAN, DOK? DOKTER BOHONG!” bentak Sivia. Air matanya tak kuasa ia tahan lagi. Cintanya tlah hilang. Hilang dan kembali ke sang pencipta.
”Maafkan saya. Permisi.” Dokter itu pun berlalu dari hadapan SNG dan FMIF.
”Aarrggghhh! Kenapa Alvin? Bego, bego, bego! Kalo seandainya gue tau dada kiri Alvin lemah, gue nggak akan lakuin semua ini!” Debo terduduk di lantai. Ia menelungkupkan wajahnya.
”BANGUN LO, BANGSAT!” bentak Cakka. Ia membangunkan Debo dengan kasar.
Bug!
Pukulan itu mendarat di pipi kanan Debo. Debo meringis lalu menatap Cakka dihadapannya. ”Lo mau bunuh gue, Kka? Silahkan! Kalo itu emang buat gue nggak ngerasa bersalah lagi sama Alvin! Gue juga nggak mau Alvin kayak gini. Gue minta maaf! Gue minta maaf sama semuanya.”
Bug!
Tangan Cakka memukul keras tembok yang berada dihadapannya. Darah mengalir dari tangan kanan Debo. Ia menatap Debo penuh kebencian yang mendalam. ”Lo tau kan! Lo tau nggak! Alvin itu sayang banget sama elo, De. Tapi ini balesan elo buat Alvin? Hah?! Ini balesan lo buat dia? Hati lo busuk tau! Gue nggak nyangka lo bisa ngelakuin kayak gini ke Alvin hanya karena cewek kayak Sivia.”
”Bunuh aja gue, Kka! Bunuh gue! Kalo emang lo benci sama gue. Dan semua yang ada disini benci sama gue. Nggak ada gunanya gue hidup!” bentak Debo.
”GUE MAU KETEMU, ALVIN!” teriak Sivia di depan ruang UGD. Ia membuka pintu ruang UGD dengan kasar-nya.
”Sivia...” Rio segera menyusul Sivia ke dalam.
”Urusan kita belum selesai, Andryos Aryanto!”
Cakka dan yang lainnya memasuki ruang UGD. Debo terjatuh. Air matanya perlahan menetes.
”Tuhan, kembaliin Alvin! Seandainya bila waktu dapat berputar. Gue nggak akan lakuin semua itu! Argh! Alviinnn!”
***
Sivia perlahan membuka kain putih yang menutupi seluruh tubuh Alvin. Ia membelai wajah Alvin dengan lembut. ”Vin... Kamu pernah janji nggak akan pernah tinggalin aku. Kamu nggak pengen liat kelahiran anak kita nanti, Vin? Bangun! Kalo kamu bangun, apapun yang kamu minta akan aku turutin. Plis, kamu jangan tinggalin aku kayak gini.”
”Vi, udah. Biarin Alvin tenang disana. Jangan kamu nangisin terus.” Rio berusaha menenangkan Sivia.
Anak-anak SNG menangis. Semua menangis melihat kepergian sosok Alvin. Tidak rela! Semua sangat tidak rela harus kehilangan sosok seperti Alvin. Terutama Sivia dan juga anak-anak FMIF.
”Alvin... Makasih atas jasa yang udah kamu lakuin buat aku. Makasih karena kamu sempet ngebuat Debo cemburu. Makasih atas segala usaha kamu buat Sivia cemburu. Tapi, maaf kalo aku pernah punya salah sama kamu. Maafin aku, Vin.” Ify meraih tangan Alvin. Suaranya bergetar hebat. Air mata-nya terus-terusan menetes. Ify sendiri sangat tidak mau kehilangan sosok Alvin. Sulit untuk dilupakan!
”Alvin...”
suasana tangis pun menyelimuti kepergian Alvin.
”Debo mana, Yo?” tanya Sivia.
”Nggak tau, Vi. Dia diluar.” jawab Rio.
”Suruh dia masuk, Yo. Suruh dia kesini.”
Rio pun keluar dari ruang UGD untuk memanggil Debo. Namun, beberapa menit kemudian ia kembali lagi ke dalam dan menghampiri semuanya.
”Debo... Di lantai rumah sakit paling atas. Dia mau bunuh diri.” ucap Rio.
”APA?!”
bersambung...
Like+coment ya...
***
”Ca...kk...a...ses...ss...ek nih. Bu...bur...uan...aj...ak...sss...s...shilla...bbb...alik...an...” Deva menepuk pelan pundak Cakka. Nafas-nya terasa sesak. Sangat sulit rasanya untuk bernafas. Tangan kirinya tak henti-hentinya mengenggam tangan Aren yang duduk disampingnya.
Cakka mendekati Shilla. Ia membelai rambut Shilla perlahan. ”S...sh...ii...ll...aayo...bbaa...lll...ik...k...aaa...nn...”
Shilla mengigit bibir bawahnya. Ia merasa tidak tega apabila harus melibatkan Cakka, Deva dan Aren dalam kasus yang dialaminya tersebut. Bahkan, Shilla baru ingat apabila esok hari adalah ulang tahun Cakka. Shilla sendiri bingung harus melakukan apa.
”Sss...s...hhii...lla...” lirih Cakka sambil mengenggam erat tangan Shilla.
Shilla menghela nafasnya sesaat. ”AKU MAU BALIKAN SAMA CAKKA! TOLONG KELUARIN KITA SEMUA DARI RUANGAN INI!”
Cakka mendekap Shilla yang berada dihadapannya itu. Ia sangat senang karena cinta lamanya telah kembali lagi ke dalam pelukan. Ruangan yang seketika gelap dan tak ber-udara itu berubah menjadi sebuah ruangan yang terang dengan lampu dan celah-celah udara.
”Hhhh...makasih ya, Shill. Akhirnya lepas juga dari siksaan dunia gelap dan pengap itu. Aku sayang kamu.”
Deva dan Aren tersenyum tipis melihat pasangan dihadapan mereka. Akhirnya semuanya berakhir. Terror-terror yang selama ini menyulitkan Shilla, berakhir sudah. Semuanya tuntas dan sudah terselesaikan.
”Maafin aku, Kka. Maaf karena aku udah buat kamu, Deva dan Aren ikut tersiksa karena Casillas. Aku janji nggak akan buat Casillas marah lagi. Semua demi kamu, Kka.” Shilla membalas pelukan Cakka. Ia merasa bahagia karena semuanya telah berakhir.
”Shill, Kka, mendingan kita cepet keluar dari sini deh. Firasat gue nggak enak nih.” ucap Deva sambil memegangi leher belakangnya. ”Seseorang dalam bahaya.”
”ALVIN!” ucap Deva dan Aren be rslamaan.
”Hah?”
”Kka, Shill, ayo buruan!” ajak Aren.
Cakka dan Shilla pun mengangguk lalu kemudian bangkit dari tempat duduknya. Mereka berempat segera pergi mencari teman-teman yang lainnya. Mereka hanya berharap semuanya akan baik-baik saja.
***
”Vin... Alvin...” Debo menepuk pipi Alvin perlahan.
”Gimana nih? Alvin pingsan! Kondisinya lemah banget. Semua gara-gara elo, De.” Rio menunjuk Debo penuh emosi. ”Kalo sampai Alvin kenapa-napa. Lo berurusan sama gue!”
”JANGAN PADA BERANTEM!” teriak Sivia. ”Plis... Tolong selamatin nyawa Alvin. Tolong!”
”Yo, bantuin gue! Tadi gue cuma emosi sesaat. Jangan nyalahin gue kayak gini. Bantuin gue angkat Alvin. Lo juga, Ton. Jangan cuma diem dan deket-deket sama Ify doang!”
Patton mendengus. Ia menghampiri Debo. ”Terus sekarang nasib yang di ruangan gelap gimana, De?”
”ALVIN!” suara itu mengagetkan semuanya.
Cakka, Deva, Shilla dan Aren berjalan menghampiri anak SNG dan FMIF lainnya.
”Cakka, Deva, Shilla, Aren, gimana ceritanya kalian bisa selamat?” tanya Agni.
”Cerita-nya panjang!” jawab Shilla. ”Alvin kenapa?”
Debo menunduk. ”Gue yang udah buat Alvin kayak gini. Maafin gue temen-temen.”
Cakka berlutut disamping kiri Alvin. Ia mengenggam tangan kiri Alvin. ”Bertahanlah kawan. Gue tau lo orangnya kuat, Vin. Buka mata lo. Lo nggak kasian sama Sivia? Ayo, Vin. Bangun. Jangan tidur terus.”
Alvin menggerakkan tangannya. Matanya terbuka perlahan. ”Ccc...aak...kk...aa...” lirih Alvin pelan.
”Gue disini, Vin.” jawab Cakka.
Alvin tersenyum kemudian pandangannya beralih ke Sivia. Ia melepaskan genggaman tangan Debo lalu mengelus lembut pipi Sivia. ”Jang...aa...n...per...gi...ll...a...gg...ii...”
”Aku nggak akan pergi, Vin. Aku akan ada terus disampingmu.”
Alvin menghapus airmata Sivia yang terus menetes membasahi pipinya. ”Jangan nang...ii...s...”
Alvin memandang semua teman-temannya satu persatu. Pandangannya terhenti di Rio. ”Rrr...iio...”
Rio berjalan perlahan menghampiri Alvin. Ia berlutut disamping Sivia. ”Gue disini, Vin. Gue sahabat elo. Dan gue yang selalu ada buat elo.”
”Jaa...ggg...aaiin...Sss...iiv...iii...a...” lirih Alvin. Tangannya meraih tangan Rio dan Sivia. Alvin mempersatukan tangan Rio diatas tangan Sivia. Ia tersenyum tipis.
”Argghh! Dada gue...saakkk...iiittt...” Alvin mengerang. Ia memegangi dadanya. Sakit. Sakit sekali yang dirasakan Alvin.
”Angkat Alvin ke mobil. Kita ke rumah sakit sekarang!” perintah Aren.
”Deb, Ton, Yo, Kka, Dev, cepetan angkat Alvin!”
Cakka, Rio, Debo, Deva dan Patton pun mengangkat tubuh Alvin. Mereka dengan cepat bergerak menuju mobil milik Aren.
”SNG ikut gue ke mobil!” ajak Aren.
Anak-anak SNG pun mengangguk lalu segera menuju mobil Aren.
***
SNG dan FMIF mondar-mandir di depan ruang UGD. Mereka menunggu kepastian yang akan diucapkan Dokter tentang kondisi Alvin. Rio terus berusaha untuk menenangkan hati Sivia. Walau berat rasanya melakukan semua suruhan Alvin. Agni! Rio tidak tega melihat Agni sakit karena melihat Rio bersama Sivia.
Dokter pun akhirnya keluar dari ruangan UGD. Wajahnya terlihat kekecewaan. SNG dan FMIF menghampiri Dokter itu.
”Dok, Alvin gimana? Dia selamat kan?” tanya Rio.
”Dok, apa yang Dokter perlu untuk menyelamatkan nyawa Alvin? Jawab, Dok! Jangan diem aja.” ucap Sivia.
Dokter itu menggeleng perlahan. ”Andai saja, kalian membawanya 5 menit lebih cepat. Sayangnya, ia sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Maafkan saya. Saya sudah berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan nyawa saudara Alvin. Tapi, dada kiri Alvin terluka sangat parah. Sehingga tidak bisa diselamatkan lagi.”
”NGGAK! DOKTER BOHONG! ALVIN NGGAK MUNGKIN MENINGGAL KAN, DOK? DOKTER BOHONG!” bentak Sivia. Air matanya tak kuasa ia tahan lagi. Cintanya tlah hilang. Hilang dan kembali ke sang pencipta.
”Maafkan saya. Permisi.” Dokter itu pun berlalu dari hadapan SNG dan FMIF.
”Aarrggghhh! Kenapa Alvin? Bego, bego, bego! Kalo seandainya gue tau dada kiri Alvin lemah, gue nggak akan lakuin semua ini!” Debo terduduk di lantai. Ia menelungkupkan wajahnya.
”BANGUN LO, BANGSAT!” bentak Cakka. Ia membangunkan Debo dengan kasar.
Bug!
Pukulan itu mendarat di pipi kanan Debo. Debo meringis lalu menatap Cakka dihadapannya. ”Lo mau bunuh gue, Kka? Silahkan! Kalo itu emang buat gue nggak ngerasa bersalah lagi sama Alvin! Gue juga nggak mau Alvin kayak gini. Gue minta maaf! Gue minta maaf sama semuanya.”
Bug!
Tangan Cakka memukul keras tembok yang berada dihadapannya. Darah mengalir dari tangan kanan Debo. Ia menatap Debo penuh kebencian yang mendalam. ”Lo tau kan! Lo tau nggak! Alvin itu sayang banget sama elo, De. Tapi ini balesan elo buat Alvin? Hah?! Ini balesan lo buat dia? Hati lo busuk tau! Gue nggak nyangka lo bisa ngelakuin kayak gini ke Alvin hanya karena cewek kayak Sivia.”
”Bunuh aja gue, Kka! Bunuh gue! Kalo emang lo benci sama gue. Dan semua yang ada disini benci sama gue. Nggak ada gunanya gue hidup!” bentak Debo.
”GUE MAU KETEMU, ALVIN!” teriak Sivia di depan ruang UGD. Ia membuka pintu ruang UGD dengan kasar-nya.
”Sivia...” Rio segera menyusul Sivia ke dalam.
”Urusan kita belum selesai, Andryos Aryanto!”
Cakka dan yang lainnya memasuki ruang UGD. Debo terjatuh. Air matanya perlahan menetes.
”Tuhan, kembaliin Alvin! Seandainya bila waktu dapat berputar. Gue nggak akan lakuin semua itu! Argh! Alviinnn!”
***
Sivia perlahan membuka kain putih yang menutupi seluruh tubuh Alvin. Ia membelai wajah Alvin dengan lembut. ”Vin... Kamu pernah janji nggak akan pernah tinggalin aku. Kamu nggak pengen liat kelahiran anak kita nanti, Vin? Bangun! Kalo kamu bangun, apapun yang kamu minta akan aku turutin. Plis, kamu jangan tinggalin aku kayak gini.”
”Vi, udah. Biarin Alvin tenang disana. Jangan kamu nangisin terus.” Rio berusaha menenangkan Sivia.
Anak-anak SNG menangis. Semua menangis melihat kepergian sosok Alvin. Tidak rela! Semua sangat tidak rela harus kehilangan sosok seperti Alvin. Terutama Sivia dan juga anak-anak FMIF.
”Alvin... Makasih atas jasa yang udah kamu lakuin buat aku. Makasih karena kamu sempet ngebuat Debo cemburu. Makasih atas segala usaha kamu buat Sivia cemburu. Tapi, maaf kalo aku pernah punya salah sama kamu. Maafin aku, Vin.” Ify meraih tangan Alvin. Suaranya bergetar hebat. Air mata-nya terus-terusan menetes. Ify sendiri sangat tidak mau kehilangan sosok Alvin. Sulit untuk dilupakan!
”Alvin...”
suasana tangis pun menyelimuti kepergian Alvin.
”Debo mana, Yo?” tanya Sivia.
”Nggak tau, Vi. Dia diluar.” jawab Rio.
”Suruh dia masuk, Yo. Suruh dia kesini.”
Rio pun keluar dari ruang UGD untuk memanggil Debo. Namun, beberapa menit kemudian ia kembali lagi ke dalam dan menghampiri semuanya.
”Debo... Di lantai rumah sakit paling atas. Dia mau bunuh diri.” ucap Rio.
”APA?!”
bersambung...
Like+coment ya...
Langganan:
Postingan (Atom)