Kamis, 01 September 2011

Berawal Dari MOS--Part 61--Special Sivia and the new people.

Part 61: Saudara Kembar Alvin. 

*** 

”Heh! Jalan pake mata dong! Punya mata dua nggak digunain dengan baik. Makanya jalan jangan nunduk terus.” bentak orang di hadapan Sivia. 

Sivia menatap sosok di hadapannya itu. Alvin... Bukan! Sosok itu sangat berbeda 180 derajat dari Alvin. Bedanya, sosok di hadapan Sivia lebih tinggi dari Alvin. But... Dari wajah sangat mirip dengan Alvin. 

”Alvin... Kenapa kamu bentak-bentak aku? Kamu marah sama aku?” tanya Sivia. Ia menghapus air matanya yang menetes akibat bentakan sosok di hadapan Sivia. 

”Siapa Alvin? Gue Vino! Bukan Alvin. Dasar cewek aneh.” 

Sivia memanyunkan bibirnya. Ia menatap sosok Vino yang berada dihadapannya itu. ”Vino? Tapi kok wajah kamu mirip sama pacarku?” 

Vino menatap Sivia. ”Mantan kamu siapa? Alvin? Nama lengkapnya siapa?” tanya Vino. 

”Alvin Jonathan Sindunata.” jawab Sivia. 

”Hah? AJS?” 

Sivia mengangguk. ”Iya, Vino. Emangnya kamu kenal sama Alvin?” 

”Dia saudara kembarku. Tapi, kami terpisah waktu umur 1,5 tahun. Aku di tinggal di New York waktu dulu. Makanya aku nggak pernah tau tentang Alvin dan segalanya. Oya, namaku Vino Altha Sindunata. Nama kamu siapa?” 

Sivia tersenyum tipis. ”Sivia. Alvin udah meninggal.” 

”Apa? Kok bisa? Kenapa?” tanya Vino dengan ekspresi kaget. 

”Ya gitulah. Konflik sama sahabatnya. Jadi berantem dan saling pukul. Akibatnya jadi kayak gini. Kamu tinggian ya dari Alvin.” 

”Aduuhhh... Papa nggak ngabarin aku tentang kematian Alvin. Keluarga Alvin udah tau semua, Siv? Ce Tasya, Ce Tania, Oma Lani? Udah tau?” tanya Vino. 

Sivia menggeleng. Ia menundukkan kepalanya. Isak tangisnya mulai terdengar oleh Vino. ”Nggak ada yang tau tentang semua ini. Bahkan, Alvin langsung di makamin setelah kejadian tadi.” 

Vino terdiam. Ia merengkuh Sivia ke dalam pelukannya. Ia tahu bahwa gadis dihadapannya ini sedang sedih karena kehilangan sosok yang berarti dalam hidupnya. ”Don’t cry, Siv. Aku ngerti gimana perasaan kamu sekarang. Tapi, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa untuk kamu. Aku baru kenal kamu. Dan aku juga baru tau bahwa saudara kembarku meninggal.” 

Sivia semakin terisak mendengarkan suara Vino. Jelas, sangat mirip dengan suara Alvin. Cuma bedanya, suara Vino terdengar lebih berat dari Alvin. ”Vin... Seandainya kamu tau. Aku sayaaang banget sama Alvin. Walaupun dia cowok nafsuan, tapi aku sayang banget sama dia.” 

Vino tertawa geli. ”Sama dong. Sifatnya Alvin ternyata nggak jauh beda sama gue. Hehehe. Jangan kaget lho kalo gue juga cowok nafsuan.” 

Sivia tersentak. Ia melepaskan pelukan Vino. ”Pantesan aja meluknya erat banget. Nafsu lo sama aja sama saudara kembar lo itu. Tinggi!” 

Vino terkekeh. Ia mengelus pelan pipi Sivia. ”Makanya... Jangan pernah coba masuk ke dalam kehidupan gue. Karena lo udah masuk ke dalam kehidupan gue, lo harus terima apapun yang gue lakuin nanti.” 

”Nggak! Lo jahat tau nggak. Gue masih berstatus sebagai pacar saudara kembar lo tau.” ucap Sivia dengan nada tinggi. 

Vino mendesah. Ia tersenyum meremehkan. ”Kalo gue rebut lo dari Alvin gimana? Lagian... Alvin kan udah mati! Ngapain juga lo masih ngarepin dia buat ada disisi lo. Mendingan juga gue daripada Alvin.” 

”Satu yang bisa gue tebak dari sifat lo berdua. Alvin itu emang suka banget bikin cewek nangis dan dia suka nyakitin perasaan cewek. Dan elo, Vino Altha yang terhormat, lo lebih ganas dari Alvin tau!” Sivia pun beranjak hendak meninggalkan Vino. Namun, tangannya di tahan oleh Vino. 

”Kan gue udah bilang. Kalo udah masuk ke dalam kehidupan gue, nggak akan bisa pergi lagi!” 

Sivia berontak. ”Brengsek! Licik banget otak lo buat ngerebut gue dari Alvin. Sayangnya, Alvin masih peduli dan sayang sama gue. Dan lo itu cowok kasar!” 

PLAAKKK! 
Tamparan itu mendarat di pipi kanan Sivia. Kenangan 9 tahun yang lalu terputar kembali di pikiran Vino. Tahun dimana Vino bertemu dengan seorang cewek yang juga membandingan dirinya dengan Alvin. Vino selalu di tuduh sebagai cowok kasar yang tidak peduli dengan perasaan seorang cewek. 

”Tampar gue! Atau lo bunuh aja gue sekalian, Vino. Biar gue bisa nyusul Alvin ke atas sana. Gue nggak suka sama cowok kasar kayak gini.” 

”Mau lo apa sekarang?” tanya Vino pelan. 

”Gue mau Alvin!” jawab Sivia ketus. 

”Apa gue nggak boleh jadi Alvin buat elo, Siv?” 

Sivia melotot. Ia mendorong Vino. ”Nggak! Siapapun nggak boleh ngegantiin Alvin. Termasuk elo! Jangan mentang-mentang wajah lo mirip sama Alvin, lo bisa seenaknya kayak gini.” 

Vino berkacak pinggang. Ia mencengkram erat pergelangan tangan Sivia. ”Lo yang udah buat gue berbuat kasar! Lo yang udah bikin gue jadi kembali ke masa lalu. Lo yang buat gue teringat sama cewek yang namanya Azizah! Puas kan lo sekarang?” 

”Hah? Azizah? Tau darimana lo tentang nama masa lalu gue?” 

”Ja...ja...jadi lo Azizah?” tanya Vino sedikit kaget dan tak percaya. 

”Iya! Nama lengkap gue Sivia Putri Azizah. Kenapa? Keberatan?” 

Vino terhuyung. Seketika badannya lemas. Ia terdorong ke belakang lalu menabrak tiang listrik dan terjatuh sambil memeluk lututnya. Kenangan itu terulang kembali. Kenangan yang sudah sangat lama dilupakan oleh Vino. Kini kembali dirasakan oleh Vino. 

”Vin... Vino... Kamu kenapa? Jangan buat aku khawatir dong!” Sivia menghampiri Vino. 

Vino kembali memutar masa lalunya. Kata-kata itu! Kata-kata yang sama dilontarkan Sivia 9 tahun yang lalu. Ketika Vino jatuh pingsan akibat lemparan bola Alvin yang mengenai kepala Vino. Sivia Azizah. Gadis masa lalu Vino. Gadis yang dulu menemani hari-harinya yang sepi. Gadis yang menemaninya selama di New York. Bahkan, Sivia adalah gadis yang juga sempat menemani hari-hari Alvin di Indonesia. 

”Nggak! Jangan lagi. Kenangan itu jangan terulang lagi. Azizah udah mati. Dia udah mati dan udah nggak ada lagi. Kenapa semuanya kembali?” Vino menangis tanpa suara. Namun, suara isak tangisnya bisa terdengar jelas oleh Sivia. Sivia bingung harus melakukan apa. Ia mengelus punggung Vino perlahan. 

”Sorry kalo aku udah masuk ke dalam kehidupanmu, Vino. Aku kangen berat sama kamu. Kamu selama ini nggak ada kabar. Pergi ninggalin aku. Disaat aku balik ke Indonesia, kamu benci sama aku. Aku bingung. Bahkan, aku sendiri nggak sempet ngabarin kamu kalo aku ketemu Alvin. Karena... Awal aku mengenal Alvin, aku pikir dia adalah kamu. Dia... Dia menghamiliku.” 

”Apa?” Vino kaget dan langsung mendongakkan kepalanya. Ia menatap Sivia dalam-dalam. ”Bagaimana bisa dia ngehamilin kamu? Pantes aja kamu keliatan montok kayak gini.” 

PLETAAKK! 
Sivia menjitak kepala Vino. ”Enak aja! Saudara kembar kamu tuh emang kurang di ajarin sopan santun.” 

Vino tersenyum tipis. ”Emang. Dia kurang di ajar sopan santun. Maklum aja, Alvin dulu terpukul banget pas waktu Mama meninggal karena berusaha ngelahirin gue. Gue bagaikan siksaan buat Mama. Seandainya gue nggak lahir, pasti Mama masih hidup.” 

”Sssttt... Mati dan hidup adalah takdir Tuhan. Nggak usah nyalahin diri kamu sendiri. Mungkin sekarang Alvin bisa bahagia karena bisa ketemu Mamanya.” Sivia tersenyum manis. 

Vino kembali memeluk Sivia. Ia merasa senang karena masa lalunya telah kembali. Ternyata, Sivia tidak pernah ingin melupakan sosok Vino. 

”Aku sayang kamu, Siv. Sampai kapanpun nggak ada yang bisa gantiin gadis yang udah masuk ke dalam kehidupanku.” 

”Tapi...” 

”Sst...” Vino menempelkan jari telunjuknya di bibir Sivia. Ia mendekatkan wajahnya. Namun, beberapa saat kemudian Vino mendorong Sivia perlahan. 

”Errr...” 

Vino terkikik. Ia mengelus puncak kepala Sivia. ”Sayangnya... Gue nggak mau bekasnya Alvin! Hahaha.” 

Sivia manyun. Ia membalas mendorong Vino. ”Emang aja elo jahat! Siapa juga yang mau dicium sama cowok kasar kayak lo. Gue masih sayang sama ALVIN! Mohon dicatat. Gue, Sivia Azizah sayang sama Alvin Jonathan!” 

Perkataan itu membuat hati Vino semakin rapuh. Ia merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia selalu kalah bersaing dengan saudara kembarnya tersebut. Rasa sakit hati terhadap Alvin kembali dirasakan Vino. Dalam hal cewek saja, Vino selalu kalah saing oleh Alvin. Padahal... Jika dibandingkan Alvin dengan Vino, jauh lebih bagus body Vino yang tinggi dan berisi dibandingkan Alvin. (._.V) 

”Vin... Sorry. Jangan tersinggung sama kata-kata gue ya.” 

”Salahkah hati ini mencintai dirimu. Menyayangi kamu. Merindukanmu. Salahkah diri ini menginginkan dirimu. Ingin kamu untuk disisiku.” sepenggal lirik lagu itu dinyanyikan Vino untuk Sivia. Perasaan aneh yang dirasakan 9 tahun yang lalu, kini kembali dirasakan Vino ketika berada disisi Sivia. 

”Nggak salah. Cuma... Aku baru aja kehilangan Alvin, Vin. Maaf.” lirih Sivia. 

Vino menunduk. ”Apa aku nggak boleh jadi pengganti Alvin dihatimu?” tanya Vino lagi. 

Bersambung... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar