Part 42: Don’t leave me alone!
***
Sivia terus terisak didalam kamar hotel. Ia sudah tak kuasa menahan nafsu Alvin yang susah untuk dikendalikan. Sivia tak menyangka bahwa Alvin akan seperti ini terhadap dirinya. Tak ada rasa kasihan sedikitpun pada Sivia.
“Vin... U...udah...” lirih Sivia lemas. Ia sudah merasa benar-benar lelah dan tubuhnya tak bisa digerakkan sedikitpun.
“Maafin aku, Vi. Plis, jangan marah sama aku. Aku minta maaf, Vi.” Alvin mengenggam erat tangan Sivia.
“K...kamu jahat!” Sivia masih terisak. Ia menarik selimut sambil membalikkan badannya membelakangi Alvin.
“Vi, maaf.” Alvin memeluk Sivia dari belakang.
“Kata maafmu itu nggak cukup buat semua rasa sakit yang aku rasain!” Sivia mencoba bangkit dari kasur dengan memakai selimut dan langsung pergi ke kamar mandi untuk memandikan tubuhnya.
Alvin mendengus. “Ya ampun... Apa gue udah keterlaluan ya sama Sivia? Aduh, Sivia pasti marah banget sama gue. Gue ikut masuk kamar mandi aja deh. ._.” Alvin beranjak dan langsung menuju kamar mandi.
Krrrriiiitttt...
Pintu kamar mandi dibuka Alvin.
“Alvin...” Sivia mengambil handuknya.
“Vi...” Alvin berjalan hendak menghampiri Sivia.
BYUUURRR...
“ALVIN BEGO! ngapain lo masuk kamar mandi? Sinting!” Sivia segera keluar dari kamar mandi dengan perasaan sangat kesal.
“Ih, ngambek lagi itu anak.” Alvin hanya geleng-geleng kepala dan keluar dari kamar mandi.
*Skip*
*Skip*
Alvin dan Sivia keluar dari Summer Hotel. Alvin masih belum mendapatkan maaf dari Sivia. Dan Ia benar-benar bingung harus melakukan apa agar dimaafkan oleh Sivia. Alvin benar-benar menyesali perbuatannya.
“Vi... Maaf.” sepanjang jalan Alvin terus mengucapkan kata ‘Maaf’. Sivia tetap tak memperdulikan Alvin.
“Maaf lo nggak cukup!”
“Gue harus lakuin apa lagi, Vi? Tolong maafin gue.” Alvin menghentikan langkahnya dan langsung berlutut dihadapan Sivia.
“Berdiri!” bentak Sivia.
“Gue nggak akan berdiri sebelum lo maafin gue. Maafin gue, Vi.”
“Gue nggak peduli! Lo udah buat masa depan gue hancur. Gue nggak mau liat lo ada disini.”
“Lo mau gue mati, Vi? Kalo emang itu buat lo maafin gue, gue lakuin semua itu.”
“Gue nggak peduli! Mati aja lo sana. Emang gue pikirin. Males gue sama lo.” Sivia berjalan meninggalkan Alvin.
“Kalo itu emang buat kamu maafin aku. Selamat tinggal, Sivia.” Alvin berjalan menyebrangi jalan raya yang sedang ramai.
Braakkkk-
Sivia tersentak dan menghentikan langkahnya seketika. Sivia melihat Alvin tidak ada dibelakangnya. Kerumunan orang-orang berada dijalan raya. Sivia berlari menuju jalan raya dan berharap itu bukan Alvin.
“Misi...misi...” Sivia menerobos kerumunan orang-orang.
“ALVIN...”
Sivia berlutut memeluk tubuh Alvin yang penuh dengan darah yang berceceran.
“ALVIN... Jangan tinggalin aku. Aku udah maafin kamu, Vin.” Air mata Sivia seketika jatuh karena melihat kondisi Alvin.
“S...s...si...sivia...” tangan Alvin membelai lembut pipi Sivia. Sivia masih menangis memeluk Alvin.
“Jangan tinggalin aku, Vin. Aku udah maafin kamu. Plis, jangan lakuin hal bodoh kayak gini. Aku nggak mau kehilangan kamu. Terserah kamu mau apain aku. Yang jelas aku nggak mau kehilangan kamu.”
“M...m...ma...makasih, Vi.” Alvin memejamkan matanya perlahan. Sivia panik dan segera memanggil taksi untuk segera menuju rumah sakit.
@RS Sanglah
Alvin langsung dilarikan ke UGD. Sivia terus-terusan menangis melihat Alvin seperti ini. Sivia sadar bahwa tak seharusnya dia tadi seperti ini pada Alvin.
“Maaf, anda tidak boleh masuk. Silahkan tunggu diluar.” ucap suster rumah sakit itu.
“Selamatkan pacar saya ya, Sus.” pinta Sivia.
“Kami akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan nyawa pasien.” ucap Suster itu langsung menuju ruang UGD.
“Alvin... Maafin aku. Aku jadi buat kamu masuk rumah sakit. Seharusnya tadi aku maafin kamu. Maaf, Vin.” Sivia terus mondar-mandir didepan ruang UGD. Ia hanya berharap Alvin selamat. Tak peduli berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar rumah sakit. Sivia hanya mau Alvin selamat.
“Kok nangis?” seseorang keluar dari ruang UGD.
“Alvin...” Sivia langsung memeluk Alvin dihadapannya.
“Maaf ya, Vi. Aku cuma nggak mau kamu marah sama aku.” ucap Alvin sambil membelai rambut Sivia.
“Kamu nggak apa-apa kan, Vin?”
“Nggak... Cuma cidera kepala dikit. Cuma diperban-perban aja. Kamu udah maafin aku kan, Vi?” Alvin melepaskan pelukan Sivia. Sivia mengangguk lalu tersenyum manis.
“Iya, aku udah maafin kamu, Vin. Jangan lakuin hal bodoh ini lagi. Aku nggak mau kamu tinggalin aku.”
“Aku janji nggak akan pernah tinggalin kamu.” Alvin tersenyum.
“Janji?” Sivia mengulurkan jari kelingkingnya.(?)
“Janji!” Alvin melilit kelingking Sivia(?).
“Anterin aku pulang ya, Vin.” ucap Sivia.
“Enggak. Jangan pulang dulu. Kita jalan-jalan dulu yuk. Ke taman kota.” ajak Alvin.
“Ya udah deh. Yuk.”
Alvin dan Sivia beranjak pergi dari rumah sakit. Mereka berdua langsung menuju taman kota. Sepanjang jalan, Sivia terus-terusan mengenggam tangan Alvin agar kejadian tadi tak terulang kembali. Sivia takut apabila Alvin meninggalkannya sendirian.
@Taman Kota
“Vi...” Alvin merangkul Sivia. Dia dan Sivia kini duduk dibangku taman sambil melihat air mancur dihadapannya.
“Hmm...”
“Kamu nggak marah kan sama kejadian tadi?” tanya Alvin.
“Aku nggak marah! Cuma aku kesel aja. Aku nggak mau kamu pergi tinggalin aku.”
“Ciee... Jadi beneran sayang kan sama Alvin?” Alvin menaikkan sebelah alisnya.
“Iya... Aku sayang sama kamu.” bisik Sivia pelan.
“Apa? Aku nggak denger lho, Vi.”
“Aku sayang sama kamu.” Sivia menaikkan nada bicaranya.
`` Kurang keras. ”
“AKU SAYANG SAMA KAMU!” teriak Sivia keras. Seluruh pengunjung taman menoleh ke arah Alvin-Sivia.
“Asik... Kita diliatin banyak orang, Vi.” Alvin cekikikan.
Sivia menoyor Alvin. “Dasar! Malu-maluin aja。”
“Tapi sayang kan?” goda Alvin.
Sivia memeluk Alvin. “Iya... Aku sayang sama kamu. Sayangku ke kamu melebihi sayangku ke Sion.”
“Emang kamu masih sayang sama si Sion itu?” tanya Alvin.
“Masih dikit. Tapi, rasanya aku juga udah nggak sayang lagi sama dia. Semenjak dia nyulik aku, aku jadi kesel banget sama dia.”
“Hmm... Untung aja aku cepet dateng. Kalo telat pasti aku udah nyesel banget karena aku nggak jagain kamu.”
“Udah... Yang lalu biarlah berlalu. Aku nggak perduli lagi sama Sion.” Sivia menyender dipundak Alvin.
“Bagus deh. Karena aku juga nggak suka kalo kamu deket-deket sama Sion. Dia itu licik tau.”
“Iya. Lagian siapa juga yang mau deket-deket sama dia. Nggak deh!”
Alvin memandang wajah Sivia. “Kamu itu cantik banget ya. Beruntung aku punya bidadari cantik kayak kamu.”
“Apaan sih. Mulai deh ngerayunya. Pasti ada maunya kalo udah kayak gini.” Sivia memanyunkan bibirnya. Alvin terkekeh.
“Kok tau kalo aku ada maunya?”
“Itu bibirnya monyong.” ucap Sivia sambil menunjuk bibir Alvin.
“Yee... Bibirku kan sexy.”
“Haha, iya iya sexy banget deh, Vin.”
“Hmm...”
CUPPP...
Sivia mencium pipi kanan Alvin. Alvin tersenyum sambil memegangi pipinya.
“Don’t leave me alone.” Sivia memeluk Alvin.
“Anything for you.” Alvin membalas pelukan Sivia.
“Aku berharap hari ini bukan hari terakhir kita bersama.” ucap Sivia.
“Kok kamu ngomong gitu?”
“Aku ngerasa akan ada masalah besar yang menimpa kita, Vin. Dan aku nggak tau kapan itu akan terjadi. Yang jelas saat itu kita terpisah dan saling bermusuhan.”
“Jangan berpikiran macem-macem deh, Vi. Aku juga nggak akan pernah tinggalin kamu. Karena cinta kita tak mungkin terpisahkan.”
“Sungguh?”
“Iya, sayang.”
Sivia melepaskan pelukannya lalu memandang Alvin. “Aku bener-bener nggak mau kehilangan kamu, Vin.”
“Iya... Aku janji! Apapun yang terjadi aku nggak akan pernah tinggalin kamu. Karena hatiku cuma untuk kamu seorang.” Alvin mengenggam erat tangan Sivia.
“Alvin-Sivia forever!”
“Iya, aku juga berharap nggak akan ada lagi orang yang ganggu hubungan kita ya, Vi.”
“Iya.”
Alvin mendekati Sivia. Sivia menelan ludahnya.
‘Oh My God, nafsunya naik lagi.’ batin Sivia.
“Ayo, kita pulang.” Sivia menarik tangan Alvin. Alvin mendengus.
“Nggak jadi dikasih nih, Vi?”
“No!”
“Ya udah deh. Kita pulang.” ucap Alvin pasrah.
“Hmm...”
Alvin dan Sivia pun beranjak dari taman. Mereka berharap bahwa hari ini bukanlah hari terakhir mereka bersama.
“Sebentar lagi kalian akan hancur!”
TO BE CONTINUED...
Like+Coment, please!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar