Sabtu, 04 Juni 2011

Berawal Dari MOS--Part 47 B--Alvielshill

Part 47 B: Perasaan ini…

***

“ Ya Tuhan… kirimkanlah malaikat untuk mengatarku pulang ke rumah. Kakiku sakit banget. Malah SNG nggak setia kawan lagi. Mereka semua pada ninggalin gue clubbing. Padahal, gue kan paling anti sama yang namanya clubbing. Eh, merekanya mau aja nurutin kemauan Aren. Huh… pengen pulang. ”

Sivia menggerutu di halte bus. Ia menunggu bus tak kunjung dating untuk mengantarnya pulang. Padahal, biasanya Alvin yang selalu mengantar Sivia pulang dengan selamat sampai rumah. Tapi, semuanya telah berakhir. Alvin pun kini sudah tak peduli lagi dengan Sivia. Bahkan, tanggung jawabnya pun hilang.

“ Alvin… andai aja lo ada disini nemenin gue. ” Sivia terdiam lalu duduk di halte bus dan menanti sebuah bus datang untuk mengantarnya pulang ke rumah. Namun, tak satu pun bus yang lewat saat itu.

“ Sivia… ”

“ Al… Lho, kak Gabriel kok disini? Belum pulang? ” Sivia Nampak terkejut melihat Gabriel muncul di dekatnya.

“ Mau pulang bareng gue nggak? Jam segini bus belum ada. Kasihan lho panas-panas gini sendirian. Apalagi di daerah rawan preman kayak gini. ” Gabriel tersenyum pada Sivia. Ia hanya berharap Sivia menerima ajakannya. Itu berarti misi pertema untuk menghancurkan FMIF telah berhasil dilaksanakan.

“ Hmm… nggak deh kak! Aku nggak mau ngerepotin orang. ” tolak Sivia halus.

“ Nggak ngerepotin kok, Vi. Emangnya kamu mau nungguin Alvin ya disini? Alvin kan tadi lagi jalan sama cewek. ”

“ Hah? Cewek? Sama siapa? ” Tanya Sivia.

“ Ya gue nggak tau lho, Vi. Tapi, tadi itu mesra banget Alvin sama cewek itu. Sekilas sih gue liat kayak salah satu temen lo yang suka dandan itu. ” ucap Gabriel.


Sivia Nampak terkejut dengan ucapan Gabriel. “ Shi…sh…shilla?


“ Gue nggak tau. Ya cirri-cirinya sih gitu. ”

“ Ya udah deh, kak. Aku pulang sama kamu aja. ” ucap Sivia pasrah.

‘ Yes! Berhasil. Ify udah, Sivia udah, ntar tinggal Agni, Shilla sama Acha. Good job Gabriel. ’ batin Gabriel.

“ Kak, kakak liat Alvin dimana sih? ” Tanya Sivia penasaran.

“ Kakak liat di area café pokoknya. Nggak tau juga deh. Pokoknya cowok itu Alvin. ”

“ Kakak yakin? ”

“ Jadi, kamu nggak percaya sama kakak? ”

Sivia menggeleng dengan cepat. “ Bukannya gitu. Tapi… aku tau Alvin kak. Dia emang nggak pernah bisa setia sama yang namanya cewek. Tapi, aku nggak yakin kalo Alvin ke café. Alvin kan nggak pernah sekali pun bawa cewek ke café. Jadi kakak serius atau Cuma bikin aku biar mau pulang sama kakak? ”

“ Kamu nggak percaya sama aku, Vi? Hmm… ya udah deh kalo emang kamu nggak percaya. Kakak bisa anter kamu ke tempat kakak liat Alvin sama cewek. ”

“ Hah? ”

“ Gimana? Kamu mau nggak kakak anter kesana?? ”

“ Hmm… nggak deh kak. Makasih! Ntar yang ada disana aku bakalan nangis ngeliat cowok yang aku sayang jalan sama cewek yang nggak tau pasti itu siapa. Kakak yakin itu Shilla? ”

“ Yakin dan nggak yakin. Soalnya kakak liatnya dari belakang. Jadi, kakak nggak tau itu beneran Alvin sama Shilla atau bukan. ” jawab Gabriel.

“ Ya udah, kak. Ayo pulang. ” ajak Sivia.

“ Yuk. Tapi, kita makan dulu yuk. Laper nih. ” ajak Gabriel.

“ Terserah lo deh, kak. Gue mah ikut-ikut aja apa kata lo. Yang penting lo puas sama semuanya. ” ucap Sivia tersenyum.

Dan pada akhirnya, Sivia dan Gabriel pun pergi meninggalkan halte bus. Mereka menuju sekolah untuk mengambil motor Gabriel. Perasaan itu kembali hadir di hati Sivia. Dan kali ini, Sivia lebih merasa nyaman di dekat Gabriel daripada di dekat Alvin. Bahkan, bagi Sivia, Gabriel lebih segalanya dibandingkan dengan sosok Alvin yang selalu membuat hatinya sakit. Sivia tidak pernah merasa tersenyum apabila di dekat Alvin. Lain halnya dengan Gabriel. Sivia selalu bisa dibuat tersenyum dan tertawa oleh Gabriel. Alvin atau Gabriel? Entahlah. Hanya Sivia yang bisa memilih siapa orang yang pas untuk singgah di hatinya yang kosong saat ini.

@ café StarClub

“ Mau makan apa, Vi? ” Tanya Gabriel.

“ Steak sama cappuccino aja deh. ”

“ Oke, Mbak. Steaknya 2 terus cappuccino 1 sama jus alpukatnya satu ya. ” ucap Gabriel pada sang pelayan café itu.

“ Baik, tunggu sebentar ya. ”

Sivia Nampak celingak-celinguk seperti sedang mencari sosok seseorang di dalam café itu. Entah siapa yang sedang dicari Sivia. Nampaknya, ia sedang sibuk mencari sosok tersebut. Sehingga ia harus mengabaikan Gabriel yang berada dihadapannya itu.

“ Nyariin siapa sih, Vi? Kok sibuk banget? ” Tanya Gabriel penasaran.

“ Iel, itu Alvin bukan? ” Tanya Sivia sambil menunjuk meja café no 7.

“ Mana? ”

“ Itu.. di meja café no 7. Lagi sama cewek itu. Alvin bukan? ”

“ Hah? Iya, itu Alvin. Kita samperin nggak? ” Tanya Gabriel.

“ Maaf, mas, mbak. Ini pesanannya. ” pelayan café itu datang membawa pesanan yang disuruh Sivia dan Gabriel.

Sivia berpikir sejenak lalu meraih jus alpukat dari nampan sang pelayan. Sivia pun beranjak dari kursi dan berjalan menuju meja no 7. Gabriel kaget dan tak percaya dengan apa yang hendak dilakukan Sivia. Ia pun beranjak dan berusaha menghampiri Sivia.

@ meja café no 7

“ S…s…shilla… ” sivia tak percaya dengan apa yang dilihat dihadapannya itu. Alvin bersama Shilla? Bagaimana bisa? Bukannya tadi Shilla bilang ada acara keluarga? Berarti…

“ Vi, ini semua bukan seperti yang lo pikir. Gue sama Alvin Cuma… ”

“ Apa? Cuma apa? Lo mau ngerebut Alvin dari gue kan? Licik lo, Shill! Temen makan temen lo. Gue nggak nyangka lo akan giniin gue. Sakit hati gue punya temen kayak elo. BANGSAT! ”

BYUURRRR…

Sivia menumpahkan jus alpukat itu tepat diatas kepala Shilla. Alvin hanya diam melihat segala yang terjadi dihadapannya. Di balik Sivia munculah Gabriel.

“ Oh… jadi elo yang ngasih tau gue ada di café ini? Hahaha… cara lo nggak lucu! Lo kalo emang benci sama anak FMIF, nggak usah bawa-bawa anak SNG. Ini masalah elo sama gue. Nggak perlu lo bawa Sivia kesini. ” Alvin memandang sinis Gabriel. Ia tak menduga bahwa Gabriellah penyebab datangnya Sivia menghampiri dirinya dan Shilla.

Adu mulut pun terjadi diantara Sivia dan Shilla…

“ Eh, gue udah bilang. Gue sama Alvin nggak ada apa-apa. Gue tadi Cuma di suruh Alvin buat dateng ke café ini. Dan tadi Alvin bilangnya dia kesini sama Cakka. Makanya gue dateng kesini nemuin dia. Dan gue nggak tau disaat yang bersamaan elo dateng sama kak Gabriel ngeliat gue sama Alvin dan tanpa Cakka. Jadinya, gue disini dijebak tau, Vi. Gue nggak ada niat sama sekali buat nyakitin perasaan elo. Plis, percaya sama gue. ” Shilla mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada SIvia.

“ Lo pikir gue… ”

“ KELUAR! Lo ikut sama gue. ” Alvin menarik paksa tangan Sivia keluar dari café StarClub.

“ Yah… Alvin. ” SHilla mendengus pasrah lalu hendak pergi menuju kamar mandi.

Gabriel menarik tangan Shilla. ” Shill, gue anter lo pulang ya. Gue nggak enak liat lo dipermaluin gini di café sama Sivia. Gue nggak nyangka cewek secantik Sivia bisa jahat gini ke elo. Maafin Sivia ya, Shill. ”

“ Sivia nggak salah kok, Iel. Gue yang salah atas semua ini. Seharusnya gue tadi nggak nemuin Alvin. Gue jadi serba salah disini. Ya udah… anterin gue pulang, Iel. Gue nggak bisa diginiin. Rasanya Ashilla Zahrantiara udah jadi cewek yang nggak bener Cuma karena Alvin. ”

Gabriel mendekap tubuh Shilla. Ia kini membiarkan cewek itu meluapkan kekesalannya pada dirinya.

“ Jangan ngomong gitu. Gue nggak suka liat cewek lemah kayak gini. Buktiin kalo cewek itu kuat. Dan cewek itu nggak lemah. Ayo… kita pulang. ” Gabriel merangkul Shilla kemudian mengajaknya pergi keluar dari café starclub.

@ Taman

“ Mau lo itu apa sih, Vin? Ngapain lo bawa gue ke taman? Udah puas lo bikin gue sakit dan menderita kayak gini? Puas lo? ”

“ Vi… ” Alvin mendekap erat tubuh Sivia. Ia seakan tak ingin melepaskan cewek itu dari pelukannya.

" Alvin! Lepasin gue! " Sivia memberontak dalam pelukan Alvin.

" Enggak, Vi! Biarin aku pleuk kamu. Karena kalo aku lepas. Kamu pasti akan pergi ninggalin aku. Aku nggak mau itu semua terjadi, Vi. " lirih Alvin.

Sivia terdiam sejenak. Kemudian ia membalas pelukan Alvin. Pelukan yang diinginkannya hadir kembali mendekap hangat tubuhnya. Dan kini, pelukan itu kembali dirasakan Sivia.
Alvin perlahan melepaskan pelukannya dan kini membiarkan Sivia terdiam membisu.

" Kenapa, Vin? Kenapa kamu kayak gini ke aku? Apa kamu cuma mau mainin perasaanku? Atau kamu emang bener-bener suka sama Shilla? Tapi, kenapa harus aku yang ngerasain semua ini? Kenapa, Vin? " Air mata Sivia perlahan menetes membasahi pipi. Ia sudah tak kuasa lagi menahan air mata yang menumpuk. Rasa sakit itu kembali terasa di dalam hati Sivia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar