Selasa, 12 Juli 2011

Berawal Dari MOS--Part 56

Part 56: Casillas! Cukup!

***

Misteri. Misteri tak kunjung-kunjung selesai dan terungkapkan. Menghilangnya Cakka tentu menambah daftar misteri di sekolah ini. Apa maksud semua ini dengan kematian Casillas?

Cakka-Shilla. Hubungan cinta mereka memang belum mencapai setahun. Begitu banyaknya masalah yang menghampiri hingga akhirnya harus berakhir. Dan itu, berakhirnya hubungan Cakka-Shilla membuat Casillas ingin mempersatukan mereka lagi. Namun, naas yang diterima Casillas.

“S...s...shil...s...shilla...” Cakka mencoba meraih tangan Shilla yang berada disampingnya. Shilla jatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Entah dimana Cakka dan Shilla berada. Ruangan gelap! Udara terbatas dan sulit untuk bernafas.

“Sh...shilla... Ini kesempatan bagus buat kita berdua.” Cakka tersenyum tipis. Pikirannya kali ini sangat kacau.

Kepala Shilla direbahkannya di paha Cakka. Cakka memejamkan matanya sesaat lalu membelai rambut Shilla. Sungguh! Cakka merindukan saat-saat berdua bersama Shilla. Ini yang dirindukannya selama ini dari Shilla.

“sssshhhhh...”

Cakka membuka matanya lalu menoleh ke setiap sudut ruangan. Namun, apa yang bisa dilihat? Gelap! Hanya gelap yang bisa dilihat Cakka diruangan itu.

“Siapa disana?” tanya Cakka.

Cakka menelan ludahnya. Ia menahan nafasnya lalu memejamkan matanya. Jelas! Cakka merasakan ada tangan berkuku yang sedang mengelus wajahnya dan juga Shilla. Siapa sosok tersebut? Apa maunya dia?

Sosok itu mengelus lembut pipi Cakka dan Shilla dengan kukunya yang tajam. Darah mulai mengalir dari pipi Cakka dan Shilla. Lalu, sosok itu menghilang secara seketika.

“Hhhh...” Cakka mengatur nafasnya. Terasa tak beraturan akibat ia menahan nafasnya cukup lama. Perlahan tangannya menyentuh pipinya yang berdarah. Darah itu terus-terusan mengalir. Sangat sulit untuk dihentikan. Goresan itu! Goresan itu terlalu dalam.

“Eerrrgghhh...sakitttttt...” Cakka mengerang kesakitan sambil memegangi pipinya. Perih dan sakit sekali rasanya.

“C...c...cakka...ca...cakka...” Shilla mulai tersadar. Perlahan ia membuka matanya dan berusaha melihat sosok yang ada tepat diatas kepalanya. Shilla mendongakkan kepalanya.

“Elo siapa?”

Cakka tersenyum tipis lalu menarik Shilla ke dalam pelukannya. Ia merebahkan tubuh Shilla tepat dihadapannya.

***

“Dev, gimana nih?” Aren ternyata sedaritadi mengikuti sosok Deva. Ia takut apabila harus memecahkan semua ini sendirian. Benar-benar takut!

“Gue bingung, Ren. Kita telusuri aja tempat ini. Lorong menuju ke...”

“AAAAAAAAAA...”

Deva menarik tangan Aren. Ia terperosok jatuh dari atas lorong misterius yang berada di sekolah. Entah dimana sekarang ia berada.

Gelap! Deva dan Aren jelas berada diruangan gelap itu.

“C...ca...cak...cakka...”

Deva masih memegang tangan Aren. Perlahan Deva dan Aren mencari sumber suara itu. Untungnya, HP Deva ada lampu senternya. Jadi, mereka tidak perlu repot-repot mencari cahaya.

Deva menghentikan langkahnya dan membuat Aren menabrak punggungnya. Deva sungguh tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya itu.

“Cakka! Cukup! Itu Shilla, Kka. Jangan lo gituin. Gue tau lo nggak pernah punya jiwa ene ene. Jangan lakuin ini. Casillas.”

Cakka tersadar dari pikiran kacaunya. Apa yang telah merasuki dirinya? Kenapa ia melakukan ini semua pada Shilla?

“C...ca...cakk...cakka...” Shilla terus-terusan menangis dibuat Cakka.

“Untung aja baru ene ene!” ucap Aren sambil mengurut dadanya.

Cakka berdiri. “Kalian ngapain disini?”

“Kita mau nemuin Shilla. Tapi, kenapa lo ada disini, Kka?” Deva memandang penuh curiga pada Cakka.

“Gue nggak tau kenapa gue bisa ada disini. Bahkan gue nggak sadar kalo gue ene ene tadi sama Shilla.” jelas Cakka sambil menggaruk-garuk kepalanya. Lalu, ia mendekati Shilla kembali.

“JANGAN SENTUH GUE! GUE UDAH NGGAK SUCI LAGI!” Shilla berteriak di dalam ruangan gelap itu.

“Lo apain Shilla sih, Kka?” tanya Aren.

“Nggak gue apa-apain kok! Cuma ene ene aja tadi.”

“Shill, lo nggak apa-apa kok. Udah jangan nangis. Cuma digituin aja nggak akan bikin lo kenapa-napa.” Deva kini berlutut disamping Shilla. Perlahan ia membelai lembut rambut Shilla. “Ganas juga lo, Kka! Sampai merah gitu. Kasian Shilla tau.”

“Lama-lama gue ketularan nafsunya Alvin nih.” ucap Cakka sambil nyengir.

Shilla berusaha bangkit lalu duduk. “Gue nggak suka digituin, Kka! Gue nggak suka!”

“Udah, Shill. Udah terjadi juga. Paling nggak seminggu lagi juga ilang.” Deva menenangkan Shilla lagi.

“Lo tau jalan keluar dari ruangan gelap ini? Wajah lo sama Shilla kenapa? Kena cakaran?” tanya Aren bertubi-tubi.

“Jalan keluar? Nggak ada jalan keluar disini.” jawab Cakka.

“Shill, kenapa awalnya elo bisa ada disini? Dan kenapa papan absen di kelas bisa menyatakan diri elo sakit?” tanya Deva.

Shilla menggeleng. “Gue nggak ngerti. Gue tadi kan liat kalian pada ribut-ribut. Gue males banget. Terus di luar pintu gue liat ada Casillas. Gue serasa dihipnotis untuk ikutin langkah kaki Casillas. Casillas nyuruh gue buat mecahin misteri lorong misterius. Karena dia cuma pengen ngeliat gue! Ngeliat gue sama Cakka. Tapi, lorong itu ngelarangnya untuk menemui gue sama Cakka.” jelas Shilla.

“Jadi... Casillas?”

Cakka mengangguk. “Sepertinya dia juga penyebab gue ada disini. Dan mungkin dia juga yang ngerasukin gue sampai nyuruh kayak gitu ke Shilla. Untung aja elo dateng berdua. Kalo nggak... The end nih.”

“Emang aja lo itu nafsuan!”

“Terus sekarang kita gimana?” tanya Shilla.

“Debo sama Acha!” ucap Aren.

“Hah?”

“Iya, Debo sama Acha!” ucap Aren lagi.

“Mereka kenapa?”

***

“Vin... Perasaan lo ngajak gue nyari Cakka. Kok ngarahnya ke kelas?” tanya Sivia.

“Gue akan buat lo nyesel karena udah milih Debo!”

“Hah? Vin! Woy, jangan gila!” Sivia berusaha berontak. Namun, sia-sia. Tangannya telah digenggam Alvin dengan erat. Ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan dirinya.

“Lo brengsek tau! Lo yang udah bikin gue gila kayak gini. Siapa nyuruh elo pacaran sama Debo? Siapa?” emosi Alvin semakin memuncak. Ia kini sudah ada di kelas bersama Sivia.

Alvin mengunci pintu kelas dan juga menghidupkan cahaya lampu agar lebih terang.

“Vin... Jangan macem-macem lo!” Sivia ketakutan. Ia semakin berjalan mundur dari hadapan Alvin.

“Sivia... Sekarang cuma ada kita berdua! Jadi, elo nggak usah khawatir. Nggak akan ada yang tau kok.” Alvin tersenyum puas penuh dengan kemenangan.

Bruukk...
Lagi-lagi Sivia menabrak tembok. Dan sekarang, lari pun ia tak bisa.

“Lo nggak akan bisa kemana-mana, sayang.” Alvin menahan Sivia dihadapannya. Sivia menunduk. Terus-terusan menunduk. Ia tak ingin melihat wajah Alvin. Tak ingin!

“Lo cantik! Sayangnya, cewek secantik elo terlalu gampang buat dimanfaatin. Gue tau! Elo sama Debo itu cuma sandiwara biar bikin gue cemburu. Iya kan?”

Sivia memberanikan diri menatap Alvin. Emosinya mulai memuncak. “Sandiwara? Gue sama Debo emang pacaran! Dan elo nggak ada hak buat ngelarang hubungan gue sama Debo.”

PLAKK--
Alvin menampar Sivia. “GUE SAYANG SAMA ELO! GUE CINTA SAMA ELO, SIVIA! KENAPA ELO MILIH DEBO?”

Sivia semakin ketakutan. Alvin semakin dekat menghimpit tubuhnya. “GUE NGGAK CINTA DAN SAYANG SAMA ELO!” balas Sivia.

“BOHONG!” bentak Alvin.

“Gue nggak bohong! Gue emang nggak pernah cinta dan sayang sama elo!”

“Kenapa? Kenapa, Vi? Kenapa kalo elo nggak cinta sama gue, elo nerima semua perlakuan gue. KENAPA?”

Sivia terdiam.

“JAWAB! KENAPA ELO TERIMA SEMUA PERLAKUAN GUE?” tanya Alvin lagi dengan nada tinggi.

“GUE TERPAKSA! ITU KARENA NAFSU LO SUSAH DIKENDALIKAN!”

“Gue sayang sama elo!” Alvin semakin mendekatkan wajahnya ke arah Sivia.

***

“Kita harus kemana lagi nih, De?” tanya Ify.

“Udah, ikutin dia aja. Nggak usah bawel! Ntar yang ada dia malah ngambek.” ujar Patton.

“Gue denger yang lo bilang. Lo pikir gue budek! Jangan ngomongin gue dibelakang!” Debo yang sedaritadi diam mulai angkat bicara.

“Yee... Emang kenyataan gitu! Dirumah aja lo suka ngambek. Bunda lo nanyain di rumah. Gue bilang aja lo ngambek terus kabur dari rumah.” ucap Patton.

“Emangnya lo siapa? Lo bukan kakak gue! Kakak gue kan Dimas. Dan gue itu adik kandungnya Dimas. Sekarang gue dirumahnya.”

“Hah? Dimas?” Ify seketika kaget mendengar ucapan Debo. Bagaimana bisa Dimas mengaku menjadi kakak kandungnya Debo? Mustahil!

“Heh! Dimas itu siapa? Lo itu nggak punya kakak! Lo itu sepupu gue. Adik sepupu gue. Gue itu kakak sepupu elo. Bukannya Dimas yang nggak jelas itu!” ucap Patton berusaha memulihkan ingatan Debo.

“Lo diperalat sama Dimas, De! Dia itu musuh bebuyutan elo. Bukannya kakak elo. Lo udah dipengaruhin apa aja sama dia?” tanya Ify.

“Dia... Dia... Dia bilang Agni pacar gue.”

“What?! Agni?”

***

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar