Part 57: ?????
Bila aku diberikan umur yang panjang,
kan ku jaga dia seumur hidupku,
namun, bila waktuku telah habis,
biarkan cinta ini hidup sekali ini saja,
***
' Tuhan... Kenapa Agni?! Kenapa? ' Ify sedaritadi berlari pergi meninggalkan Patton dan Debo. Hatinya sakit. Ditambah lagi pusing di kepalanya yang mulai kambuh lagi. Apa yang bisa dilakukan Ify? Ify hanya bisa menangis. Menangis melihat semua ini. Hidupnya pun tiada artinya lagi. Dan sekarang, cowok yang dicintainya pun kini berpaling ke cewek lain. Terlambat! Terlambat sudah semua penantian Ify. Dan kini, Debo benar-benar berhasil diperalat oleh Dimas. Kenapa semua ini terjadi?
Tik...tik...tik...
Ify berlari ke tengah lapangan basket. Rintik hujan mulai membasahi tubuhnya. Ia kini tak peduli banyaknya air yang jatuh membasahi tubuhnya. Air matanya pun mengalir seketika bersamaan dengan turunnya hujan yang lumayan deras. Sakit! Sakit hati yang dirasakan Ify.
" GUE SAYANG SAMA ELO! " teriak Ify ditengah-tengah lapangan.
" Gue juga sayang sama elo! Jangan ujan-ujanan. Ntar sakit. " Debo memakaikan jaketnya ke Ify. Dan memang benar, Debo masih menganggap Ify sebagai sosok Agni-_-
" De...debo... " Ify langsung memeluk Debo. Dari kejauhan, Patton menghampiri Debo dan Ify.
JDEEERRR...
" AAAAAA... Gue takut. " Debo memeluk Ify dengan eratnya. Ia sangat takut apabila mendengar suara petir.
" De...sak...sakit... " rintih Ify.
" Eh, sorry. " Debo menggaruk-garuk kepalanya lalu menjauh dari Ify.
" Haaaacim... "
" Tuh kan! Dibilangin nggak nurut. Sakit kan sekarang. Udah, kita ke pinggir. " ajak Patton.
Ify mengangguk lalu ke pinggir bersama Debo dan Patton.
Ify memegangi kepalanya yang terasa pusing. Pilek pun kini menyerang Ify.
" Ag, lo nggak apa-apa kan? " tanya Debo khawatir.
Ify tersenyum tipis. " Nggak apa-apa kok, De. Oya, satu lagi. Nama gue Ify bukan Agni! "
" Dan pacar elo itu Ify bukan Agni! " sambung Patton.
" Ify? Agni? Ada apa dengan semua ini? Apa yang terjadi? " tanya Debo.
" Sulit untuk ngejelasin semuanya dari awal. Yang jelas, Dimas musuh elo dan Ify pacar elo. Bukan Agni! Terus, lo se-atap bareng gue. Karena gue tinggal di rumah lo. " jelas Patton.
" Kenapa? Kenapa Ify? Kenapa Agni? Siapa Dimas? Siapaaaaaa? " Debo memegang kepalanya. Ia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Namun, sia-sia! Ia sama sekali tidak bisa mengingat kejadian apa-apa di pikirannya.
" Agni itu mantan lo, De! Dia milik Rio. Dia bukan milik elo. " ucap Ify dengan nada sedikit bergetar.
" Arggghhh... Sakiittt! Gue nggak inget kalian! Gue nggak inget pacar gue. Bahkan gue nggak inget siapa Bunda gue. " Debo merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. Bagaimana cara mengingat semuanya? Bagaimana caranya?
" De, jangan dipaksain! Yang penting sekarang kita temuin Shilla dan tenangin Casillas biar dia nggak ganggu kita lagi. "
" Kak Dimaaaasssss... " Debo semakin merintih. Kepalanya terasa sakit. Pikirannya ikut kacau dengan semua ini.
" De, udah! " Ify berusaha menenangkan pikiran Debo. Lama-lama bisa ikutan pusing melihat tingkah Debo seperti ini. Andai saja dulu Ify tidak menemui Lintar. Pasti semua tak akan seperti ini. Penyesalan memang selalu datang belakangan.
" Kalo gue tau, elo bakal amnesia kayak gini. Gue pasti udah minta... "
" Ssttt... Stop! " Patton memandang Ify tajam. Ify terdiam membisu.
" De, udah! Mendingan sekarang lanjutin pencarian. Lo kan punya sixth sense. Jadi, lo pasti tau jalan kemana arah untuk ketemu Shilla. " Patton menepuk pundak Debo.
Debo menghentikan aksinya. Memang susah kalau harus dipaksa untuk mengingat semua dari awal. Sangat sulit.
" Lorong misterius! Lorong menuju halaman belakang sekolah. Di belakang sekolah ada sebuah pintu yang terbuka. Kita harus tutup pintu itu dan pastikan semuanya selamat. " ucap Debo.
Patton dan Ify berpandangan lalu mengangguk secara bersamaan. " Kita kesana sekarang! "
" Nggak bisa! Kalo kita kesana pasti bakalan terperosok ke ruangan gelap. Disana ada Cakka, Shilla, Deva sama Aren. "
" Deva sama Aren? Mereka disana? " tanya Ify.
" Iya, Deva sama Aren duluan sampai duluan di lorong misterius itu. Dan lo semua tau, kita harus menyelamatkan Cakka, Shilla, Deva dan Aren. Bagaimanapun caranya! "
" Kalo kita ikut terjebak kayak mereka gimana? " tanya Patton.
" Bego! Makanya kita harus cari cara lain buat menuju halaman belakang sekolah. Pokoknya, kita harus cari jalan selain lorong misterius itu. Terus, pastiin jangan lewat lorong. Kalian tau nggak ada jalan lain menuju halaman belakang? "
" Nggak. "
" Bodoh! Jalan lain selain lorong misterius adalah kita harus ngelewatin jendela yang ada di perpustakaan. Dan kalian tau apa yang bikin susah? " tanya Debo lagi.
Lagi-lagi Ify dan Patton menggeleng bersamaan.
" Lengeh! Kunci perpustakaannya selalu dikantongin sama guru kemaren yang baru meninggal itu. "
" Pak Duta? Jadi, kuncinya ada di Pak Duta? " tanya Ify.
Debo mengangguk. " Kita harus bongkar kuburan guru itu. Atau... Cakka, Shilla, Deva dan Aren tidak akan selamat. "
" Ta...ta...tapi... Lo yakin? " tanya Patton mulai ketakutan.
" Emangnya elo mau yang lainnya mati di ruangan gelap itu? Kita punya waktu 1 jam dari sekarang. Karena... Kalo telat. Mereka mungkin nggak akan selamat. Kita ke tempat pemakaman guru kemarin itu. Cepat! Sebelum semuanya terlambat. "
" Gue nggak mau! Gue takut kalo mesti ngebongkar kuburan orang cuma buat ngambil kunci perpustakaan. Emang nggak ada cadangannya? " tanya Ify.
" Cadangannya... Semua jadi satu di kunci perpustakaan yang selalu di kantongin di kantong baju yang dipakai Pak Duta. Jadi, kita harus bongkar kuburannya. "
" Nyali lo udah gede buat bongkar kuburan itu? Lo nggak takut dihantuin sama arwahnya Pak Duta? " Patton memandang Debo dengan sinisnya.
" Lo pikir gue takut? Lo tuh pengecut! " ucap Debo tak kalah sinisnya.
" Udah dong! Situasi dan kondisi kayak gini malah berantem. Waktu kita tinggal 55 menit lagi. Kita udah nggak ada waktu lagi buat santai. " Ify mulai angkat bicara.
" GARA-GARA LO! Udah, ayo kita ke pemakaman guru itu. Biar semuanya selesai. " ajak Debo.
Patton dan Ify pun menurut lalu mengikuti langkah kaki Debo menuju tempat pemakaman Pak Duta.
***
" Mau lo apa sih, Vin? Lo nggak puas dengan perbuatan lo selama ini ke gue? Sekarang, kita terjebak di kelas ini! Semua karena lo. " Sivia nampak benar-benar kecewa dengan Alvin kali ini. Bisa-bisanya Alvin memiliki pemikiran bodoh seperti ini.
" Maaf, Vi. Gue nggak tau kalo kita bakalan terjebak disini. Plis, jangan benci gue. " Alvin kini berlutut dihadapan Sivia. Mungkin Alvin benar-benar kelewatan melakukan ini semua terhadap mereka. Sekarang, pintu kelas pun terkunci dan tidak bisa di buka dari dalam.
" Lo jahat! Gue mau pulang, Vin. Gue nggak mau disini. "
" Iya, Vi. Gue juga nggak mau disini. Tapi, kita nggak bisa keluar darisini. " Alvin menunduk lesu.
Sivia mendorong Alvin yang berlutut dihadapannya. " SEMUA KARENA LO! GUE BENCI LO, ALVIN! "
Alvin berdiri dihadapan Sivia. Alvin menatap Sivia yang terus-terusan menangis hanya karena pintu kelas yang tidak bisa terbuka. Alvin mendekati Sivia perlahan.
" JAUH! JANGAN DEKETIN GUE! PERGI LO! "
" Maafin gue, Vi. " Alvin mendekap erat tubuh Sivia. Ia menyesal! Alvin benar-benar menyesal dengan perbuatan yang dilakukannya. Pikirannya sangat kacau. Kacau hanya karena nafsu sesaat.
" Kenapa? Kenapa lo ngerebut semuanya? Kenapa elo ngerebut kebahagiaan gue, Vin? Kenapa? " Sivia menangis dipelukan Alvin. Amarahnya pun dilampiaskan pada Alvin.
" Karena gue sayang sama lo. Bukan karena untuk balas dendam semata. Tapi, karena gue emang bener-bener sayang dan cinta sama lo. " jawab Alvin sambil membelai lembut rambut Sivia.
Alvin dan Sivia tidak menyadari bahwa banyaknya orang yang menyaksikan mereka di depan kelas. Tentunya orang-orang dikelas sibuk memperhatikan Alvin dan Sivia.
***
" Cha, ada apa? " tanya Agni tepat dibelakang Acha.
" Alvin sama Sivia. Mereka bikin rusuh dikelas orang. " ucap Acha.
" Hah? Alvin sama Sivia? " tanya Rio.
" Iya, mereka dalam bahaya. Mereka bisa membuat penghuni kelas itu ngamuk. Ayo, kita harus selamatin mereka. " ajak Acha.
" Tapi, mereka dimana? " tanya Agni.
" XII IPA 3. " jawab Acha.
" Hah? 12 IPA 3? Itu kan... Kelas yang udah ditutup, Cha. " kata Rio.
" Nah, makanya itu. Mereka kejebak disana. Kita harus cepet tolongin. Sebelum penghuninya ngamuk ke Alvin dan Sivia. "
" Tapi, emang lo tau dimana kelas itu? "
" Di depan kelas XI IPA 5. "
" Oh... Disana. " Rio manggut-manggut mengerti. Lalu, tiba-tiba matanya terbelalak kaget. " WHAT?! XI IPA 5? Itu kan kelas yang katanya ada cewek bunuh diri kan? "
" Iya. Makanya. Kita harus selamatin mereka. Ayo... "
" Yuk, Yo. " ajak Agni lalu menarik tangan Rio.
" Eh... Tangan gue. "
" Ups, sorry. " Agni tersipu lalu melepaskan pegangan tangannya ke Rio. Ia mengikuti Acha.
***
" Gue yakin. Debo sama Acha pasti bakal nemuin kita. Mereka punya sixth sense. Sejenis indra keenam. Kayak ilmu untuk ngeliat alam ghaib yang nggak bisa kita liat. " jelas Deva pada Cakka dan Shilla.
" Tapi, emang mereka bisa nemuin kita? Kita udah nggak punya banyak waktu lagi, Dev. Cepat atau lambat kita pasti akan mati di ruangan gelap ini. " Cakka tertunduk lesu. Kali ini ia pasrah dengan takdir yang akan menghampirinya.
" Lo mau nyerah gitu aja? Gue mah ogah! " sahut Aren.
" Emangnya lo bisa keluar dari ruangan gelap dan tertutup kayak gini? Hello, udara aja nggak ada disini. Kita pasti mati. Kita semua bakalan mati! " ucap Shilla.
" Sst... Ada yang dateng. Tahan nafas dan jangan bersuara. " ujar Cakka memberi aba-aba.
Deva, Shilla dan Aren menurut perkataan Cakka. Mereka serempak diam dan menahan nafasnya. Sosok misterius itu muncul diantara mereka berempat.
" KALIAN AKAN MATI! " kata sosok itu lalu menghilang dibalik kegelapan.
" Hhhhh... " mereka berempat menghembuskan nafas secara bersamaan. Ruangan itu benar-benar menyiksa. Sungguh menyakitkan!
" Kita tunggu aja. Pasti ada bantuan. " ucap Deva.
" Hhh... Ya. "
***
" Pak, ayolah. Ijinin kita buat ngebongkar kuburan itu. Ini menyangkut nyawa banyak orang. " Debo terus memohon pada penjaga makam itu. Namun, penjaga makan itu tidak mengijinkan Debo untuk membongkar kuburan Pak Duta.
" Maaf, Dik. Tapi, peraturan disini memang seperti itu. Kita nggak bisa bongkar kuburan ini sembarangan. " ucap penjaga makam itu.
" Ayolah, Pak. Waktu kita tinggal 30 menit lagi. Kita mohon, Pak. " Ify ikut berusaha merayu penjaga makam itu.
" Maaf. Tapi, tetap tidak bisa! Saya tidak mau mengambil resiko. "
" Gimana nih, De? Waktu kita tinggal dikit lagi. " ujar Patton yang mulai khawatir.
" Pak, saya mohon! " ucap Debo lagi.
" Saya tidak bisa! Kalian mau apa membongkar kuburan itu? "
" Kami hanya ingin mengambil kunci yang ada dikantong Pak Duta. " jawab Ify.
Penjaga makam itu mengerutkan dahinya lalu meraih saku celananya. " Kunci ini? "
***
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar